Dr. Ahmad Zain

Larangan Jual Beli Saat Adzan Jum’at

Banyak kita dapatkan di tengah-tengah masyarakat, mereka berjual beli ketika adzan Jum’at sudah dikumandangkan. Bagaimana hukumnya di dalam Islam, apakah hal itu dibolehkan ? Jika sudah terjadi apakah jual belinya sah ? Dan kepada siapa saja larangan tersebut ditujukan ? Tulisan di bawah ini menjelaskannya.
Hukum Jual Beli ketika Adzan Jum’at
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum melakukan transaksi jual beli ketika adzan Jum’at :
Pendapat Pertama : Melakukan transaksi jual beli ketika adzan Jum’at hukumnya haram. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, bahkan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ( 8/ 122 ) menyebutkan kesepakatan ulama dalam hal ini. Beliau berkata :

ولهذا اتفق العلماء رضي الله عنهم على تحريم البيع بعد النداء الثاني

“ Oleh karenanya, para ulama sepakat akan keharaman jual- beli sesudah adzan kedua ( pada hari Jum’at ). “
Adapun dalil keharaman tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Berkata Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya (18/107) :

منع الله عز وجل منه عند صلاة الجمعة ، وحرمه في وقتها على من كان مخاطبا بفرضها.

“ Allah melarang jual-beli ketika sholat Jum’at, dan diharamkan untuk melakukan transaksi tersebut pada waktu ( sholat Jum’at ) bagi siapa yang terkena kewajiban Jum’at. “
Kedua : Jual beli telah memalingkan dari mengingat Allah dan dari mendengar khutbah Jum’at.
Pendapat Kedua : Melakukan transaksi jual beli ketika adzan Jum’at hukumnya makruh. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafiyah .
Mereka berdalil bahwa perintah Allah pada ayat di atas untuk mendatangi sholat Jum’at adalah perintah yang bersifat anjuran bukan kewajiban. Makanya larangan untuk meninggalkan jual-beli ketika dikumandangkan adzan Jum’at sifatnya makruh, bukan haram . ( lihat Ibnu Nujaim dalam al-Bahru ar-Raiq ( 2/ 169 ) .

BACA JUGA: HUKUM JUAL BELI DI MASJID

Begitu juga, mereka berdalil dengan firman Allah :

ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“ Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Ayat di atas menunjukkan bahwa larangan itu sifatnya makruh tidak sampai haram, karena Allah menyebutkan dengan ungkapan “ hal itu lebih baik “. ( lihat tafsir al-Qurthubi : (18/107)
Tetapi pendapat ini dibantah sendiri oleh Ibnu Nujaim, salah seorang ulama besar di dalam madzhab Hanafi.

Pada Adzan Keberapa Jual Beli Tersebut Dilarang ?

Mayoritas Ulama, termasuk di dalamnya Syafi’iyah dan Imam Thohawi dari Hanafiyah berpendapat bahwa larangan jual-beli dimulai ketika terdengar adzan kedua. Mereka beralasan bahwa adzan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at adalah adzan setelah khatib naik mimbar.

Adapun ulama Hanafiyah berpendapat bahwa larangan jual-beli dimulai ketika terdengar adzan pertama. Mereka beralasan bahwa jika diwajibkan untuk meninggalkan jual-beli pada adzan kedua, hal ini menyebabkan seseorang tidak bisa mengerjakan sholat qabliyah dan mendengar khutbah, bahkan dikawatirkan akan ketinggalan sholat Jum’at. ( lihat Ibnu Nujaim dalam al-Bahru ar-Raiq ( 2/ 168 ) .
Tetapi as-Sarakhsi di dalam al-Mabsuth ( 1/244 ) mengatakan :

والأصح أن كل أذان يكون قبل زوال الشمس فذلك غير معتبر والمعتبر أول الأذان بعد زوال الشمس سواء كان على المنبر أو على الزوراء

“ Pendapat yang lebih sahih adalah bahwa setiap adzan sebelum tergelincirnya matahari, maka itu tidaklah dianggap, tetapi yang dianggap mu’tabar adalah awal adzan setelah tergelincirnya matahari, terlepas hal itu atau dilakukan di depan mimbar ( adzan kedua ), atau dilakukan di atas menara ( adzan pertama ). “

Apakah Larangannya Terbatas Pada Akad Jual Beli Saja ?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :

Pendapat Pertama : Keharaman ini tidak terbatas pada jual beli saja, tetapi termasuk di dalamnya semua akad yang bisa memalingkan dari mengingat Allah dan mendengar khutbah Jum’at seperti akad nikah, sewa –menyewa dan akad –akad lain. Ini adalah pendapat Syafi’iyah.
Berkata Imam al-Mawardi di dalam al-Hawi al-Kabir (16/147 ) :

فَكَانَ مَعْنَى نَهْيِهِ عَنِ الْبَيْعِ أَنَّهُ شَاغِلٌ عَنْ حُضُورِ الْجُمُعَةِ ، فَكَانَتْ عُقُودُ الْمَنَاكِحِ وَالْإِجَارَاتِ وَسَائِرِ الْأَعْمَالِ وَالصَّنَائِعِ قِيَاسًا عَلَى الْبَيْعِ ، لِأَنَّهُ شَاغِلٌ عَنْ حُضُورِ الْجُمُعَةِ .

“ Maksud dari dilarangnya jual-beli, karena jual-beli itu memalingkan seseorang dari mendatangi sholat Jum’at, makanya seluruh akad pernikahan dan sewa-menyewa, serta segala bentuk kegiatan dan kerajinan disamakan dengan jual beli, karena semuanya memalingkan dari menghadiri sholat Jum’at. “

Pendapat Kedua : Larangan ini hanya terbatas pada akad jual- beli saja. Ini adalah pendapat Hanafiyah. Mereka beralasan bahwa akad-akad yang lain jarang terjadi, sehingga yang dimaksud adalah akad jual beli.

Hukum Jual Beli Jika Terjadi

Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini :
Pendapat Pertama : Jual belinya sah. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Pendapat Kedua : Jual belinya tidak sah. Ini adalah pendapat Malikiyah dan Hanabilah.
Berkata Imam al-Qurthubi :

قلت : والصحيح فساده وفسخه ؛ لقوله عليه الصلاة والسلام : كل عمل ليس عليه أمرنا فهو رد. أي مردود. والله اعلم.

“ Saya berkata : pendapat yang benar, bahwa jual belinya rusak ( tidak sah ) dan batal. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “ Setiap amal perbuatan yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka tertolak “ yaitu tidak diterima, Wallahu A’lam.”

Selain itu, mereka juga berkata : jual-belinya dikatakan batal dan tidak sah, agar masyarakat jera dengan pelanggaran ini, dan supaya mereka memperhatikan dan menghormati sholat Jum’at.
Berkata Ibnu al-Arbi sebagaimana di dalam tafsir al-Qurthubi ( 18/108 ) :

والصحيح فسخ الجميع ، لأن البيع إنما منع منه للاشتغال به. فكل أمر يشغل عن الجمعة من العقود كلها فهو حرام شرعا مفسوخ ردعا

“ Pendapat yang benar bahwa seluruh akad dibatalkan, karena dilarangnya jual-beli pada waktu adzan Jum’at karena hal itu menyibukkannya. Maka setiap hal yang memalingkan dari Jum’at dari akad-akad yang ada semuanya adalah haram, dan tidak sah, agar mereka menjadi jera. “

Kepada Siapa Larangan Ini Ditujukan ?

Larangan melakukan jual beli pada waktu adzan Jum’at ini ditujukan kepada orang-orang yang berkewajiban menghadiri sholat Jum’at, yaitu seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal, merdeka, sehat, dan muqim.

Abu Bakar al-Bakri ad-Dimyati di dalam I’anatu ath-Thalibin ( 2/95 ) menyebutkan kepada siapa saja larangan jual beli ketika adzan Juma’t ini ditujukan :
Pertama : kepada yang duduk untuk sholat Jum’at

ومحل الحرمة في حق من جلس له في غير الجامع أما من سمع النداء فقام قاصدا
الجمعة فباع في طريقه أو قعد في الجامع وباع فإنه لا يحرم عليه لكن البيع في المسجد مكروه

“ Larangan ini hanya untuk orang yang duduk untuk sholat Jum’at di luar masjid. Adapun yang mendengar adzan, kemudian bangkit untuk menuju ke masjid, dan berjualan dalam perjalananannya, atau di sedang duduk di masjid dan berjualan di dalamnya, maka hal itu tidak diharamkan, tetapi berjualan di masjid sendiri hukumnya makruh. “

Tetapi Ibnu Nujaim dalam al-Bahru ar-Raiq ( 2/ 169 ) menyebutkan sebaliknya. Beliau berkata : .

وَاَلَّذِي يَبِيعُ وَيَشْتَرِي في الْمَسْجِدِ أو على بَابِ الْمَسْجِدِ أَعْظَمُ إثْمًا وَأَثْقَلُ وِزْرًا

“ Yang berjual-beli di masjid atau di pintu masjid lebih besar dosanya dan lebih berat tanggungannya. “

Kedua : kepada yang mengetahui hukumnya,

ومحلها أيضا إن كان عالما بالنهي

“ Yang diharamkan adalah orang yang mengetahui bahwa jual beli waktu adzan adalah haram . “
Ketiga : kepada yang tidak dalam keadaan darurat.

ولا ضرورة كبيعه للمضطر ما يأكله وبيع كفن لميت خيف تغيره بالتأخير وإلا فلا حرمة وإن فاتت الجمعة

“ Begitu juga diharamkan bagi yang jual belinya tidak dalam keadaan darurat, kalau dalam keadaan darurat seperti menjual untuk orang yang ingin makan ( karena kelaparan ) dan menjual kafan untuk mayit yang dikhawatirkan akan membusuk jika diundur, maka ini dibolehkan, walaupun kadang Jum’atnya terpaksa lepas darinya. “ ( Lihat juga masalah ini di Zakariya al –Anshari di dalam Asna al- Matholib ( 1/ 269 ) ).
Di dalam Hasyiatu al-Bujairmi ( 5/ 389 ) disebutkan :

أَمَّا مَا يَحْتَاجُهُ كَشِرَاءِ مَاءِ طُهْرِهِ وَسُتْرَتِهِ الْمُحْتَاجِ إلَيْهَا وَمَا دَعَتْ إلَيْهِ حَاجَةُ الطِّفْلِ وَالْمَرِيضِ مِنْ شِرَاءِ دَوَاءٍ أَوْ طَعَامٍ وَنَحْوِهِمَا فَلَا يَعْصِي الْوَلِيُّ وَالْبَائِعُ إذَا كَانَا يُدْرِكَانِ الْجُمُعَةَ .

“ Adapun yang jual-beli karena membutuhkannya, seperti membeli air untuk bersuci dan penutup aurat yang diperlukannya dan apa yang dibutuhkan anak kecil dan orang sakit seperti obat-obatan atau makanana dan sejenisnya ,maka tidak berdosa walinya dan penjualnya, walaupun keduanya berkewajiban untuk mengahdiri Jum’at. “

Adapun yang tidak ada kewajiban menghadiri sholat Jum’at, seperti perempuan dan anak-anak, maka tidak dilarang untuk melakukan jual beli. Bagaimana jika yang melakukan transaksi jual beli adalah dua orang, yang satu berkewajiban menghadiri Jum’at sedang yang satu tidak berkewajiban, seperti trnasaksi jual beli yang dilakukan antara lelaki dan perempuan ?

Berkata Zakariya al -Anshari di dalam Asna al-Mathalib ( 1/269 ) :

لَوْ تَبَايَعَ مُقِيمٌ وَمُسَافِرٌ الْأَوْلَى قَوْله أَصْلُهُ اثْنَانِ أَحَدُهُمَا فَرْضُهُ الْجُمُعَةُ دُونَ الْآخَرِ أَثِمَا جميعا لِارْتِكَابِ الْأَوَّلِ النَّهْيَ وَإِعَانَةِ الثَّانِي له عليه

“ Jika seorang musafir melakukan transaksi jual beli dengan orang yang muqim , berarti yang satu berkewajiban menghadiri sholat Jum’at, sedang yang lain tidak, maka keduanya berdosa, karena yang satu melanggar larangan jual beli, sedang yang lain telah membantu temannya untuk melanggar larangan. “
Wallahu A’lam,

Pondok Gede, 6 Syawal 1435 H / 2 Agustus 2014 M

One thought on “Larangan Jual Beli Saat Adzan Jum’at

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *