Fadhilah

Sembunyikan Amalan Jaga Keikhlasan

Dawud bin Hindun berpuasa selama 40 tahun, namun keluarganya tidak ada yang mengetahuinya. Dawud bekerja sebagai penggali sumur. Dia selalu membawa bekal makan siang yang disiapkan istrinya, namun ia menyedekahkannya di jalan. Sore harinya barulah ia berbuka (makan malam) bersama keluarganya.

Dahulu Ali bin Al Husein biasa memanggul karung (makanan) di kegelapan malam untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Mereka tidak tahu siapa yang selama ini menyantuni mereka. Tatkala Ali bin Al Husein meninggal dunia dan orang-orang memandikan jenazahnya, tiba-tiba mereka melihat bekas-bekas menghitam di punggungnya. Mereka lantas bertanya, “Apa ini?” Sebagian mereka menjawab, “Beliau biasa memanggul karung gandum di waktu malam untuk dibagikan kepada orang-orang fakir di Madinah.”

Abdullah bin Mubarak menutupi wajahnya di saat berperang supaya tidak dikenal.

Mereka inilah para akhfiya’. Orang-orang yang menyembunyikan amalnya. Orang-orang yang tidak suka dengan popularitas. Mereka adalah orang-orang yang berusaha menjaga dengan keras nilai keikhlasan dari setiap amal yang dilakukan. Tidak ada yang paling mereka takuti kecuali jika amal ibadahnya ditolak di hadapan Allah Ta’ala, karena dipenuhi virus popularitas, berupa riya’ (ingin diperhatikan) dan sum’ah (ingin dibicarakan). Mereka juga khawatir hatinya akan terkotori dengan penyakit ujub (bangga diri) dan kibr (sombong).

Mereka ingin mengamalkan sabda Nabi saw:

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ

“Barang siapa diantara kalian yang mampu untuk memiliki amal shaleh yang tersembunyikan maka lakukanlah !” (Dishahihkan oleh Al Albani dalam As Shahihah)

Keutamaan Menyembunyikan Amalan

Banyak fadhilah yang akan kita dapatkan jika kita kita mau menyembunyikan amal kebaikan. Rasulullah saw bersabda :

“Shalat sunnahnya seseorang yang dikerjakan tanpa dilihat oleh manusia nilainya sebanding dengan dua puluh lima shalat sunnahnya yang dilihat oleh mata-mata manusia” (HR. Abu Ya’la dalam musnadnya dan dishahihkan oleh Al Albani)

Karena itulah Ar Rabi bin Khutsaim -murid Abdullah bin Mas’ud- tidak  pernah mengerjakan shalat sunah di masjid kaumnya kecuali hanya sekali saja.

Rasulullah juga mengabarkan, diantara kunci masuk jannah dengan selamat adalah melakukan shalat malam di saat manusia terlelap dalam tidurnya yang panjang.

Beliau menyebutkan bahwa shalat malam yang paling utama adalah sebagaimana yang dikerjakan oleh nabi Daud. Yaitu segera tidur saat manusia masih berjaga dan bangun ditengah malam saat manusia sedang tidur mendengkur, lantas tidur kembali hingga menjelang subuh saat manusia mulai terbangun.  Ada rahasia dibalik disunahkannya Shalat Daud ini, yaitu untuk menjaga keikhlasan. Biarlah manusia menganggap dirinya tidak pernah shalat malam, namun di pandangan Allah tidaklah demikian.

Keutamaan lainnya, bahwa di antara golongan yang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah,

“Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menyembunyikan doa dengan cara mendoakan seseorang secara rahasia, tanpa diketahui olehnya juga memiliki keistimewaan. Doa yang dilakukan dengan cara ini adalah doa yang mustajab dan akan mendatangkan kebaikan bagi yang melakukannya, seperti dirinya yang menginginkan kebaikan untuk saudaranya. Doa yang dilakukan dengan cara ini juga jelas menunjukkan ketulusannya dalam berdoa, berbagi kebaikan dengan orang lain.

Dari Abu Darda ra., ia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang hamba muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya secara rahasia, melainkan ada malaikat yang akan berkata, “Semoga Engkaupun mendapatkan yang semisal.” (HR. Muslim)

Menyembunyikan amal adalah cara paling efektif agar amal shaleh yang kita lakukan dapat terhindar dari riya’. Ibadah yang dilakukan di tempat yang jauh dari pandangan manusia, hanya kita dan Allah saja, akan menjadikan hati lebih tenang dan tidak sibuk mengharap penilaian manusia.

Beribadah dengan cara ini hanya mampu dilakukan oleh orang-orang jujur dalam keimanannya. Ia adalah bukti keimanan dan kecintaan mereka yang sangat dalam kepada Allah. Sementara orang-orang munafik, mereka tidak akan mampu melakukannya, karena mereka senantiasa membangun ibadahnya diatas riya’.

Wahab Bin Munabbih berkata, “Orang munafik itu memilki tiga ciri, yaitu: Apabila sedang menyendiri, ia malas berbuat. Apabila ada orang lain di sisinya, ia giat beramal. Dan ia senantiasa semangat dalam segala urusan demi untuk mendapat pujian orang lain.”

Tidak Semua Harus Dirahasiakan

Merahasiakan amal ini hanyalah pada amalan-amalan yang memang disyareatkan dirahasiakan serta hal itu khusus untuk amalan sunah dan tidak berlaku untuk amalan fardhu.

Shalat berjamaah, membayar zakat, menunaikan haji di tanah suci dan amal fardhu lainnya tidak mungkin dikerjakan sembunyi-sembunyi apalagi sendirian.

Amalan sunah pun terkadang memang perlu diperlihatkan , terutama jika pelakunya adalah seorang imam atau yang dijadikan panutan. At Thabari menulis, “Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud dan beberapa orang tokoh salaf biasa mengerjakan shalat tahajud di masjid mereka. Mereka menampakkan amal baik mereka agar ditiru masyarakat.”

Menampakkan dan menyembunyikan suatu amal tetaplah suatu pilihan. Menyembunyikannya, agar sempurna khalwah (menyendirinya) seorang hamba dengan Rabbnya. Atau menampakkannya, untuk memotivasi orang lain melakukan kebaikan.

Ikhlas yang sejati, tak tergerus oleh sanjungan, tak kusam oleh cacian, ia akan tetap utuh dalam kesendirian maupun keramaian. Dalam persembunyiannya, ia terhindar dari ujub, dalam penampakannya ia terbebas dari riya. Hati yang jernih yang bisa dengan tepat menentukan kapan suatu amal disembunyikan atau ditampakkan, mana yang lebih besar kemaslahatan bagi dirinya dan juga saudaranya seiman. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *