Kajian

Agar Allah Peduli, saat Musibah Menghampiri

تَعَرَّفْ إِلىَ اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ

“Kenalilah Allah disaat lapang, niscaya Allah akan mengenalimu disaat sempit.” (HR. at Tirmidzi).

Sebuah hubungan sebab akibat yang tidak hanya terjadi pada manusia, tapi juga Allah tetapkan dalam hubungan antara hamba dengan diri-Nya. Bukankah sulit rasanya memberikan bantuan kepada orang yang tiba-tiba datang pada kita meminta pinjaman, padahal kita begitu kenal siapa dirinya? Sama seperti ketika kita melihat kecelakaan di jalan misalnya. Jika si korban orang yang tidak kita kenal, tidak jarang kita memilih berlalu dan berhusnudzan sudah ada yang membantu. Tapi jika ternyata si korban adalah kawan karib kita, tak hanya menolong, bahkan membawa ke rumah sakit pun akan kita lakukan.

Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jika ada seorang hamba shalih yang senantiasa mengingat Allah dan setiap saat memohon kepada Allah, para malaikat akan berkata, “Hadza shautun ma’ruf” (suara ini kita kenal), lalu para malaikat akan membantu memohonkan kepada Allah agar doanya dikabulkan. Tapi jika ada hamba yang jarang berdoa dan hanya berdoa ketika susah saja, para malaikat akan berkata, “hadza shautun ghairu ma’ruf”dan mereka pun enggan memberi syafaat.

Kita juga begitu, tanggapan kita akan berbeda terhadap tetangga atau saudara yang hanya ingat pada kita saat susah saja dengan yang selalu akrab dan ingat kepada kita di saat senang –terutama- dan susah. Karenanya, mengingat Allah di saat lapang, beristighfar di saat bahagia, bertaqarrub di kala sehat dan beribadah di kala muda, akan membuat seorang hamba menjadi istimewa. Sedang berdoa dengan khusyu’ di kala sakit atau memohon-mohon di kala terkena musibah, bukanlah hal istimewa, sangat wajar dan naluriah.

Kebanyakan manusia memang hanya ingat kepada Allah di saat susah, dan lupa saat kondisi membaik seperti semula. Karenanya, ingatlah Allah di saat lapang, Allah akan mengingatmu di saat kau sempit.

Makna “kenal”

At-ta’arruf atau al-makrifat (kenal) dalam hadits di atas maknanya bukan kenal seperti dalam bahasa kita. Tapi kenal dalam arti yang spesifik. Ibnu Rajab di dalam kitab Jamiul ‘ulum wal Hikam(hadits no.19) menjelaskan, kenal (makrifat)-nya seorang hamba kepada Allah bentuknya ada dua: pertama makrifat ‘amm, yaitu kenal dalam arti meyakini dan mengimani Allah sebagaimana keimanan orang mukmin pada umumnya. Kedua, makrifat khassah, yaitu mengenal Allah secara mendalam hingga memunculkan rasa cinta kepada Allah yang membuahkan rasa nyaman, tenang saat mengingat-Nya, segan dan malu terhadap-Nya.

Inilah makrifat atau pengenalan hamba terhadap Allah yang denganya, Allah akan mengenali hamba dan memposisikannya sebagai hamba yang khas (istimewa) pula. Dan tidak ada yang bisa menumbuhkan rasa cinta, tenang dan malu kepada Allah selain ibadah yang dilakukan dengan benar dan ikhlas.

Hal ini klop dengan makna dari makrifah Allah kepada hamba-Nya yang juga terbagi menjadi dua: makrifat ‘ammah yaitu bahwa Allah mengetahui semua hambanya sejak dilahirkan sampai akhir hidupnya serta mengetahui apa yang dilakukannya baik yang terlihat maupun yang disembunyikan.

Sedang makrifat khassah adalah kedekatan antara Dia dengan hamba, curahan cinta dari-Nya, pengabulan doa dan pertolongan di kala si hamba dalam kondisi terjepit. Seorang hamba yang memiliki makrifat khassah kepada Allah, Allah juga akan mengkaruniakan makrifat khassah-Nya pada si hamba. Rasulullah bersabda,

“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu tetap mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk menggenggam, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta pasti Aku beri, jika ia meminta perlindungan, niscaya Aku lindungi.” (HR. Bukhari).

Adapun ar rakha’ (saat lapang adalah ketika kita berada pada kondisi jauh dari musibah; sehat, diberi kemudahan rezeki, waktu luang, kuat dan waktu luang yang hakiki adalah “hidup”. Sedang asy syidah (saat sempit) adalah kondisi yang 180 derajat merupakan kebalikan merupakan kebalikan dari ar rakha’; sakit, lilitan hutang dan kebutuhan, sibuk, tertimpa musibah, lemah dan renta dan saat sekarat, di alam kubur dan pada hari kiamat.

Agar Tidak Dilupakan

Jika dijabarkan dalam untaian kata, kalimat singkat dari hadits ini akan menumbuhkan berkuntum-kuntum makna dan faidah. Kenali Allah di saat lapang, ingatlah Allah di saat sehat, mendekatlah pada-Nya di saat rejeki lancar, bersyukurlah di saat kau bahagia, beristighfarlah meski sesudah melakukan kebaikan, berdoa di kala sejahtera, serta perbanyak ibadah di saat muda, niscaya Allah akan mengenalimu saat kau sempit, Allah akan mengingatmu saat kau merintih kesakitan, mendengarkanmu saat kau memelas karena lilitan kebutuhan, merahmatimu saat dadamu sesak karena duka dan lara, mempedulikanmu saat kau berlinang air mata karena terjerumus dosa, menolongmu saat musibah melanda, dan akan menjaga dirimu saat kau mengeluhkan tubuhmu yang melemah karena usia.

Dan lebih penting dari itu, ingat dan mendekatlah kepada Allah saat nyawa masih dibadan, sebelum malakul maut datang membawa ajal. Ingatlah Allah saat masih di dunia, agar nasib kita tidak seperti yang ada dalam firman-Nya”

“Mereka (orang-orang munafik) lupa kepada Allah, maka Allah pun melupakan mereka” (QS At Taubah: 67)

Ya Allah jadikanlah kami hamba yang selalu ingat dan mendekat kepada-Mu saat lapang maupun sempit. Dan rahmatilah kami di saat kami membutuhkan pertolongan, pada hari dimana tidak ada pertolongan yang bisa diberikan selain pertolongan dari-Mu. Wallahua’lam.

Oleh: Redaksi/Majalah ar-risalah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *