Abawiyah

Surga dirumah kita

Sudah sama-sama kita pahami bahwa pernikahan adalah seni mengelola hati tingkat tinggi. Bagaimana kita bekerja keras agar hati merasa nyaman menjalani hari demi hari bersama seluruh anggota keluarga. Berupaya sekuat tenaga untuk mewujudkan surga dunia yang menjadi dambaan semua pelaku pernikahan. Meski tidak mudah, hal ini tetap kita upayakan semaksimal mungkin, karena inilah pertaruhan kita saat memutuskan untuk membangun maghligai keluarga.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah memberikan arahan mulia tentang sendi-sendi kebahagiaan sebuah keluarga. Beliau bersabda, “Empat hal  termasuk kebahagiaan; istri yang shalihah, tempat tinggal yang lapang, tetangga yang baik,  dan kendaraan yang nyaman. Empat hal termasuk  kesengsaraan; tetangga yang buruk,  istri yang buruk  (akhlaknya),  tempat tinggal yang sempit dan kendaraan yang jelek.” (HR Ibnu Hibban).

Sendi pertama kebahagiaan keluarga adalah istri yang shalihah. Sebaik-baik perhiasan dunia, demikian Rasulullah menyatakan, yang bila dipandang  suami, dia menyenangkan, bila diperintah menaati, diberi materi mensyukuri, dan bila ditinggal pergi menjaga kehormatan diri dan harta suaminya. Ialah sebaik-baik manfaat, setelah takwa kepada Allah, sehingga keberadaannya diniscayakan dalam sebuah keluarga bahagia.

Bayangkan jika istri kita di rumah, selalu berwajah muram. Ketika di pandang suaminya membuat sebal dan pegal, rajin membantah, tidak mensyukuri pemberian suami, suka menghambur-hamburkan  harta, tidak peduli terhadap pendidikan anak, suka hutang  kepada tetangga kanan kiri tanpa sepengetahuan suami, malas beribadah, dan kalau dinasehati suka manyun sendiri. Sungguh, keluarga seperti inilah yang benar-benar membuat sengsara.

Dan karena para lelakilah yang memilih siapa yang akan menjadi istri mereka, maka kepedulian mereka akan keshalihan istri adalah bukti kedewasaan berfikir dan ketajaman visi. Karena mereka tidak menikah untuk satu dua hari, dan juga bukan untuk diri mereka sendiri. Maka beruntunglah para lelaki yang memilih pendamping hidupnya karena standar agama, sebagai modal awal pembangunan keluarga mereka.

Pun demikian jika ternyata para suami telanjur salah memilih, adalah tugas mereka untuk mendidik, merawat, dan mengembangkan kualitas agama para istri itu, termasuk anggota keluarga lainnya. Bahkan bagi yang telah memilih istri shalihah sekalipun, penjagaan kualitas iman harus terus diupayakan karena tidak ada jaminan stabilitas kualitas iman seseorang. Selain iman yang fluktuatif, bukankah hati manusia juga mudah berubah?

Sendi kebahagiaan keluarga yang kedua adalah tempat tinggal yang lapang. Tempat dimana kita bisa menunaikan kewajiban dan mendapatkan hak secara layak, mengaplikasikan syariat secara nyaman, menyediakan tempat tumbuh kembang yang memadai, serta beristirahat yang cukup. Bayangkan jika kita memiliki banyak anak, laki-laki dan perempuan di usia remaja. Dengan kamar-kamar yang semestinya terpisah, berapa kamar tidur yang sebaiknya ada, berapa kamar kecil yang harus tersedia? Belum lagi jika ada tamu berkunjung, laki-laki dan perempuan. Betapa repotnya mengatur ruangan agar nyaman dan tetap tidak melanggar syariat.

Maka bagi siapa di antara kita yang memiliki hunian yang lapang dan nyaman, kesyukuran kepada Allah sangat layak kita haturkan. Karena faktanya, tidak mudah mewujudkan hunian impian di saat seperti ini. Dan di luar sana masih sangat banyak keluarga yang tinggal di bilik-bilik sempit, bahkan seringkali bukan milik sendiri, dalam waktu yang tidak sebentar.

Sendi kebahagiaan berikutnya adalah tetangga yang baik. Bukan saja karena kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, juga karena para tetanggalah yang secara nyata menjadi orang-orang terdekat kita. Dan mereka memiliki sejumlah hak atas kita, yang tentu saja akan sangat sulit diaplikasikan jika kita memiliki tetangga yang buruk.

Islam memberi petunjuk agar kita berbuat baik kepada para tetangga. Dimana hal ini menjadi bukti iman kita kepada Allah dan hari akhir. Bila mereka sakit,  kita menjenguk. Jika mereka meninggal, kita tunaikan hak si mayit. Jika mereka berhutang, kita memberi selama kita memilikinya. Jika mereka mempunyai suatu rahasia, kita harus ikut menutupinya. Dan hal-hal lain yang menjadi konsekuensi kehidupan bertetangga. Indah, namun juga sangat mengganggu jika para tetangga kita buruk akhlaknya.

Dalam hal ini, memilih lingkungan yang kondusif bagi aplikasi syariat jelas sebuah kebutuhan  yang urgen. Kita sebagai kepala keluarga jelas bertanggung jawab atas pilihan tempat tinggal, berikut kualitas para tetangga di kanan kirinya. Apalagi jika kita sering meninggalkan rumah, tetangga yang buruk bisa mengancam keseimbangan jiwa anggota keluarga kita.

Berikutnya adalah kendaraan yang nyaman. Sebuah alat transportasi yang memudahkan kita memindahkan anggota keluarga ke berbagai tempat tujuan. Mendatangi majelis ilmu, berekreasi, mendatangi tempat kerja atau sekolahan, melakukan kegiatan iqamatudin, hingga menjalin silaturahmi.

Bukan saja menghemat waktu dan biaya, penjagaan syariat akan kehormatan diri anggota keluarga kita akan jauh lebih baik jika kita memiliki kendaraan pribadi yang layak dibandingkan jika kita memakai kendaraan umum. Sebab, jelas bukan menjadi keinginan kita jika istri atau putri kita berdesak-desakan di kendaraan umum. Sulit menjaga aurat dan menghindarkan diri dari sentuhan laki-laki ajnabi, di tempat umum.

Bagaimanapun, apa yang ditunjukkan oleh hadits di atas layak untuk kita renungkan. Mungkin terkesan materialistis, tapi memang begitulah kenyataannya. Bahwa harga sebuah surga di dunia ini yang bernama keluarga tidaklah murah. Para lelaki sebagai pemimpinnya bertanggung jawab atas itu semua. Dan, jelas membutuhkan keterampilan yang jauh lebih rumit jika ternyata kita tidak memiliki sendi-sendi kebahagiaan keluarga seperti tersebut di atas.

Semoga Allah memudahkan kita meraih kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan kita. Agar surga itu benar-benar kita rasakan di dalamnya. Aamiin!

 

One thought on “Surga dirumah kita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *