Aqidah

Al Quran, Keajaiban Dunia yang Terabaikan

Mengimani kemukjizatan al Quran (I’jazul quran) merupakan unsur penting dalam rukun iman kepada al Quran. I’jaz adalah keistimewaan, keunggulan, keajaiban, dan keluarbiasaan al Quran yang menihilkan kemampuan manusia untuk menandingi. Secara redaksional, kata i’jazul quran sebenarnya tidak disebutkan dalam ayat ataupun hadits. Ini merupakan istilah yang dipakai para ulama untuk menjelaskan keistimewaan al Quran. Dan secara makna, al Quran mengungkapkannya dengan kata “ayat”, “bayinah”atau “burhan” yang maknanya mengacu pada tanda-tanda dan bukti kebesaran Allah. al Quran adalah bukti dan petunjuk paling jelas akan kekuasaan-Nya.

Kemukjizatan al Quran merupakan keajaiban luarbiasa yang melampaui kemampuan nalar manusia bahkan pengetahuan zaman. Jauh lebih ajaib dari semua simbol keajaiban yang disebut manusia sebagai keajaiban dunia seperti Piramid, candi Borobudur, atau tembok besar China.

Bangunan-bangunan peninggalan masa lampau ini disebut ajaib karena dinilai melampaui zaman. Bagaimana bisa bangsa Mesir jaman dahulu mampu membuat piramid? Padahal mereka belum menemukan komputer, mesin potong batu dan pengangkat batu modern untuk mengangkat batu ribuan kilo itu dan membentuk pirmaid yang tinggi? Lengkap dengan sifat presisi, rata seimbang dan dilengkapi dengan ruangan di dalamnya? Dan bagaimana pula orang-orang Jawa jaman dahulu membangun Borobudur? Sebuah candi raksasa yang juga berasal dari potongan-potongan batu besar yang tersusun rapi, rata dan artistik?

Akan tetapi, sekagum apapun manusia terhdap bangunan-bangunan tersebut, bangunan itu hanyalah ciptan manusia. Seajaib apapun sebuah bangunan, nilainya tidak akan lebih dari sekadar peninggalan yang tidak mempengaruhi zaman selain hanya sebagai situs wisata dan bahan pelajaran. Tapi al Quran, memiliki keajaiban yang tak hanya ajaib dan melampaui zaman tapi juga memengaruhi zaman. Itu karena al Quran bukanlah ciptaan, tapi kalam suci dari ar Rahman.

Al quran memiliki I’jaz dari segala sisi. Para pakar ilmu al Quran menjelaskan bahwa al Quran memiliki keajaiban dari sisi linguistik (lughawi), informasi (ikhbari), penetapan hukum (tasyri’i) dan sains (ilmi). Semua sisi ini istimewa, ajaib, luarbiasa dan melampaui kemampuan manusia.

Pertama, dari segi I’jaz al lughawi. Keajaiban dari segi linguistik. Al quran memiliki keajaiban dari aspek fashahah, balaghah dan nazham. Aspek fashahah merujuk kepada kebenaran penggunaan kata dalam bahasa Arab. Sebuah kata disebut fashih jika kata itu benar sesuai parameter pecahan kata dalam morfologi bahasa Aarab (qiyas sharf), juga memiliki diksi yang ringan di lidah dan tidak asing di telinga. Ini baru fashih secara kata (fashahatul kalimah).

Fashih dalam kata belum tentu fashih secara kalimat (fashahtul kalam). Al Quran fashih secara kata maupun kalimat. Fashih secara kalimat adalah susunan kalimat yang bebas dari tanafurul huruf, dha’fu ta’lif dan ta’qid. Tanafurul huruf yaitu susunan kalimat yang berat dilidah karena penyebutan suatu kata yang sama atau mirip secara intens dalam satu kalimat.  Misalnya contoh syair berikut:

وَقَبْرُ حَرْبٍ بِمَكَانٍ قَفْرٍ  #  وَلَيْسَ قُرْبُ قَبْرِ حَرْبٍ قَبْرُ

“Kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) di tempat yang tandus # Tidak ada dekat kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) kuburan.”

Penggalan syair ini sulit diucap karena adanya tanafurul huruf. Adapun dha’fut ta’lif adalah susunan kata yang kacau secara Nahwu. Nahwu adalah pola susunan Subjek, predikat, objek, keterangan dan lain-lain dalam bahasa Arab. Al Quran bersih dari unsur dha’fut ta’lif ini, artinya secara ilmu nahwu, susunan kata dalam al Quran seratus persen benar. Bahkan ilmu Nahwu merujuk kepada al Quran.

Adapun ta’qid adalah penunjukan makna yang tidak jelas. Bisa dari segi lafadz yang tidak jelas atau dari segi makna berupa penggunaan majaz yang aneh dan kinayah (konotasi) yang absurd. Misalnya,

نَشَرَ المَلِكُ أَلْسِنَتَهُ  فِى المْدِيْنَة

Raja itu menyebar (mengerahkan) lidah-lidahnya di kota.

Majaz ini aneh karena yang dimaksud adalah telik sandi. Biasanya, telik sandi di majazkan dengan “mata-mata”, bukan lidah-lidah.

Adapun balaghah adalah seni mengungkapkan kata-kata yang fashih tapi juga menyentuh hati dan menjaga relevansi setiap kata dengan tempat pengucapannya dan kondisi orang yang diajak bicara. Sebuah penyapaian dikatakan telah memenuhi aspek balaghah jika ia mampu memuaskan nalar dan perasaan pendengar. Dalam balaghah,hal-hal seperti majaz, konotasi, dan metafora haruslah benar dan tepat. Nah, al Quran memiliki semua tuntutan keindahan bahasa ini.

Sedangkan nazham adalah keserasian dalam susunan nada dan bunyi, juga diksi yang digunakan untuk mewakili suatu makna atau kontek dalam susunan kalimat yang apik. Dalam pembahasan yang lebih rinci, masing-masing aspek tersebut di atas memiliki detail-detail yang membutuhkan penjelasan yang panjang.

Al Quran turun saat bahasa Arab berada pada masa keemasan. Zaman ketika bahasa yang baik, benar dan memiliki tingkat seni tinggi menjadi instrumen komunikasi yang dipakai setiap hari. Pun begitu, ketika al Quran turun, para pakar bahasa pada masa itu hanya bisa terkagum. Tingkat kebenaran, keindahan, keserasian bahasa al Quran melampaui seluruh kemampuan manusia.

DR.Abdul Karim Taufan dalam karyanya ad Dilalah al ‘Aqliyah fil Quran wa Makanatiha fie Masailil Aqidah al ilamiyah, menjelaskan, bukti bahwa al Quran memiliki i’jaz lughawi adalah tantangan al Quran kepada ahli bahasa pada zaman Nabi, bahkan juga masa sekarang, untuk membuat yang semisal dengan al Quran. Dan terbuti tidak satupun yang sanggup membuatnya bahkan meskipun hanya satu ayat, dari dulu sampai sekarang.

Membuat yang semisal maksudnya menyusun suatu kalimat yang mencakup semua unsur keindahan, kebenaran, keserasian diksi yang mampu mewakili makna dan kontek secara harmonis. Bagi kita yang tidak mengenal Bahasa Arab, barangkali agak kesulitan menilai, sebenarnya sampai sejauh mana keajaiban al Quran dari segi bahasa. Namun bagi para pakar bahasa Arab, keajaiban itu akan terasa sejak ayat pertama yang mereka baca.

Kedua, I’jaz al ikhbari. Yaitu keistimewaan al Quran dalam memberikan berita dan informasi baik dari zaman lampau maupun masa yang akan datang, berita-berita mengenai alam ghaib, bahkan mengenai berbagai macam isi hati manusia.

Kisah-kisah itu nyata dan bukti-buktinya dapat diksaksikan hingga hari ini. Sisa-sisa bangunan kaum Tsamud, mayat-mayat kaum Sodom, mummy Firaun yang masih utuh dan lain sebagainya. Di zaman nabi Muhammad, kaum Yahudi dan Nashrani merasa jumawa karena mereka mengetahui kisah-kisah umat terdahulu melalui kitab mereka. Namun setelah turun-Nya al Auran mereka tidak bisa lagi sombong.

Ketiga, dari segi i’jaz tasyri’i. Yaitu al Quran bukan sekadar kumpulan nasihat dan kisah, tapi juga berisi ketentuan hukum mengenai berbagai macam hal; halal-haram, ibadah, kewajiban, larangan-larangan, panduan etika, hikmah dan lain sebagainya.

Dan yang luarbiasa, semua aturan hukum ini dibalut dalam keindahan dan kebenaran bahasa sesuai penjelasan dalam i’jaz lughawi di atas. Bisakah anda membayangkan, anda membuat perundang-undangan tapi dengan bahasa yang benar, indah, menyentuh hati dan enak dibaca bahkan tetap enak dibaca berulang-ulang?

Keempat, i’jaz ilmi. Yaitu isyarat-isyarat dan tanda-tanda dalam al Quran tentang sains. Ada beberapa contoh, misalnya:

Ayat 12-14 surat al Mukminun menjelaskan fase-fase penciptaan manusia. Di zaman Nabi SAW, pengetahuan belum mendalami hal ini. Dan ilmu modern membuktikan hal itu secara faktual.

Ayat 43 surat an Nur tentang siklus hujan dan salju. Penelitian ilmiyah membuktikan bahwa memang seperti itulah hujan terbentuk. Dari tiupan angin, kumpulan awan, gumpalan lalu hujan.

Ayat 56 urat an nisa’ tentang siksa bagi penghuni neraka berupa ditumbuhkannya kulit yang baru setelah terkelupas akibat terbakar.  Sains membuktikan bahwa syaraf terkumpul pada kulit. Jika luka bakar telah menghilangkan kulit, maka rasa sakitnya akan berkurang saat sampai bagian daging. Oleh karenanya, kulit penghuni neraka selalu diperbarui agar tersiksa.

BACA JUGA : Percaya Adanya “ Penampakan Hantu ”, Syirikkah?

Hanya saja, i’jaz ilmi masih diperdebatkan di kalangan pakar al Quran. Pasalnya, penemuan sains masih sangat mungkin terkoreksi, sementara al Quran sudah final. Pencocokan ayat-ayat al Quran dengan sains justru akan menjadi bahan olokan ketika penemuan tersebut terkoreksi. Namun, tidak sedikit yang menambahkan bahwa penemuan-penemuan sains adalah keterangan-keterangan yang dapat menambah pemahaman terhadap suatu ayat. Dan bahwa memang, al Quran juga berbicara tentang alam dan ilmu pengetahuan meskipun dalam wujud tanda-tanda. Tanda-tanda ini menguatkan kemukjizatan al Quran. Sesuatu yang pada jaman Nabi mungkin hanya dipahami secara arti bahasa saja, seiring penemuan-penemuan ilmiyah, tanda-tanda itu semakin jelas terbaca.

Demikianlah. Al Quran adalah sebuah keajaiban yang semestinya membuat umat islam bangga. Jika pun kita tidak mampu mengunjungi berbagai simbol keajaiban dunia, kita masih memiliki keajaiban dunia nomor wahid yang tak tertandingi di lemari kita. Itulah al Quran.

One thought on “Al Quran, Keajaiban Dunia yang Terabaikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *