Fadhilah

Apa Yang Kita Kerjakan Pasca Ramadhan?

Tanpa terasa Ramadhan telah pergi meninggalkan kita. Bulan yang penuh berkah, maghfirah dan rahmat Allah itu telah berlalu meninggalkan kita. Bulan di saat hati-hati manusia begitu mudah untuk melakukan ketaatan. Suatu masa dimana orang-orang berlomba-lomba melakukan berbagai bentuk amal shalih.

PASCA RAMADHAN

Para salaf begitu merasakan kesedihan yang mendalam saat menyadari bahwa Ramadhan sebentar lagi akan pergi. Mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan agar diterima amalan ibadah mereka selama bulan Ramadhan tersebut, kemudian mereka berdoa lagi selama enam bulan agar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan di tahun yang akan datang.

Mâ ba’da Ramadhân, hari-hari setelah bulan Ramadhan adalah masa-masa yang paling mencemaskan bagi para salaf. Mereka takut akan amalan yang tertolak; shiyam di siang hari menahan lapar, qiyamul lail yang panjang, tilawah yang berulang kali khatam, berlomba menginfakkan harta, serta segudang amalan ibadah lainnya yang mereka lakukan selama Ramadhan, semuanya itu telah menjadi sebuah kekhawatiran terbesar bagi diri mereka. Mereka lebih banyak bermuhasabah dalam sebuah tanda tanya, “Apakah amal ibadahku di bulan Ramadhan kemarin diterima oleh Allah swt.?”

Ibnu Rajab berkata, “Sebagian ulama salaf menampakkan kesedihan di hari raya Idul Fitri, seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”. “Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tersebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabbku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”

Alangkah bahagianya orang-orang yang diterima amalnya, dan sungguh celaka mereka yang ditolak.  Abdullah bin Mas’ud ra pernah berkata, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ucapkan bela sungkawa.”

Ramadhan memang sudah pergi meninggalkan kita, namun bukan berarti berlalu pula amalan-amalan shalih yang telah kita kerjakan. Memang dalam sebelas bulan ke depan tidak ada shaum wajib lagi seperti di bulan Ramadhan, tapi hari-hari ke depan kita masih memiliki amalan shaum yang lain, seperti shaum sunnah 6 hari di bulan Syawal. Rasulullah saw menyebutkan fadhilahnya:

 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

          “Siapa yang mengerjakan shaum Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari shaum di bulan Syawwal, maka itu adalah seperti shaum sepanjang tahun.” (HR. Muslim)

Masih ada shaum sunnah Daud, Senin dan Kamis, shaum ayyabul bidh, shaum ‘Arafah, ‘Asyura dan sebagainya. Qiyamul lail juga masih tetap bisa kita lakukan, bahkan beliau bersabda,

“Shalat yang paling utama sesudah shalat wajib adalah qiyamul lail.” (Muttafaqun ‘alaih).

Di samping itu ada juga berbagai amalan shalat sunnah Rawatib yang berjumlah dua belas raka’at, yaitu empat raka’at sebelum shalat Zhuhur dan dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah Isya’ dan dua raka’at sebelum Subuh. Rasulullah saw bersabda,

”Seorang hamba yang setiap harinya senantiasa mengerjakan shalat sunah sebanyak dua belas raka’at -selain shalat wajib-, niscaya Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim).

Seorang mukmin mestinya tetap akan senantiasa melakukan berbagai amalan kebajikan yang lain seperti bersedekah, membaca Al Quran, dan lain sebagainya meski sudah di luar bulan Ramadhan.

Melanjutkan berbagai amalan yang telah digalakkan di bulan Ramadhan menandakan diterimanya shiyam Ramadhan, karena apabila Allah ta’ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya.

Seorang salaf berkata,  “Barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan amalan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.”

Jangan sampai kita menjadi seperti perempuan gila yang tinggal di Mekah pada zaman dahulu, namanya Riithah bintu Amru. Dia telah memintal benangnya seharian penuh dengan pintalan yang kuat, lalu dia menguraikan kembali pintalannya itu. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

          “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.. (QS. An-Nahl: 92)

Apa yang kita katakan terhadap seorang perempuan yang duduk selama sebulan penuh membuat baju dari wol dengan alat tenun, hingga mendekati selesai pembuatan baju itu dia membongkar dan merusak tenunan yang telah dia buat?. Perumpamaan ini menggambarkan kondisi sebagian kita, sebulan penuh dia hiasi hari-harinya dengan berbagai amal shalih, namun begitu berlalu bulan Ramadhan begitu cepatnya dia kembali kepada perbuatan dosa dan maksiat. Wal ‘iyadzu billah.

Baca Juga: Mereguk Lezatnya Shaum Ramadhan

Semoga Allah selalu memberikan kekuatan kepada kita untuk menjaga keseinambungan amal pasca Ramadhan dan menghindari diri  dari berbagai bentuk kemaksiatan. Selanjutnya, kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang. Allahul Musta’an. (abu hanan)

# Pasca Ramadhan # Pasca Ramadhan # Pasca Ramadhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *