Asilah

Haji Plus Ala Charles Ponzi

Ustadz, ada kenalan menawarkan kepada saya untuk mendaftarkan diri sebagian calon jamaah haji plus dengan membayar 5 juta rupiah. Dengan membayar 5 juta itu saya berhak mencari calon jamaah haji plus lain dan bila berhasil, saya akan mendapatkan ujrah (komisi) sebanyak 2,5 juta rupiah per-orang yang berhasil saya rekrut. Apabila calon jamaah yang berhasil saya rekrut berhasil merekrut calon jamaah lain, saya akan mendapatkan bonus sebanyak 500 ribu rupiah yang langsung ditransfer ke rekening saya, dan begitu seterusnya. Dengan sistem ini, ada kemungkinan saya bisa berangkat haji plus tanpa menambah biaya selain yang pernah saya setorkan waktu mendaftar.Bahkan, bisa jadi saya mendapatkan uang saku yang berlimpah.Apakah sistem seperti ini dibenarkan? (Adi—Purwokerto)

 

الْحَمْدُلِلهِوَالصَّلاَةُوَالسَّلاَمُعَلَىرَسُوْلِاللهِوَعَلَىآلِهِوَصَحْبِهِوَمَنْتَبِعَهُدَاهُإِلَىيَوْمِالْقِيَامَةِ

Kewajiban haji adalah kewajiban yang dibebankah oleh Allah kepada umat Islam yang mampu.Mampu secara fisik dan finansial.Jika kita tidak mampu, kita tidak perlu bersusah payah mengusahakannya.Apalagi sampai membebani diri dengan cara-cara mencari harta yang tidak sesuai dengan aturan syariat.

Penggambaran yang Anda berikan menunjukkan bahwa sistem yang ditawarkan oleh kenalan Anda itu identik dengan money game (arisan berantai). Ada yang menyebutnya dengan investasi, sedekah, dan sebutan-sebutan yang lain. Salah satunya adalah yang Anda tanyakan, yaitu pemberangkatan haji plus. Apapun namanya, kita mesti memperhatikan hakikat praktik money game ini.Di berbagai negara banyak orang yang sudah menjadi korban dari praktik money game ini.

Sistem seperti ini dikenal luas setelah diperkenalkan oleh Charles Ponzi (1882 – 1949), orang Italy yang bermigrasi ke Boston Amerika.Dialah orang pertama yang sukses menggunakan sistem ini untuk menipu masyarakat Amerika.Kejadiannya di sekitar tahun 1920. Pada saat itu Ponzi berhasil menilep dana sebesar 7 juta USD (kira-kira senilai 10 ton emas).

Para ulama juga sudah membahas masalah seperti ini dengan perspektif syariat.Menurut para ulama yang tergabung dalam Lajnah Daimah lil Buhuts wal Ifta` di Arab Saudi, transaksi seperti ini mengandung unsur riba, gharar (spekulasi), dan kezaliman.

Riba karena membayar sejumlah uang untuk mendapatkan sejumlah uang yang lebih besar di kemudian hari. Gharar karena ketidakpastian kapan dan berapa jumlah dana yang akan diperoleh. Dan, kezaliman karena ada “penipuan” terhadap orang-orang yang berhasil direkrut yang di kemudian hari banyak yang mengadu dan menyesal karena niatnya untuk menunaikan haji tidak kesampaian.Kenapa?Karena hampir semua kenalannya sudah mendaftar. Ke mana lagi ia harus mencari “korban”?

Wallahu a’lam.

 

 Mengucap Salam Dalam Rapat RT

 

Ustadz, apa hukumnya mengucap salam kepada para tetangga dalam sebuah rapat RT hal mana di antara mereka ada non-muslimnya, sementara setahu saya, kita tidak diperbolehkan mendahului mengucap salam kepada non-muslim? Syukran atas jawabannya. (Opick—Semarang)

 

الْحَمْدُلِلهِوَالصَّلاَةُوَالسَّلاَمُعَلَىرَسُوْلِاللهِوَعَلَىآلِهِوَصَحْبِهِوَمَنْ وَالَاهُ

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurayrah r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda:

لاَتَبْدَأُواالْيَهُوْدَوَالنَّصَارَىبِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian mendahului orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam.”

Memahami hadits di atas, kebanyakan ulama mengharamkan perbuatan mengawali mengucap salam kepada orang-orang kafir. Mereka berpegang kepada makna tekstual hadits.

Lain halnya apabila mereka yang mengucap salam terlebih dahulu kepada kita, maka kita dibolehkan menjawab dengan ucapan, “Wa’alayka,” jika hanya ada satu orang yang mengucap salam; atau, “Wa’alaykum,” jika yang mengucap salam lebih dari dua orang. Boleh juga dengan mengucap, “Wa’alaykassalam,” jika seorang non-muslim mengucapkan, “Assalamu’alaykum,” kepada kita.

Imam an-Nawawiy menulis, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman. Inilah yang benar, bahwa memulai mengucapkan salam kepada orang kafir hukumnya haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).

Memang ada sedikit ulama yang membolehkan perbuatan mendahului mengucap salam kepada non-muslim. Di antara mereka adalah Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah al-Bahiliy, Ibnu Mas’ud, Ibrahim an-Nakha’iy, dan al-Awza’i.Yang perlu dicatat baik-baik adalah bahwa mereka mensyaratkan orang-orang non-muslim itu haruslah ahli dzimmah (non-muslim yang tinggal di negeri Islam).

Al-Awza’i berkata, “Jika kamu mengucapkan salam kepada mereka, sungguh orang-orang shalih sebelum kalian ada yang mengucapkan salam kepada orang-orang seperti mereka. Dan jika kalian meninggalkannya (tidak mengucapkan salam kepada mereka), sungguh orang-orang shalih sebelum kalian pun ada yang meninggalkannya.”

Perbedaan pendapat yang tersebut di atas berkenaan dengan mengucap salam kepada non-muslim yang sendirian atau berkelompok tetapi hanya terdiri dari orang-orang non-muslim. Adapun jika dalam suatu kelompok terdapat orang-orang muslim dan ada pula yang non-muslim, maka tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kebolehan mengucapkan salam kepada sekelompok orang tadi. Tentunya dengan niatan, salam ditujukan kepada orang-orang muslim. Dasarnya, Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan satu hadits dari Usamah bin Zaid, bahwa beliau melewati majlis yang di sana ada orang-orang muslim, orang-orang musyrik penyembah berhala, dan orang-orang Yahudi. Beliau mengucapkan salam kepada orang-orang yang ada di majelis itu.

Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *