Abu Umar Abdillah

Cara Menepis Godaan Kemaksiatan

Mujahid bin Jabr menceritakan bahwa seseorang menulis pertanyaan yang ditujukan kepada Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Amirul mukminin, ada seseorang yang tidak tertarik dengan suatu maksiat lalu dia tidak melakukanya, dan satunya lagi seseorang yag tertarik terhadap suatu maksiat, namun ia tidak melakukannya, manakah yang lebih utama? Maka Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab dengan tulisan, “Sesungguhnya orang yang tertarik kepada kemaksiatan namun ia tidak melakukannya (lebih utama, karena), lalu beliau membaca ayat,

 

أُولئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوى

“Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa”. (QS. al-Hujurat: 3)

Ujian berat itu adalah ketika seseorang berhadapan dengan jenis kemaksiatan yang disukainya, lalu ia memilih meninggalkannya karenatakutnya kepada Allah. Maka sesuai tatangannya itu didapatkan pahala yang besar.

Seperti orang yang menundukkan pandangan mata, tetu berbeda tingkat tantangannya antara berhadapan dengan wanita yang cantik dan mnarik dengan wanita yang biasa saja. Pada saat seseorang tetap menundukkan pandangan mata terhadap wanita cantik yang sangat ingin ia lihat maka pahalanya lebih besar.

 

Baca Juga: Ulama’ Penghamba Dunia Dipermisalkan Seperti Anjing

 

Ini berbeda dengan propaganda para pengumbar syahwat yang menganggap tindakan menahan diri dari kesenangan yang haram sebagai kemunafikan. Mereka sering memperolok-olok orang yang mengingkari maksiat dengan kata-kata, “tidak usah munafik, tidak usah menipu diri sendiri, paling-paling kamu juga suka!” Inilah syiar pengumbar hawa nafsu.

Memang benar  bahwa beberapa jenis atau bahkan banyak dari jenis kemaksiatan itu disukai, karena memang neraka itu dihiasi dengan berbagai hal yang disukai oeh hawa nafsu sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam,

“Jannah itu dihiasi dengan berbagai hak yang disukai syahwat.”

Justru ketika seseorang yang berhadapan dengan maksiat yang disukai nafsunya ia mampu menahan diri, dialah orang yang kuat atas ujian iman yang berada di hadapannya. Justru inilah yang disebut dengan ash-shabru ‘anil ma’shiyah, sabar dalam menghadapi maksiat, yakni dengan meninggalkannya meski nafsu menginginkannya.

Karena itulah Maimun bin Mahran rahimahullah berkata, “Sabar itu ada dua macam; sabar dalam menghadapi maksiat itu baik, dan yang lebih utama dari itu adalah sabar dalam usaha menjauhi maksiat.”

Sisi beratnya adalah dari sisi kuatnya dorongan untuk melakukan maksiat pada saat ia mampu melakukannya, namun rasa takutnya menghalanginya dari berbuat maksiat.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Beratnya kesabaran tergantung pada kekuatan dorongan untuk melakukan suatu perbuatan, dan tergantung pula pada kemudahan perbuatan tersebut untuk dilakukan seorang hamba. Jika terkumpul dua kondisi tersebut pada sebuah kondisi, maka kesabaran untuk mengahadapinya adalah hal terberat bagi orang yang bersabar.

Oleh karena itu, kesabaran seorang penguasa untuk tidak melakukan kezaliman padahal ia punya kekuasaan, kesabaran seorang pemuda mencegah syahwatnya padahal ia punya peluang atau kesabaran seorang yang kaya untuk tidak menghamburkan hartanya demi kesenangan, di sisi Allah lebih mendapatkan nilai dan kedudukan. Karena kuatnya dorongan berbarengan dengan terbukanya kesempatan sehingga kesabaran yang dibutuhkan lebih besar.

Ada beberapa kiat untuk menguatkan dorongan kesabaran terhadap bujukan kemaksiatan yang disukai syahwat,

Pertama,

hendaknya selalu mengagungkan Allah sembari menghadirkan kesadaran bahwa Allah selalu melihat dan mendengar. Orang yang hatinya selalu mengagungkan Allah, hatinya tidak akan terdorong untuk maksiat.

Kedua,

selalu menanamkan rasa cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika cinta telah tumbuh, maka seseorang akan meninggalkan maksiat karena cintanya itu.

 

Baca Juga: Warisan Terbaik Itu Bernama Islam

 

Ketiga,

menanamkan rasa kemenangan pada diri pribadi; menang dalam melawan hawa nafsu dan menang dalam menaklukkan godaan setan. Barang siapa bertekad kuat, ia akan mendapatkan manisnya iman, kebahagiaan, dan kemudahan. Kemenangannya melawan nafsu dan godaan setan lebih hebat daripada kemenangannya melawan musuh-musuhnya dari kalangan manusia. Dengan demikian, lebih manis dan lebih sempurna pula kebahagiaan di saat berhasil meninggalkan kemaksiatan.

Keempat,

menyibukkan diri dengan ketaatan untuk mengalihkan nafsu dari kemaksiatan. Karena nafsu itu jika tidak disibukkan dalam ketaatan, maka ia akan condong kepada kemaksiatan.  

Kelima,

hendaknya seorang hamba menyadari dirinya berada di antara dua arah tarikan yang saling bertentangan. Ia diuji di antara dua daya tarik tersebut; satu daya tarik akan menariknya menuju Allah dan menjadikannya orang yang mulia. Sementara itu, daya tarik lainnya menariknya ke jurang kenistaan dan menjadikannya orang yang hina. Setiap kali mengikuti daya tarik pertama, ia akan naik ke suatu derajat sedikit demi sedikit hingga tiba di suatu tempat tertinggi yang layak baginya. Sebaliknya, jika tunduk pada daya tarik kenistaan, ia pun akan jatuh terjerembab dalam kehinaan.

Rasa takut dan rasa malu juga bisa mencegah dari jurang kemaksiatan. Yakni rasa takut terhadap balasan atau hukuman yang timbul karena maksiat, dan rasa malu untuk menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Ia juga tidak berani bermaksiat karena nantinya ia malu hendak memohon pertolongan kepada Dzat yang telah didurhakainya. Semoga Allah menjauhkan kita dari maksiat yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, aamiin.

 

Oleh: Abu Umar Abdillah

3 thoughts on “Cara Menepis Godaan Kemaksiatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *