Abu Umar Abdillah

Tawakal Sepanjang Jalan Terjal

Musafir ilallah, orang yang menempuh jalan menuju Allah adalah manusia yang kuat dan pemberani. Bagaimana tidak, jalan kebenaran untuk meraih keridhaan Allah saat berjumpa dengan-Nya adalah jalan yang penuh resiko. Telah tampak dari kejauhan bahaya yang menghadang. Jalan yang terlihat sepi dari pejalan, rawan dengan gangguan dari pihak-pihak yang tak ingin ada orang-orang yang melewati jalan itu. Akan tetapi, musafir di jalan Allah tetap keukeuh meniti jalan itu.

Bekal Sepanjang Jalan yang Terjal
Karena ia memiliki senjata ampuh, yang membuatnya lebih kuat dari umumnya manusia. Ia memiliki senjata ampuh untuk mendaki jalan yang terjal. Ia memiliki bekal yang paling memadai untuk mengatasi segala persoalan yang akan dihadapinya. Senjata dan bekal itu adalah tawakal, sebagaimana firman Allah:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupinya.” (QS. ath-Thalaq: 3).
Tawakal adalah senjata paling ampuh yang dengannya seorang hamba bisa menahan apa-apa yang tidak bisa ditahan secara fisik. Jika Allah mencukupinya, maka Allah akan menjaga misinya. Gangguan makhluk dan rintangan yang sifatnya alami, meskipun mengenai dirinya tidak akan memadharatkan dirinya. Allah akan menolongnya hingga dia bisa tetap selamat di jalan kebenaran.

Dalam Badai’ al-Fawa’id Ibnul Qayyim menukil perkataan sebagian salaf, “Allah telah menjadikan setiapa amal akan mendapatkan balasan yang sepadan, dan Allah menjadikan balasan bagi orang yang bertawakal kepada-Nya berupa kecukupan yang Dia berikan kepada hamba-Nya. Firman Allah:
“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupinya.”
Allah tidak menyebutkan bahwa orang yang bertawakal akan mendapatkan pahala sekian dan sekian sebagaimana dalam amal-amal yang lain. Akan tetapi Allah janjikan Diri-Nya akan mencukupi hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya dan akan menjaganya. Jikalau seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, maka seumpama seisi langit dan bumi membahayakannya, niscaya Allah akan menjadikan jalan keluar baginya. Allah akan mencukupi dan menolongnya.”
Maka betapa tawakal itu memiliki faedah dan manfaat yang sangat agung. Alangkah butuhnya seorang hamba terhadap sifat ini. Bukan sekadar tawakal dalam hal perolehan rezeki, tapi yang lebih dari itu adalah agar tetap ditolong oleh Allah untuk menempuh misi hidupnya; bertemu Allah dalam keadaan Allah ridha kepadanya.
Ketenangan dan Kekuatan Jiwa

Tawakal adalah ibadah hati, tawakal itu dirasai. Meski secara lahir tidak tampak, akan tetapi efek yang dihasilkan luar biasa bagi pelakunya. Karena orang yang bertawakal kepada Allah berarti memasrahkan nasib dan urusannya kepada Allah yang Maha Perkasa, Mahakaya, Mahasempurna dan Mahakuasa atas segalanya. Dan Allah telah menyepakati dan menjamin kecukupan maupun pertolongan kepada siapapun yang bertawakal kepada-Nya.
Keyakinan itulah yang membuahkan ketenangan hati. Ketenangan inilah yang dirasakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam ketika berada dalam gua. Ketika Sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengkhawatirkan keselamatan beliau, maka Nabi bersabda, “laa tahzan! Innallaha ma’ana”, janganlah bersedih, karena sesungguhnya Allah beserta kita. Sebagaimana peristiwa itu diabadikan dalam al-Qur’an.
Seperti juga ketenangan yang dialami oleh Nabi, saat beliau sedang tidur di bawah pohon, ada seseorang yang mendatangi beliau seraya mengambil pedang beliau. Tak lama kemudian beliau terjaga dari tidur, sedangkan orang itu telah berdiri di atas kepala beliau dalam keadaan mengacungkan pedangnya. Dia berkata; ‘Wahai Muhammad, siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu? Dengan tegas beliau menjawab; ‘Allah.’ Dia bertanya lagi; ‘Siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu? Beliau menjawab; ‘Allah.’ Kalimat itu diulang tiga kali. Akhirnya orang tersebut menyarungkan kembali pedangnya lalu duduk tak bisa berbuat apa-apa, sementara Rasulullah tidak menghukumnya. Demikian seperti yang diriwayatkan dalam hadits Bukhari dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu.

Dengan tawakal, ketenangan hati akan bisa kita raih saat menghadapi sikap orang kebanyakan yang menganggap asing pilihan hidup kita. Pilihan untuk taat di zaman maksiat, pilihan untuk menjauhi kesyirikan di tengah masyarakat yang masih melestarikannya, dan pilihan untuk mencegah kemungkaran saat kemungkaran banyak dibacking oleh para pendukungnya.
Bukan saja tenang, orang yang bertawakal juga akan mendapat kekuatan jiwa. Fitrah manusia akan merasa kuat apabila ada sandaran atau ‘back up’ dari pihak yang kuat. Sandaran mana yang lebih kuat dari Dzat yang dijadikan sandaran oleh orang-orang beriman. Allah Mahakuat dan kuasa untuk berbuat apapun, kapanpun, di manapun dan kepada siapapun. Inilah di antara rahasia kemenangan perang Badar di mana kaum muslimin mampu mengalahkan musuh yang berlipat jumlahnya. Allah mengisahkan peristiwa itu:
“Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu dikabulkan-Nya bagimu, “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bantuan kepadamu seribu malaikat yang datang bersambungan.” Dan tidaklah hal itu dijadikan oleh Allah untukmu kecuali sebagai berita gembira dan untuk menenteramkan hatimu. Dan tiada lain kemenangan itu kecuali datang dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana. (QS. Al Anfal: 9-10)

Optimis dan Tidak Gampang Berputus Asa
Orang yang bertawakal tidak akan putus harapan. Harapannya sentiasa segar dan memancar, sekalipun ketika dihenyak oleh ujian yang paling menggentarkan. Ia yakin, Allah tidak akan mengecewakannya, begitulah bisikan hati orang yang menyerahkan nasibnya kepada Allah.
Bahkan semakin cemas dan beratnya ujian yang melanda, semakin dekat mereka rasakan bantuan Allah akan tiba. Firman Allah:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (ketahuilah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Ketika hati terpaut kepada Allah, ia akan pasrah dan menyerah atas segala ketentuan Allah sekalipun apa yang terjadi berbeda dengan apa yang dikehendaki. Jiwa merasakan apa yang berlaku semuanya baik-baik belaka. Tidak ada ruang untuk kecewa, marah dan putus asa. Semua ini adalah buah dari sangka baik kepada Allah yang tidak akan menyusahkan apalagi menzalimi hamba-Nya.

Pertolongan Allah yang Datang Tepat Pada Waktunya
Tawakal yang sesungguhnya tak menjadi luntur ketika yang di depan mata berbeda dengan yang diharapkannya. Tak akan rugi siapapun yang menyandarkan urusannya kepada Allah. Hanya saja, soal kapan dan bagaimana cara Allah menolong hamba-Nya adalah sesuatu yang tak bisa diduga. Tapi pastilah itu terjadi dengan cara dan waktu yang paling tepat. Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in menjelaskan firman Allah:
“Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3).
Beliau berkata, “Ketika Allah menjanjikan akan memberi kecukupan bagi orang yang bertawakal kepada-Nya, bisa jadi seseorang ada yang menduga bahwa pertolongan itu datang segera seperti yang diharapkannya, maka Allah menimpali dengan firman-Nya, “…Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
Yakni waktu yang tak bisa dipastikan lamanya, namun Dia akan memberikannya pada waktu yang tepat seperti yang telah Dia tetapkan. Maka tidak selayaknya seseorang mengatakan, “Aku sudah bertawakal, sudah berdoa tapi saya belum melihat hasil dan pertolongan-Nya. Yakinlah bahwa Allah akan menyelesaikan janji-Nya pada waktu yang telah ditetapkannya.”

Seperti Nabi Ibrahim alaihissalam yang ditolong oleh Allah tepat pada waktunya. Allah menolong beliau saat dilemparkan ke dalam api, sesaat setelah beliau mengucapkan, “hasbunallahu wa ni’mal wakiil.” Hingga Allah menyelamatkannya dari api.
Begitupun dengan Nabi Musa alaihissalam, saat terdesak oleh kejaran bala tentara Fir’aun, sementera di depan adalah samudera luas, Allah menolong Rasul yang telah bertawakal kepada-Nya di saat yang tepat,
“Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab:”Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”. (QS asy-Syu’ara 60 – 62)
Maka semestinya kepada Allahlah orang-orang mukmin itu bertawakal. Wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)

One thought on “Tawakal Sepanjang Jalan Terjal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *