Kajian

Ritual Mengundang Hujan

Dampak kemarau panjang mulai dirasakan di beberapa wilayah negeri ini. Sawah dan ladang kekeringan, kesulitan air untuk minum dan memasak mulai banyak dikeluhkan. Berbagai ritual dilakukan oleh segolongan masyarakat untuk mengundang datangnya hujan. Di Banyumas misalnya, ada yang  mengadakan ritual Cowongan, yakni dengan membuat semisal orang-orangan mirip jaelangkung. Setelah diberi mantera-mantera, cowongan dibawa ke  halaman. Di tubuh cowongan diikat dengan tiga tali yang akan ditarik dari tiga arah dibarengi dengan mantera-mantera.

Di Jawa Timur ada tradisi Tiban. Untuk mengundang hujan diadakan aksi saling pukul antara dua orang laki-laki dengan menggunakan lidi pohon aren yang dipilin. Aksi pertarungan ini selalu berakhir dengan luka terbuka dan tak jarang mengucurkan darah. Mereka meyakini cara ini dapat mengundang hujan. Di Kalteng ada ritual sesaji yang disebut Pasaluh Ondou. Ada pula tradisi Modayango di Gorontalo yang menyuguhkan sesaji dan atraksi kekebalan, makan pecahan kaca dan orang kesurupan. Semua itu diyakini pelakunya sebagai sebab turunnya hujan. Dan banyak lagi ritual  hasil rekayasa dan otak-atik manusia yang justru menjerumuskan mereka pada kesyirikan dan dosa. Padahal Allah yang Kuasa menurunkan hujan telah mengajarkan cara melalui Rasul-Nya. Sebagaiamana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra,

Orang-orang mengadu kepada Rasulullah saw tentang musim kemarau yang panjang. Lalu beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah lapang, dan beliau membuat kesepakatan dengan orang-orang untuk berkumpul pada suatu hari yang telah ditentukan”. Aisyah lalu berkata, “Rasulullah saw  keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau duduk di mimbar. Beliau saw  bertakbir dan memuji Allah Azza wa Jalla, lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku tentang kegersangan negeri kalian dan hujan yang tidak kunjung turun, padahal Allah Azza Wa Jalla telah memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan Ia berjanji akan mengabulkan doa kalian” Kemudian beliau berdoa,

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ  لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْغَنِىُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلاَغًا إِلَى حِينٍ

”Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, ar-rahmaanir rahiim, Maaliki yaumid diin. Tidak ada sembahan haq kecuali Dia, Dia melakukan apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan.”

Kemudian beliau terus mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau. Kemudian beliau membalikkan punggungnya, membelakangi orang-orang dan membalik posisi selendangnya, ketika itu beliau masih mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau menghadap ke orang-orang, lalu beliau turun dari mimbar dan shalat dua raka’at. Lalu Allah mendatangkan awan yang disertai guruh dan petir. Turunlah hujan dengan izin Allah. Beliau tidak kembali menuju masjid sampai air mengalir di sekitarnya. Ketika beliau melihat orang-orang berdesak-desakan mencari tempat berteduh, beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya, lalu bersabda: “Aku bersaksi bahwa Allah adalah Maha kuasa atas segala sesuatu dan aku adalah hamba dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud no.1173, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abi Daud)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *