Imtihan Syafi'i

Kekhalifahan dan Keutamaan al-Faruq

ثُمَّ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

(102) Kemudian (kekhalifahan itu kami tetapkan) untuk Umar bin Khaththab—semoga Allah meridhainya.

Matan di atas adalah penggalan matan ke-102—dan masih akan dilanjutkan pada beberapa edisi mendatang, insya Allah. Seperti penggalan sebelumnya, matan ini menegaskan keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah tentang keutamaan para shahabat, khususnya yang disebut oleh Rasulullah sebagian calon penghuni surga, dan kali ini adalah al-Faruq Umar bin Khaththab. Akidah ini berbeda dengan akidah Syi’ah yang selain membenci Umar bin Khaththab, mereka juga menyatakan kefasiqan, kemunafikan, dan kekafiran beliau. Mereka pun menyebut beliau sebagai berhala Quraisy kedua setelah Abu Bakar ash-Shiddiq.

Gelar al-Faruq
Abu Umar Dzakwan berkata, “Kepada Aisyah aku bertanya, ‘Siapa yang menggelari Umar dengan al-Faruq?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Nabi n. Ada hubungan erat antara penamaan Umar dan al-Faruq dengan kemunculan Islam secara terang-terangan. Sebelum Umar masuk Islam, kaum muslimin sembunyi-sembunyi di rumah Arqam, di kaki bukit Shafa. Mereka menunaikan syiar keagamaan di rumah masing-masing. Setelah masuk Islam, Umar berkata kepada Rasulullah, ‘Bukankah kita berada di atas kebenaran, baik kita mati atau hidup?’ ‘Benar,’ jawab Rasulullah, ‘Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya. Kalian berada di atas kebenaran, baik kalian mati atau hidup.’ ‘Lantas, kenapa kita mesti sembunyi-sembunyi? Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran! Engkau mesti terang-terangan,’ kata Umar. Maka Rasulullah memerintahkan kami untuk membentuk dua barisan. Barisan pertama dipimpin oleh Hamzah dan barisan kedua dipimpin oleh Umar. Dua barisan itu memasuki masjid. Orang-orang Quraiys melihat Umar dan Hamzah. Tampak kekecewaan di wajah mereka. Belum pernah mereka kecewa seperti itu. Maka, Rasulullah memberi gelar al-Faruq. Umar membedakan yang haq dari yang batil.”

Umar Menjadi Khalifah
Khalifah Abu Bakar jatuh sakit pada musim panas setelah memerintah kaum muslimin selama dua tahun. Lima belas hari sudah beliau terbaring di tempat tidur. Beliau ingin sekali menyelesaikan masalah peggantian kekhalifahan dan mencalonkan seorang pengganti lantaran khawatir jika hal itu tidak dilakukan, kaum muslimin akan terseret ke dalam dahsyatnya perang saudara. Dari kedalaman pengamatan, sebenarnya Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun yang akan dipilih oleh kaum muslimin untuk mengambil tanggung jawab kekhalifahan yang berat itu selain Umar bin Khaththab. Namun, Abu Bakar masih tetap bermusyawarah dengan para shahabat. Ath-Thabari menulis bahwa dalam keadaan sakit, Abu Bakar naik ke balkon rumahnya dan berbicara kepada orang banyak yang berkerumunan di bawah, “Apakah kalian akan menerima orang yang aku calonkan sebagai penggantiku?”
Abu bakar melanjutkan, “Aku bersumpah bahwa aku melakukan yang terbaik dalam hal ini. Aku telah memilih Umar bin Khaththab sebagi penggantiku. Dengarkanlah aku, dan ikutilah keinginan-keinginanku!”
Para shahabat serempak menjawab, “Kami telah mendengar Anda dan kami menaati Anda.”
Kemudian Abu Bakar memanggil Utsman dan mendiktekan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai khalifah kedua.
Pagi hari setelah wafatnya Abu Bakar, Umar keluar dan berkhutbah di hadapan khalayak. Umar berkata, “Amma ba’du. Sungguh, aku diuji dengan memimpin kalian dan kalian diuji dengan aku pimpin. Aku dijadikan khalifah sepeninggal dua sahabatku. Barang siapa yang hadir di sekitar kami, kami akan terjun langsung. Dan barang siapa yang jauh dari kami, kami akan mengutus orang-orang yang kuat dan amanah. Barang siapa yang berbuat baik, kami akan menambahnya dengan kebaikan. Dan barang siapa yang berbuat buruk, kami akan menghukumnya. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian.”

Gelar Amirul Mukminin
Setelah Rasulullah wafat dan digantikan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Bakar dipanggil, “khalifah Rasulullah.” Setelah Abu Bakar wafat dan Umar menggantikan posisinya, Umar dipanggil, “khalifah, khalifah Rasulullah.” Orang-orang berkata, “Kelak yang menggantikan Umar akan dipanggil, ‘khalifah, khalifah, khalifah Rasulullah.’ Begitu seterusnya sehingga panggilannya akan panjang sekali. Bersepakatlah kalian untuk memanggil khalifah dengan satu nama yang para khalifah sesudahnya bisa dipanggil dengannya pula.”
Salah seorang shahabat berkata, “Kita adalah orang-orang yang beriman, sedangkan Umar adalah pemimpin kita.” Maka Umar dipanggil Amirul Mukminin (Pemimpin orang-orang yang beriman). Umarlah orang pertama yang dipanggil dengan panggilan itu. Hanya saja, apabila kita teliti dan periksa kembali, mestinya kita katakan, “Umarlah khalifah pertama yang dipanggil dengan Amirul Mukminin’.” Sebab, panggilan itu bukan sesuatu yang baru. Abdullah bin Jahsy al-Asadiy adalah orang pertama yang dipanggil dengan, ‘Amirul Mukninin’ saat dia memimpin pasukan perang yang diberangkatkan Rasulullah ke Nakhlah.

Keutamaan Umar
Abdullah bin Mas’ud a berkata, “‘Umar memiliki empat keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain: Pertama, berkenaan dengan tawanan perang Badar, ia mengusulkan agar mereka dibunuh semua; lantas Allah menurunkan firman-Nya:
‘Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.’ (Al-Anfal: 68).
Kedua, berkenaan dengan hijab, Umar memerintahkan istri-istri Nabi n untuk berhijab. Zainab berkata, ‘Sungguh, kamu merepotkan kami, wahai putera Khaththab! Wahyu turun di rumah-rumah kami.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya:
‘Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), mintalah dari balik tabir.’ (Al-Ahzab: 53).
Ketiga, Nabi n pernah berdoa, ‘Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar.’
Keempat, Umarlah yang mengusulkan agar Abu Bakar menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah (dan ia adalah orang yang pertama kali membaiat Abu Bakar).”
Suatu hari, sepulang Rasulullah dari salah satu peperangan yang dipimpinnya, seorang budak perempuan berkulit hitam berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku bernadzar! Jika Allah memulangkanmu dalam keadaan selamat, aku akan menabuh rebana di hadapanmu.” Beliau menimpali, “Jika kamu benar-benar bernadzar, tabuhlah! Tetapi jika tidak, jangan kamu lakukan.”
Budak perempuan itu pun mulai menabuh rebana. Abu Bakar masuk, budak itu tetap menabuh rebana. Kemudian masuklah Ali, dan budak itu tetap menabuh rebana. Lalu Utsman masuk, dan budak itu masih menabuh rebana. Ketika kemudian Umar masuk, budak itu meletakkan rebananya dan mendudukinya. Rasulullah bersabda, “Sungguh, setan takut kepadamu, wahai Umar! Aku duduk, budak perempuan itu menabuh rebananya. Lalu masuklah Abu Bakar, ia tetap menabuh. Kemudian masuklah ‘Ali, dan ia tetap menabuh. Lantas masuklah ‘Utsman dan ia tetap menabuhnya. Barulah saat kamu masuk, hai Umar, budak itu meletakkan rebananya.”

Beberapa Petuah Umar
“Sebelum kami mengetahui siapa kalian, orang yang paling kami cintai adalah yang paling baik diamnya. Jika sudah berbicara, maka yang paling baik logikanya. Jika kami telah mengetahui, maka yang paling baik perbuatannya.”
“Aku adukan kepada Allah kelemahan orang yang dapat dipercaya dan pengkhianatan orang yang kuat.”
“Orang yang paling berakal adalah orang yang paling bisa menerima udzur orang lain.”
“Pada saat sibuk itu terpuji maka menganggur itu merusak.”
“Jauhilah keadaan kenyang! Sesungguhnya ia menambah berat (baca: malas) saat hidup dan membuat busuk saat mati.”
“Jauhilah beralasan! Sesungguhnya kebanyakannya adalah dusta.”
“Barang siapa yang bekerja untukku dan ia menzhalimi seseorang namun aku tidak mengantinya setelah kabar itu sampai kepadaku, sesungguhnya aku telah menzaliminya.”
“Pelajarilah ilmu! Pelajarilah ketenangan dan kedewasaan untuk menyambutnya! Tawadhu’lah kepada orang-orang yang mengajarkan ilmu kepadamu agar kelak orang-orang yang belajar kepadamu pun tawadhu’! Janganlah kalian menjadi ulama yang kejam sehingga ilmumu tidak akan tegak karena kejahilanmu!”
“Tiga manusia yang berbahaya: tetangga yang jika melihat kebaikan diam saja tetapi jika melihat keburukan disiarkannya, istri yang jika bersamamu santun tetapi jika kamu pergi kamu tidak dapat mempercayainya, serta pemimpin yang tidak pernah memujimu dan jika kamu berbuat buruk dia pun membunuhmu.”
Semoga Allah meridhai al-Faruq dan kita semua dapat dipertemukan dengannya di akhirat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *