Asilah

Menghibahkan Seluruh Harta untuk Ahli Waris

Ustadz, bolehkah seseorang memberikan seluruh hartanya untuk ahli waris nya sebelum ia meninggal dunia? Tujuannya, agar setelah meninggal kelak, ahli warisnya tidak terjerumus dalam permusuhan antar saudara dan perebutan harta warisan. (Danny—Pekalongan)

Jawab :

الحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ هًدَاهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

Pada dasarnya, Islam mensyariatkan pemberian. Dan oleh karena suatu hal, ada orang yang memberikan seluruh atau hampir seluruh hartanya kepada ahli warisnya. Seseorang yang melakukannya, bisa jadi ia membagikannya sebagai hibah, dan bisa jadi pula ia membagikannya bukan sebagai hibah, yakni sebagai warisan atau wasiat.

Maksud membagikannya sebagai hibah adalah memilikkan harta kepada ahli warisnya sehingga mereka punya hak penuh untuk mengelola harta yang mereka terima dan oleh karenanya mereka bebas menggunakannya untuk keperluan dan keinginan apa pun. Maknanya, serah terima harta langsung dilaksanakan pada waktu itu. Sedangkan membagikannya sebagai warisan atau wasiat adalah menetapkan bagian masing-masing ahli waris ketika yang diwarisi masih hidup, barulah jika ia meninggal dunia ketetapan itu dilaksanakan.

Untuk cara pertama, yaitu membagikan harta sebagai hibah, ada tiga kemungkinan. Jika seseorang membagikannya secara tidak adil atau pilih kasih, misalnya anak pertama diberi separuh harta, sedangkan anak kedua, ketiga, dan ahli waris yang lain mendapatkan bagian sisanya secara rata, maka Abu Yusuf—sahabat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan para ahli fiqh madzhab Hambali mengharamkannya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah saw, “Berlaku adillah kamu dalam memberi pemberian kepada anak-anakmu!” (HR. al-Bukhariy dan Muslim)

Adapun jika ia membagikannya secara adil, dalam arti semua mendapatkan bagian yang rata tanpa melihat apakah ia anak laki-laki ataupun perempuan, maka menurut para ulama madzhab Hambali, ini adalah perbuatan yang makruh hukumnya, meskipun ada pula yang mengharamkan.

Berbeda halnya dengan jika ia membagikannya secara adil dalam arti semua mendapatkan bagian yang sesuai dengan pembagian warisan syar’i, bagian anak laki-laki adalah dua bagian anak perempuan, maka para ulama sepakat hal ini boleh dilakukan. Hanya, masih menurut mereka, yang terbaik membiarkan harta apa adanya sampai seseorang meninggal dunia.

  1. Sa’duddin Hilaliy, professor dan dekan fakultas Fiqh Perbandingan Kuliyah Syari’ah wal Qanun Universitas al-Azhar menjelaskan bahwa ada syarat praktik hibah yang harus dipenuhi. Hibah untuk anak-anak tidak boleh menyesakkan dada sebagian mereka. Maka dari itu wajib memberikan hibah dengan kadar yang masuk akal dan untuk maslahat yang nyata. Pemberian yang kadarnya berlebih atau yang diberikan bukan karena suatu keperluan yang nyata dapat mengakibatkan kedengkian di masa sekarang atau di kemudian hari.

Untuk cara kedua, yaitu membagikan harta sebagai warisan atau wasiat, ada dua kemungkinan. Jika seseorang membagikannya sesuai dengan cara syar’i, maka itu dibolehkan. Hanya, lantaran kepemilikan terhadap harta baru sah setelah seseorang meninggal dunia, perlu ditegaskan di sini bahwa jika sebagian calon ahli waris meninggal dunia terlebih dahulu, maka pembagian harus dihitung ulang.

Kemungkinan kedua dan yang banyak terjadi di negeri ini adalah seseorang membagikannya atau mewasiatkan hartanya untuk calon ahli warisnya tidak sesuai dengan cara syar’i. Hal ini dinyatakan batil oleh para ulama. Mereka sepakat.

Ibnu Hajar al-Haytamiy berkata, “Jika seorang ayah membagi semua miliknya kepada anak-anaknya, maka jika ia memilikkan kepada setiap anaknya sebagai hibah yang syar’i yang terpenuhi syarat-syaratnya, yakni adanya ijab, qabul, iqbadh (penerimaan pemberian), dan setiap anak melakukan qabadh terhadap apa yang dimilikkan kepada mereka, pun hal itu dilakukan ketika orang yang menghibahkan hartanya masih sehat, maka hal itu diperbolehkan.

Setiap orang memiliki apa yang dikuasainya tanpa persekutuan dari saudara-saudaranya. Apabila salah seorang dari yang meneriwa hibah itu meninggal dunia, maka harta yang diterimanya dulu diserahkan kepada ahli warisnya dan dibagi secara syar’i. Jika praktik hibahnya tidak dengan cara demikian, tidak dimilikkan secara syar’i, maka itu adalah pembagian yang batil. Jika si ayah tadi meninggal dunia, maka harta peninggalannya harus dibagi dengan cara islami.”

Walhasil, boleh membagikan hampir seluruh harta dengan cara hibah dengan syarat adil, namun tetap membiarkan harta menjadi milik sendiri agar kelak menjadi warisan dan dibagi sesuai dengan cara syar’i adalah pilihan terbaik. Agar anak-anak tidak bermusuhan, ajarilah mereka untuk tunduk kepada aturan Allah. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *