Asilah

Kasur Terkena Air Kencing

 

Kasur Terkena Air Kencing

Ustadz, bagaimana cara membersihkan kasur yang terkena air kencing? Apakah dengan dijemur sudah dapat menghilangkan najis? Sebab jika harus diguyur air, maka perlu waktu berhari-hari untuk menunggu keringnya. (Fathoni—Sukoharjo)

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين

Kasur yang terkena air kencing, statusnya menjadi mutanajis, karena adanya ‘illah berupa benda najis yang melekat di kasur. Maka apabila najisnya telah hilang, kasur pun kembali menjadi benda suci.

Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin mengatakan, “Apabila barang najis (yang menempel di benda suci) telah hilang dengan apapun caranya, maka benda itu kembali suci. Karena barang najis adalah barang kotor, sehingga ketika barang kotor ini sudah hilang maka sifat kotor pada benda (yang ketempelan najis) tersebut hilang, dan benda itu kembali suci. Karena setiap hukum bergantung kepada ada dan tidaknya ‘illah. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, jilid 11, hal 284, Bab Izalatunnajasah)
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis dari Ibnu ‘Umar ra, beliau berkata,

كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِى الْمَسْجِدِ فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ

“Dulu banyak anjing kencing dan keluar-masuk masjid pada zaman Rasulullah saw. Namun mereka (Rasulullah dan para sahabat) tidak mengguyur bekas kencing anjing tersebut dengan sesuatu pun.” (HR. al-Bukhari)

Hadits di atas memberitahukan bahwa Nabi dan para sahabat menganggap suci semua tanah masjid, padahal bisa jadi ada anjing yang kencing di sana. Namun, mengingat najis itu sudah hilang karena meresap ke dalam tanah, menguap, atau kering oleh panas matahari, mereka menghukumi tanah itu tidak lagi mutanajis.

Dalam ‘Aunul Ma’bud (2/31) dinyatakan, “Hadis ini menunjukkan dalil bahwa tanah yang terkena najis, kemudian kering karena terik matahari atau ditiup angin, sehingga bekas najisnya sudah hilang maka tanah itu menjadi suci. Sebab, tidak diguyur air (pada hadis Ibnu Umar di atas), menunjukkan bahwa tanah itu telah kering, dan kembali suci karenanya.”

Masih dalam ‘Aunul Ma’bud, disebutkan, “Diriwayatkan dari Abu Qilabah bahwa mengeringkan tanah merupakan cara mensucikannya.”
Oleh karena itu, apabila kasur yang terkena air kencing telah dijemur dan dikeringkan, maka kasur tersebut telah kembali suci.
Wallahu a’lam.

Bersuci dengan Air Mineral dan Air Matang

Ustadz, bolehkah berwudlu dengan memakai air minum dalam kemasan? Atau air yang sudah direbus? (Ahmad—Solo)

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين

Pada asalnya berwudhu dengan air minum dalam kemasan sah. Yang perlu diperhatikan adalah kapan menggunakan air minum dalam kemasan tersebut. Di daerah yang kesulitan air minum, berwudlu dengan air minum dalam kemasan termasuk tindakan isrof dan berlebihan. Sedangkan di daerah yang air bersihnya melimpah, air minun juga melimpah, tidak mengapa berwudhu menggunakan air minum dalam kemasan.
Adapun berwudhu dengan air yang sudah direbus, mayoritas ulama berpendapat bahwa bersuci dengan menggunakan air yang dipanaskan dengan selain menggunakan sinar matahari, seperti dengan api, diperbolehkan dan tidak makruh. Dalilnya adalah “Sesungguhnya Umar bin Khaththab ra direbuskan air di dalam qumqumah (wadah untuk merebus air), lalu beliau mandi dengan menggunakan air tersebut.” (Sunan Kubro al-Baihaqi, no.11 dan Sunan Daruquthni, no.85)
Wallahu a’lam.

Beristinjak dengan Kertas Tisu

Ustadz, bolehkah beristinjak menggunakan kertas tisu? Sebab, di toilet-toilet umum, terkadang yang tersedia hanya kertas tisu dan air pun mampet. (Dani—0898350xxxx)

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Jika hendak beristinjak, yang paling utama adalah menggunakan batu. Ini sesuai dengan hadits Nabi saw, “Jika salah seorang di antara kalian hendak buang hajat, maka hendaknya ia menghormati kiblat Allah Azza wa Jalla, dengan tidak menghadap kiblat dan tidak pula membelakanginya. Kemudian hendaklah ia membersihkannya dengan tiga batu, atau tiga dahan pohon atau tiga genggam tanah. Kemudian hendaklah ia membaca,

الحمد لله الذي أخرج عني ما يؤذيني وأمسك علي ما ينفعني

‘Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dariku apa-apa yang menggangguku dan menahan padaku apa-apa yang bermmanfaat bagiku.’.” (HR. Ad-Daraquthni).

Tetapi ini tidak mutlak, artinya beristinjak dengan menggunakan selain batu, seperti kulit, tulang, debu dan lain-lain, termasuk kertas tisu adalah boleh. Tetapi sekali lagi, yang utama adalah dengan batu, karena inilah yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw.
Dan yang lebih utama lagi adalah beristithabah, yakni membersihkan jalan kotoran dengan menggunakan air.
Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *