Adian Husaini

Bangkitnya ‘Kaum Luth’ LGBT di Indonesia

Tentang kisah kehancuran kaum Nabi Luth AS  al Qur`an memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini.

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A’raf:80-84).

Jadi, ayat-ayat al Qur`an memberikan penjelasan yang sangat gamblang, bahwa diazabnya kaum Luth itu ada kaitannya dengan perilaku seksual yang menyimpang, yaitu perilaku homoseksual. Prof. Hamka mengutip sejumlah hadits Rasulullah SAW dalam Tafsirnya, yakni Tafsir al-Azhar: “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, Ibn Majah).

 

Baca Juga: Suka Sesama Jenis Bawaan Atau Penyimpangan

 

Hamka menulis dalam Tafsirnya tentang pasangan homoseksual yang tertangkap tangan: “Sahabat-sahabat Rasulullah SAW yang diminta pertimbangannya oleh Sayyidina Abu Bakar seketika beliau jadi Khalifah, apa hukuman bagi kedua orang yang mendatangi dan didatangi itu, karena pernah ada yang tertangkap basah, semuanya memutuskan wajib kedua orang itu dibunuh.” (Lihat, Tafsir al-Azhar, Juzu’ 8).

 

Kebangkitan ’Kaum Luth’

Manusia memang makhluk yang mudah sekali melupakan peringatan Allah. Lihatlah, fenomena yang terjadi di daerah-daerah bekas bencana. Beberapa hari setelah bencana, masjid-masjid dipenuhi manusia yang meratap dan berdoa kepada Allah. Tapi, ketika tahun berganti tahun, ketika bangunan-bangunan mulai direnovasi, saat sisa-sisa bencana mulai sirna, maka banyak lagi yang melupakan masjid. Shalat jamaah yang sebelumnya sempat ramai, kemudian menjadi sepi kembali.

Dalam soal perilaku ‘kaum Luth’ ini, marilah kita simak apa yang sedang terjadi di negeri kita? Televisi kita setiap hari menayangkan tontonan yang mengajak masyarakat untuk bersikap menerima perilaku kaum Luth, baik secara halus maupun secara terang-terangan, bahkan seringkali ditampilkan dengan sangat vulgar. Sering, tayangan ’kaum Luth’ ini dimunculkan dalam bentuk lawakan dan humor-humor segar, sehingga bisa membuat orang terlena dan terbuai dalam dunia tawa. Lama-lama, dia menganggap bahwa ’kaum Luth’ dan orientasi seksualnya adalah sesuatu yang normal dan absah, sama dengan manusia-manusia lainnya.

Lebih parah lagi, gerakan legitimasi praktik ’kaum Luth’ di Indonesia semakin mengerikan dengan munculnya sejumlah cendekiawan bidang agama yang secara terbuka menghalalkan perkawinan sesama jenis. Tahun 2004, dari Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang terbit sebuah Jurnal bernama ’Justisia’  (edisi 25, Th XI, 2004) dengan judul sampul yang mencolok mata: ”Indahnya Kawin Sesama Jenis.”  

Gerakan ’kaum Luth’ dengan justifikasi keagamaan mendapatkan momentumnya dengan kedatangan Irshad Manji, wanita lesbian, di Yogyakarta dan Jakarta pada Mei 2008. Kedatangan Manji mendapatkan liputan media massa nasional yang sangat luas. Nong Darol Mahmada, aktivis Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menulis artikel di Jurnal Perempuan (Maret 2008) dengan judul: Irshad Manji: Muslimah Lesbian yang Gigih Menyerukan Ijtihad.

 

Baca Juga: Hukum Ta’ziyah dan Mensholatkan Pelacur, Gay dan Lesbian

 

Dukungan yang sangat berarti bagi ’kaum Luth’ kemudian juga datang dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, dosen pasca sarjana UIN Jakarta yang juga aktivis AKKBB. Dalam satu makalahnya yang berjudul ” Islam Agama Rahmat bagi Alam Semesta”, Prof. Mudah menulis: ”Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi maka hubungan demikian dapat diterima.” (Lihat, Majalah Tabligh MTDK Muhammadiyah, Mei 2008)

Dalam wawancaranya dengan Jurnal Perempuan (Maret 2008), Prof. Musdah menyatakan: ”Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.”  Lalu, katanya lagi, ”Islam mengajarkan bahwa seorang lesbian sebagaimana manusia lainnya sangat berpotensi menjadi orang yang salah atau taqwa selama dia menjunjung tinggi nilai-nilai agama, yaitu tidak menduakan Tuhan (syirik), meyakini kerasulan Muhammad SAW serta menjalankan ibadah yang diperintahkan. Dia tidak menyakiti pasangannya dan berbuat baik kepada sesama manusia, baik kepada sesama makhluk dan peduli pada lingkungannya. Seorang lesbian yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini.”

Dukungan dan justifikasi keagamaan dari ”Doktor Terbaik IAIN Jakarta tahun 1996/1997” ini tentu sangat berarti bagi ’kaum Luth’ di Indonesia. Dengan justifikasi keagamaan seperti ini, bisa-bisa ’kaum Luth’ di Indonesia akan bersikap lebih garang lagi jika diberi peringatan. Dengan dalih menghalangi kebebasan beragama dan berkeyakinan dan jaminan HAM, para penolak perkawinan sesama jenis, nanti dapat dicap sebagai manusia biadab, tidak manusiawi, tidak toleran, anti-HAM,  anti-kebebasan, dan sebagainya, sebagaimana ditulis dalam Jurnal Justisia edisi perkawinan sejenis tersebut: 

“Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun,  untuk melarang perkawinan sejenis.”

Inilah musibah besar bagi negeri ini. Sebagai orang beriman, kita tentu yakin, bahwa hancurnya suatu peradaban erat kaitannya dengan perilaku dan akhlak manusia. Maka, tidak ada pilihan lain, kecuali kita diwajibkan berdakwah sekuat mungkin agar virus yang disebarkan ’kaum Luth’ ini tidak semakin meluas di masyarakat kita. Wallahu A’lam

 

Oleh: Adian Husaini

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *