Kajian

Jerat-Jerat Syetan untuk Sang Pejuang

Ibnu Katsir dalam sebuah  bukunya menjelaskan : ”  suatu ketika Saib bin Aqra’ datang kepada Umar bin Khattab dengan memberitakan sebuah kabar gembira tentang kemenangan ummat islam dalam perang ” Nahawand “.  Lalu Umar bertanya berapa korban yang meninggal dari ummat islam. Saib pun menyebutkan nama-nama tertentu yang terdiri dari orang-orang terkenal dan ternama.. Kemudian Umar bin Khattab melanjutkan dengan berkata…: ” dan selebihnya orang-orang yang Umar bin Khattab tidak pernah mengerti dan  tidak pula mengenalnya. Lalu Umar menangis dan berkata : apa madharat bagi mereka dengan ketidaktahuan sang pemimpin tentang mereka ?  akan tetapi Allah SWT telah mengetahui mereka dan memulyakannya dengan syahid di jalannya. Dan apa yang akan mereka perbuat jika Umar mengetahui mereka ?

Keikhlasan …sebuah kata yang barangkali menjadi sebab mengapa Khalifah Umar menangis. Beliau mengagumi keikhlasan para syuhada perang yang tidak pernah memperkenalkan diri atau sedikit berakting agar dikenal  pemimpinnya. Begitu juga dalam peristiwa  keseharian kita, betapa banyak orang-orang yang telah berbuat untuk amal atau program tertentu dengan ikhlas dan bermanfaat, namun orang-orang disekitarnya atau sejarah hanya menulisnya dengan kata – kata ” orang-orang awam”, tanpa menyebutkan nama atau identitas mereka secara jelas.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “ Berbahagialah atau beruntunglah  seorang hamba yang mengambil tali kekang kudanya kemudian berjihad di jalan Allah, hingga rambutnya lusuh dan kakinya kotor penuh debu. Seandainya ia diberi tugas memberi minum… ia akan memberi minum…seandainya ia diberi tugas untuk ronda maka ia akan menjaga dengan sepenuh hati. Jika dia minta ijin…dia tidak akan mendapatkannya dan jika ia memberi rekomendasi…tidak diterima.”. ( H.R Bukhori ).

Hadits diatas adalah gambaran dari Rasulullah SAW tentang indikator orang-orang yang ikhlas dalam berjuang. Ia  tidak pernah berpikir untuk menjadi  orang-orang terkemuka di organisasi tempatnya berdakwah, memiliki jabatan-jabatan yang dengannya akan didengar rekomendasi, kata-kata dan jalan pikirannya. Ia bahkan  tidak pernah punya angan-angan suatu saat namanya akan dikenang dan ditulis dalam buku-buku sejarah. Dalam benaknya tujuannya hanyalah Allah dan ridho-Nya. Barangkali  inilah perbedaan antara kita dan para generasi pendahulu kita.

Plus minus maraknya organisasi dakwah dan masyarakat

Di  saat organisasi-organisasi dakwah dan aktifis-aktifisnya berkembang,  geliat dan semangat beragama cukup menggembirakan. Akan tetapi, fenomena-fenomena di lapangan mengindikasikan telah terjadi jerat-jerat syetan yang kurang disadari bahkan sulit untuk dilepaskan oleh para aktifis dakwah kita.  Menolak  keputusan rapat karena tidak diajak  rapat, tidak mau melaksanakan program karena bukan termasuk ide dan pemikirannya, tidak mengakui kepemimpinan karena bukan pilihannya, dijauhi karena ikut atau aktif dalam pengajian ormas  lain adalah masalah-masalah klasik yang terjadi hampir disemua lembaga dakwah ataupun ormas islam lainnya. Akibatnya persatuan dan kekuatan ummat islam tidak semakin kuat justru semakin melemah.  Dan itu dibuktikan dengan  semakin banyaknya organisasi-organisasi ummat islam dengan beragam metodenya.

Sehingga, membanggakan metode dakwah, jalan pikiran, ijtihad fiqih, menyebar fitnah, membuka aib, menjatuhkan harga diri sesama muslim, memprovokasi, memperbesar hal-hal yang tidak terlalu penting hingga keluar dari lembaga dakwah  karena beda pemahaman dan membentuk lembaga baru adalah efek yang tidak bisa dihindari. Dan korbannya adalah orang-orang awam yang bisa jadi…dalam hatinya hanya ingin mengharap ridho Allah dan surga Nya.

Jika  dilakukan koreksi atau kritikan, mereka menjawabnya dengan pertemuan  para pemimpin atau petingginya. Mereka terlihat begitu akrab dan seakan-akan tidak ada masalah. Namun, kenyataan yang terjadi di lapisan bawah adalah sebaliknya. Bentrokan antar pengikut, fanatik buta terhadap pemimpin, tidak mau menerima kebenaran karena bukan dari kelompoknya serta seabrek masalah lain  adalah hal-hal yang sudah lazim terjadi.

Adakah  sesuatu yang membahayakan jika kita hanya menjadi hamba Allah semata..tidak menyembah diri kita sendiri atau kelompok dengan membanggakan ide dan jalan pikiran, mensyaratkan jabatan atau kedudukan tertentu dalam setiap amal perbuatan kita? Meskipun  mempunyai kemampuan dan bakat, janganlah mengira kita  mampu berbuat apa saja, meskipun  mempunyai kemahiran dan kecakapan, jangan mengira ide dan jalan pikiran kita selalu benar. Atau  sebaliknya merasa tidak mampu berbuat kebaikan kecuali  melalui jabatan atau kedudukan tertentu.

Memang  merupakan sesuatu yang sulit, terasa asing dan aneh. Akan tetapi, ini adalah renungan penting untuk mengembalikan  hakekat jati diri seorang muslim. Mengembalikan  kita agar  menjadi hamba Allah semata, memurnikan amal, pengabdian dan perjuangan kita agar betul-betul untuk islam. Kita mesti merenung bahwasanya Syetan itu berjalan di dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah. Sehingga, apapun status sosialnya, dimanapun dan bagaimanapun keadaannya..syetan  tidak akan membiarkan manusia menjadi hamba Allah dengan sebenar-benarnya.

Rahimahuulah …Khalid bin Walid saat ia diturunkan dari jabatannya sebagai panglima pasukan, Semua  tentu mengerti tentang Khalid bin Walid, seorang panglima Quraisy yang dengan strateginya mampu memukul mundur ummat islam dalam perang Uhud. Dan  setelah masuk islam, tidak ada peperangan yang tidak dimenangkan ummat islam jika dia memimpinnya.  Meskipun demikian,    ia tetap taat dan mendengar keputusan pemimpin untuk melepaskan jabatannya dan diberikan kepada  Abu Ubaidah,

Banyak  pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari kisah orang-orang terdahulu.  Rusaknya  ibadah, rusaknya perjuangan dan pengabdian seseorang, rusaknya iman dan keyakinan seseorang serta perpecahan dikalangan ummat islam tidak akan terjadi seketika itu, ada proses dan peristiwa-peristiwa yang  kadang kita tidak menyadari….tahu-tahu kita sudah terjerumus, sulit untuk menghindari dan    keluar darinya. Tidak salah jika umar bin Khattab memberikan nasehat kepada kita….haasibu anfusakum qobla an tuhaasabu…koreksilah diri kamu, amal perbuatan kamu sebelum Allah mengoreksi dirimu.

Dimanapun  aktifitas kita, perjuangan kita…marilah kita mempersiapkan diri kita dengan bekal ilmu, iman dan tidak  memperturutkan hawa nafsu. Nafsu menuntut untuk selalu dipenuhi dan dituruti. Ketika seseorang sudah tidak berkuasa untuk menolak, bahkan terus memburu kepuasan nafsunya, saat itulah sadar atau tidak dia telah menjadi hamba hawa nafsunya.,

Allah S.W.T berfirman,

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (tuhan)nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan  atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah ( membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?. (Surah al-Jathiyah : 23).

Wallahua’lam. (Abu Aisyah Lc).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *