Uswah

Gejolak Madinah Perang Dzi Amar

Bulan Muharram tahun ke 3 Hijriah, Rasulullah mendapat berita bahwa Bani Tsa’labah dan Muharib bersekutu untuk menyerang daerah-daerah sekitar Madinah. Maka Rasulullah segera mengumpulkan sekitar empat ratus lima puluh pasukan dan berangkat mendatangi dua kabilah tersebut.

Di tengah perjalanan, pasukan tersebut bertemu dengan seseorang dari Bani Tsa’labah yang bernama Jabbar. Ketika dibawa ke hadapan Rasulullah, Beliau menyeru Jabbar untuk masuk Islam dan Jabbar memenuhi seruan Rasulullah. Jabbar pun diperintahkan untuk mendampingi Bilal, sebagai penunjuk jalan menuju Dzi Amar – tempat berkumpulnya pasukan Bani Tsa’labah dan Muharib.

Ketika melihat Rasulullah dan pasukannya dari kejauhan, pasukan Bani Tsa’labah dan Muharib langsung berpencar dan bersembunyi menuju gunung sekitar untuk menyelamatkan diri. Rasulullah dan pasukannya tinggal di mata air Dzi Amar selama sebulan penuh untuk menunjukkan kekuatan pasukan Muslim. Selama sebulan, pasukan Muslim tidak mendapatkan serangan satupun dari kabilah-kabilah di sekitar. Peristiwa ini tercatat dalam sejarah sebagai Perang Dzi Amar.

Ketika melihat kedatangan Nabi SAW dan pasukannya dari kejauhan, mereka langsung berlarian, berpencar dan bersembunyi menuju gunung-gunung di sekitarnya untuk menyelamatkan diri. Nabi SAW tinggal di mata air itu selama sebulan penuh dengan posisi siap siaga, tetapi tidak ada gangguan dari kabilah-kabilah di daerah Najd tersebut. Hal ini makin memperkokoh eksistensi pemerintahan baru kaum muslimin di Jazirah Arabia, yang berpusat di Madinah. Peristiwa ini disebut dengan Perang Dzi Amar.

Ka’b bin Asyraf

Ka’b bin Asyraf termasuk tokoh Yahudi Bani Nadhir yang sangat membenci Islam dan para pemeluknya. Ia merupakan orang yang sangat kaya dan mempunyai pengaruh yang besar di Jazirah Arab karena sering berbuat baik kepada orang-orang Arab. Ia memiliki benteng yang cukup kokoh, terletak di belakang perkampungan Yahudi Bani Nadhir, sisi tenggara dari Kota Madinah. Ia juga seorang penyair, dengan syair-syairnya itu ia sering mengolok-olok dan menyakiti Rasulullah dan kaum muslimin lainnya. Dengan syairnya pula ia mempengaruhi orang-orang di Jazirah Arab untuk memusuhi Islam, bahkan untuk membunuh Rasulullah.

BACA JUGA : Pelanggaran Janji Yahudi Madinah

Suatu hari di bulan Rabiul Awal tahun ketiga hijriah, Rasulullah menawarkan kepada para sahabat untuk membunuh Ka’b bin Asyraf. “Siapakah yang bersedia membunuh Ka’b bin Asyraf? Sesungguhnya dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu bangunlah seorang sahabat yang bernama Muhammad bin Maslamah, seseorang yang sangat mengenal dan berteman baik dengan tokoh Yahudi tersebut sejak masa jahiliah. Pergilah Muhammad bin Maslamah bersama teman-temannya menuju benteng Ka’b bin Asyraf.

Di hadapan Ka’b bin Asyraf, Muhammad bin Maslamah berkata sembari berpura-pura mengeluh, “Wahai Ka’b, sesungguhnya Muhammad telah meminta kami untuk membayar zakat, dan dia telah membebani kami dengan hal ini. Maksud aku datang ke sini adalah untuk meminta pinjaman darimu.”

“Demi Allah, lama-kelamaan pastilah engkau akan semakin membencinya!” lanjutnya “Aku akan meminjamkannya kepada kalian. Akan tetapi, kalian harus memberikan jaminan kepadaku.”

“Jaminan apa yang engkau inginkan?” tanya Muhammad bin Maslamah.

Setelah negosiasi yang panjang, Ka’b bin Asyraf sepakat memberikan pinjaman kepada Muhammad bin Maslamah dan teman-temannya dengan jaminan senjata mereka. Mereka pun bersepakat menentukan malam pertemuan selanjutnya.

Pada malam yang telah ditentukan, datanglah Muhammad bin Maslamah bersama Abu Nailah (saudara sesusuan Ka’b), Harits bin Aus, Abu ‘Abs bin Jabr, dan ‘Abbad bin Bisyr ke benteng Ka’b bin Asyraf. Sesampainya di depan benteng, Muhammad bin Maslamah berkata kepada rekan-rekannya “Apabila Ka’b datang menjumpai kita, aku akan memegang kepalanya lalu menciumnya. Apabila kalian melihat aku telah menguasai kepalanya maka mendekatlah dan bunuhlah dia!”

Tak lama kemudian muncullah Ka’b bin Asyraf. Aroma harum tercium dari tubuhnya.

“Aku tidak pernah mencium aroma yang lebih harum daripada aroma ini.” Ujar Muhammad bin Maslamah sambil berpura-pura memuji Ka’b. Dengan angkuhnya Ka’b bin Asyraf menjawab “Aku memiliki wanita Arab yang paling harum.”

“Apakah engkau mengizinkanku untuk mencium rambutmu?” Tanya Muhammad bin Maslamah

“Ya, silakan.”

Lalu Muhammad bin Maslamah mencium kepala Ka’b bin Asyraf. Ketika dia sudah memegang kepalanya, berkatalah Muhammad bin Asyraf kepada teman-temannya “Mendekatlah kalian!” Lalu mereka membunuh Ka’b ibnul Asyraf. Setelah itu mereka melaporkan kejadian itu pada Rasulullah.

Terusirnya Yahudi Bani Qainuqa dari Madinah dan terbunuhnya Ka’b bin Asyraf menyebabkan orang-orang Yahudi di Madinah lebih menaruh hormat kepada Rasulullah dan Islam, atau lebih tepatnya ketakutan. Sehingga mereka tidak lagi berani menyalahi perjanjian Piagam Madinah. Tetapi diam-diam mereka tetap menaruh dendam dan permusuhan kepada Islam, walau mungkin tidak terekpresikan secara jelas.

One thought on “Gejolak Madinah Perang Dzi Amar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *