Penghargaan Setan

Apakah kita akan merelakan akhir yang mengecewakan dari rangkaian hari-hari yang kita lalui? Berharap meraih sebanyak mungkin kebaikan dan menghindar dari sebesar mungkin keburukan, namun berakhir tragis sebab semua tidak berjalan sesuai harapan. Sedang bahtera lusuh kita telah melepas sauh yang tak bisa lagi jauh. Menepi dibalut kayu lapuk yang membusuk di makan usia. Di mana kemegahan yang dahulu itu?

Apakah memaksa diri melangkah dalam ketidakpastian sedang jalan searah tanpa kemungkinan memutar hampir sampai di ujungnya, bisa dibenarkan? Bagaimana pertaruhan ini beroleh toleransinya jika kita bahkan tidak bisa menikmatinya? Canda tawa itu pergi bersama kemudaan yang tersia-siakan. Dukungan pun menghilang sebab semua harus berjuang sendirian melawan takut kematian yang datang menghadang di setiap penjuru pandang.

 

Baca Juga:  Syirik, Mengharap Syafaat Proleh Laknat

 

Padahal setan begitu licik memainkan peran. Para pengikutnya tampak nyaman dalam kesesatan karena mereka saling mengobral penghargaan, penerimaan, bahkan pembelaan. Memamerkan jejeran piala dan tropi dengan kebanggaan seakan pencapaian kebenaran telah terdiskripsikan. Hingga meski untuk itu al-Qur’an digugat dan Rasulullah dihujat atas nama pamaknaan ulang akan firman ar-Rahmandan pembelaan yang membingungkan sebab ia mengaduk-aduk halal dan haram, benar dan salah, juga akal dan syahwat. Namun dengan berjuta gelar yang ditebar, penghargaan yang dibagikan, serta pembelaan yang seakan tak berkesudahan. Hingga para peraihnya mabuk pujian, bangga, merasa berguna dan rela menggadaikan iman.

Begitu hauskah kita akan pencapaian, bahkan ketika ia hanya fatamorgana, air palsu dalam bayangan yang menepikan akal sehat dan tidak memberi manfaat selain sesal dan lelah? Puja puji yang mengiringinya seringkali mematikan hati hingga kita berani melawan ayat-ayat suci. Berputar di jalan melingkar mencari jalan sendiri sebab ragu akan kebenaran yang dikandunginya. Benarkah keyakinan itu telah kita miliki, seutuhnya? Ataukah ia hanya rasa sombong yang kosong, atau angkuh yang jauh dari teduh?

Sebab meski tampak memuaskan nafsu, mengundang decak kagum, dan meledakkan kebanggaaan, ia hanyalah sesaat. Bahaya berlipat mengintai tanpa kita sadari serupa racun rasa strawberi, lezat namun jahat. Indah namun membuat gelisah.Membuahkan keyakinan palsu sebab kita mengira ada selain Allah yang bisa menunjukkan hakikat kebaikan dan kenikmatan, serta berbagai sarana pencapaiannya.

Di titik inilah semua bencana bermula. Sebab hanya Allah yang menguasai  seluruh urusan, pujian, kerajaan, kebaikan, dan apapun namanya tanpa ada sesiapapun yangmampu mencerabut kepemilikan itu dari-Nya. Dia-lah sebenar-benar Raja penguasa jagad raya. Kepada-Nyalah kita akan kembali jua. Namun, alangkah sulitnya meyakinkan konsep tauhid, menjadikan semuanya berasal dan kembali kepada Allah. Tapi, bukankah memang demikian sambutan pasukan setan semenjak risalah dakwah ditegakkan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *