Fikrah

Refleksi Akhir Tahun 1435 H

Menggantungkan harapan, bukan suatu yang salah, bahkan sebuah keharusan. Harapan, cita-cita dan keinginan lah yang akan memberi orientasi hidup seseorang atau sebuah komunitas bahkan sebuah bangsa untuk bergerak, berkreasi dan melakukan inovasi agar hope yang dicanangkan berhasil diraih, present (menjadi nyata) dan actual. Masalahnya, apakah penggantungan harapan itu disertai pemenuhan sebab-sebab yang menjadikannya terwujud atau tidak.

Bagi kaum muslimin -yang sehat pemahaman Islamnya- harapannya di dunia adalah kehidupan yang memberi peluang dan kebebasan baginya untuk beribadah kepada Allah dengan aman tanpa gangguan, disertai dukungan untuk produktif melakukan aktivitas keduniaan yang dapat mendukung ibadahnya tersebut. Kehidupan yang didambakannya hanya mungkin terlaksana jika semua syarat yang dituntut untuk itu dipenuhi. Tanpa itu, maka akan seperti penggambaran pepatah melayu lama ‘seperti menggantang asap’.

Memang ada masalah di tengah masyarakat Islam, yakni tidak semua umat Islam memiliki ideal type yang tercetak di benaknya tentang bentuk masyarakat dambaan yang mereka inginkan. Hal itu dikarenakan terbatasnya asupan informasi dakwah yang mereka terima. Keterbatasan dalam masalah itu, sudah pasti disertai dengan ketidaktahuan terhadap sebab-sebab yang mengantarkan untuk meraihnya. Namun, bicara level awam, tak ada masyarakat yang selamat dari kekurangan ini.

Implementasi Syari’at dan Pengabaiannya, serta Akibat yang Timbul dalam Kehidupan Masyarakat
Tentang cita-cita dan harapan yang dirindukan oleh umat Islam sebagai sebuah entitas, untuk meraihnya diperlukan syarat yang cukup berat. Ketika masyarakat dambaan itu sudah hadir dan umat merasakan kesejukan iman di bawah naungannya, merawat syarat itu agar tidak raib juga bukan perkara yang mudah. Syarat-syarat itu terangkum di dalam peringatan Nabi yang diberitakan oleh ‘AbdulLah bin ‘Umar radliyalLahu ‘anhuma, “Wahai segenap kaum muhajirin, 5 (lima) perkara yang aku berlindung kepada Allah jangan sampai kalian mengalaminya, Tidaklah suatu kaum mengerjakan perbuatan keji sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali mereka akan ditimpa dengan berbagai wabah dan penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang sebelumnya. Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka akan ditimpa paceklik (kekurangan pangan), tandusnya tanah dan zhalimnya penguasa. Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya, kecuali akan ditahan turunnya hujan dari langit, sekiranya bukan karena binatang ternak (yang memerlukan air) mereka tidak akan diberi hujan. Dan tidaklah suatu kaum memungkiri janji, melainkan Allah akan mendatangkan musuh-musuh dari luar golongan mereka lalu mereka akan merampas sebagian dari harta kekayaan mereka. Dan selama para pemimpin mereka tidak mengamalkan apa yang Allah turunkan dalam kitab-Nya, niscaya benturan-benturan kekerasan akan menimpa diantara mereka. (Hadits Riwayat Ibnu Majah)

Keseluruhan dari hukum sebab akibat sosial kemasyarakatan yang dikhawatirkan oleh RasululLah itu, semua telah dirasakan oleh umat Islam -yang mayoritas- di negeri ini. Beragam penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang sebelumnya sekarang marak. Dunia kedokteran terus disibukkan dengan beragam variant penyakit baru yang belum diketahui obatnya.

Paceklik, kekurangan pangan, kerusakan lahan pertanian, hutan, rusaknya ekologi akibat eksploitasi tambang ugal-ugalan para pemegang izin. Kelangkaan bibit pertanian, pupuk dan obat-obat pertanian telah menghantui negara agraris dengan penduduknya begitu besar ini. Kedaulatan pangan dalam bahaya dan sewaktu-waktu dapat jauh ke dalam keadaan kritis tanpa mempunyai cadangan berarti. Begitu pula, kedaulatan energi telah diserahkan kepada pihak asing setelah sumber-sumber energi tidak terbarukan (fosil), gas alam dan batubara diserahkan eksploitasinya kepada asing.

Penyerahan kedaulatan pangan, energi, perdagangan, investasi dll itu, dilakukan dengan dalih swastanisasi sektor publik, komitment terhadap perdagangan bebas WTO atau argumen lain yang tidak lepas dari alasan liberalisasi ekonomi. Dengan ikut meratifikasi pendirian WTO melalui UU no. 7 thn 1994, seluruh kesepakatan dibawah WTO mutlak harus diikuti Indonesia. Semua hambatan perdagangan dan investasi internasional untuk masuk dan beroperasi di Indonesia sudah jebol. Proses pembuatan UU penanaman modal, investasi, Daftar Negatif Investasi (DNI) dilakukan dibawah pengawasan IMF, World Bank, Asian Development Bank dan institusi-institusi keuangan negara-negara maju.

Tindakan menahan zakat harta kekayaan diberitakan oleh RasululLah akan mendapat hukuman secara kauniy dengan ditahannya hujan. Sekiranya bukan karena Allah menyayangi binatang ternak yang ada di bumi niscaya Allah tidak akan menurunkan hujannya. Manusia yang durhaka dari menunaikan hak harta ini, justru numpang ‘pemenuhan’ kebutuhan dhoruriy-nya kepada binatang ternak, padahal seharusnya terbalik. Selain karena hukuman akibat melalaikan kewajiban zakat, efek lanjut kerusakan alam akibat pemanfaatan berlebihan tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelangsungan alam itu telah berimbas pada perubahan iklim akibat pemanasan bumi,fenomena elnino dan lanina (kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air yang parah, sebaliknya ketika hujan datang juga menimbulkan masalah).

Pada tataran kerusakan norma sosial kemasyarakatan, Nabi memberitahukan akibat lanjut dari kaum yang memungkiri janji, sehingga fihak asing intervensi dan merampas kekayaan mereka. Para pemimpin, para politisi yang mengingkari janji mereka untuk menunaikan amanah harta kekayaan yang seharusnya di-tashorruf-kan untuk rakyatnya agar mereka berkecukupan dan dengan harta itu mereka dapat melaksanakan perintah-perintah Allah, justru mereka ingkari. Regulasi dan perundangan yang dikeluarkan oleh mereka yang meng-klaim memikul amanah rakyat itu justru menyerahkan dan menjual kepada pihak asing. Sumber daya alam dikeruk dan dibawa keluar dalam bentuk bahan-bahan mentah untuk menghidupi industri asing, sementara rakyat hanya menjadi kuli.

Para pemimpin umat Islam, -meski proporsi umat Islam mayoritas-   juga tidak menerapkan hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya, umat yang mayoritas tersebut dijauhkan dari pelaksanaan dien-Nya, setelah sebelumnya mereka dijauhkan dari dakwah Islam sehingga pemahaman mereka rusak dan dangkal. Maka berkah kehidupan dicabut dari mereka, bahkan kesatuan hati mereka mulai retak. Sebagian kecil yang komitment dengan seruan dakwah yang benar, konsisten dengan tuntutan dilaksanakan syari’at Allah, mau tidak mau mereka berbenturan dengan umat Islam mayoritas yang telah sebelumnya dijauhkan dari dakwah Islam yang benar. Umat mayoritas tersebut telah dijejali stigma buruk bahwa kelompok kecil yang komitment dan konsisten itu sebagai kelompok ekstrem, fundamentalis dan terkait terorisme. Jadilah, persis dengan apa dikhawatirkan oleh Nabi, ‘sebagiannya merasakan kekerasan sebagian yang lain’.

Penutup
Hukuman qodariy akibat meninggalkan aturan syar’iy yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya, baik ketetapan yang tauqifiy maupun arahan umum untuk berbuat adil dalam segala sesuatu, telah benar-benar nyata dalam kehidupan bagi yang memiliki bashirah. Harapan untuk hidup nyaman di bawah naungan pelaksanaan hak-hak Allah dan keadilan sistem politik yang benar di bawah sistem Islam masih merupakan harapan jauh mengiringi kepergian tahun 1435 H dan menjemput kedatangan tahun 1436 H.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *