Kasyfu Syubhat

Imannya Samar, Kemudian Pudar

Tampaknya masih musyrik padahal sudah bersyahadat dan masuk Islam, itulah keadaan sebagian sahabat di awal periode Makkah. Menyembunyikan keislaman di awal dakwah perlu dilakukan untuk menyelamatkan jiwa dan bahkan sebagai taktik untuk mengendus makar-makar musuh Islam, sehingga bisa menyelamatkan muslim yang lain. Salah satu contohnya adalah keislaman Nu’aim bin Abdillah.

Ketika cahaya hidayah Islam belum masuk dalam kalbu Umar, ia pernah keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Nu`aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah (yang menyembunyikan keislamannya).

Setelah mengkorek informasi dari Umar, maka sahabat Nu’aim memberitakan suatu kabar yang mengakibatkan Umar membatalkan niatnya untuk membunuh Rasulullah. Bahkan kisahnya berakhir dengan masuk Islamnya Umar bin Khattab radhiallahu’anhu.

Di Madinah keadaan berubah tidak seperti di Makkah, setelah perang Badar ada sebagian yang menampakkan Islam, namun sejatinya mereka masih dalam kekafiran, mereka menyembunyikan kekafirannya di hadapan kaum muslimin supaya mendapatkan keamanan dan keuntungan dunia semata. Ketika bertemu dengan teman kafirnya maka mereka menerangkan jati diri mereka yang sebenarnya, dan bekerjasama dengan orang-orang kafir untuk melawan Islam. Itulah kemunafikan.

Yang Takut Terjangkiti Kemunafikan Itulah Mukmin

Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai tiga puluh sahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan, bahwa dirinya memiliki iman seperti imannya Jibril dan Mikail.”

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada orang merasa aman dari sifat nifak kecuali orang munafik dan tidak ada orang yang merasa khawatir terhadapnya kecuali orang mukmin.”

Ketika seorang mukmin takut dari sifat-sifat kemunafikan maka ia akan menjauh dari perbuatan tersebut, sebaliknya orang yang tidak khawatir menjadi munafik akan mudah untuk mengamalkan perbuatan kemunafikan, sehingga ketika nifak amal itu terus dilakukan menghantarkannya kepada nifak i’tiqadi (nifak akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam).

Muslim berusaha untuk tidak dusta dengan perkataannya, tidak menyebarkan hoax. Bila diberi amanah maka berupaya menunaikannya dan tidak mengkhianati amanah tersebut, beramar ma’aruf nahi mungkar serta tidak membuat makar, menunaikan janji dan bila ada perselisihan maka tidak berlaku curang dan tidak menempuh segala cara untuk menang.

Terang Terangan Beramal Kemunafikan Dekat Dengan Kekafiran

lihatlah Hari ini, ada yang mengaku Islam namun fasih menolak Syari’at Islam berlaku di bumi Nusantara, bahkan dengan lancangnya ia mengatakan kalimat kekafiran yang sangat jelas “diatas hukum agama dan adat ada konstitusi negara.”

Ada yang sangat dekat dengan orang kafir bahkan menjadikan mereka sebagai pemimpin dan meninggalkan orang Islam, padahal sudah sangat jelas, hanya orang munafiklah yang mengangkat pemimpin kafir dan meninggalkan orang-orang Mukmin.

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (An Nisa: 138-139)

Ada pula diantara mereka yang dekat dengan orang orang atheis komunis, musyrik dan ahlu kitab (yahudi dan nasrani) menjalin hubungan kerjasama, dengan dalih kemaslahatan umat dan meninggalkan bekerjasama dengan pemimpin yang muslim, padahal kita sudah tahu sesatnya aqidah orang musyrik dan ahlul kitab dan ketidak ridhaan mereka terhadap keimanan serta liciknya mereka menguasai sumber daya alam Nusantara.

Memang begitulah arwah diciptakan oleh Allah, yang setipe akan berkumpul dan bersama sama, yang tidak memiliki kesamaan sifat akan bepisah dan menjauh serta tidak mau besatu. Orang mukmin tidak mungkin bersatu dengan orang kafir, dan orang munafik sukanya bersama dengan orang kafir, baik di dunia maupun di akhirat.

Orang-orang munafik beramar mungkar dan bernahi ma’ruf, kemaksiatan dan kebatilan dibela sedangkan amal shaleh dan al haq di benci dan ditentang. Ulama yang berdakwah dengan haq dikriminalkan, sedang orang kafir nyata melakukan kesalahan dan senantiasa meruntukan bangunan keimanan malah dibela. Allah Ta’ala berfirman yang artinya :

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh kepada yang munkar dan melarang berbuat yang ma´ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (tidak suka berinfak fisabilillah dan tidak berlaku ihsan). Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 67)

Meski sisi kesesatannya berbeda, yang satu liberal yang satu syi’ah, mereka sepakat untuk memilih pemimpin kafir dan menentang penafsiran yang benar dengan tafsir batil mereka.

Orang kafir jelas menjadi musuh bagi Islam secara terang terangan, namun orang munafik juga musuh (yang sebenarnya ), waspadalah terhadap mereka (QS. Al Munafikun: 4). Allah memerintahkan kepada Nabi untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik, bersikap keras terhadap mereka (At Taubah: 73), dan berjihad melawan orang munafik adalah dengan hujjah, mengekang dan menghukum mereka serta bersikap keras dan tegas. Qotalahumullah anna yu’fakun, semoga Allah membinasakan mereka, bagaimanakah mungkin mereka berpaling dari petunjuk kepada kesesatan. Nasalullahal aafiyah was salaamah minan nifaaq.

 

 

 

One thought on “Imannya Samar, Kemudian Pudar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *