Biah

Hikmah di Balik Musibah

Sekilas, musibah memang tampak sebagai keburukan adanya. Namun bagi seorang mukmin, hal itu mengandung kebaikan tiada tara. Jika Allah Ta’ala menguji hamba-Nya dengan bala’, tidaklah hal itu bertujuan untuk menyengsarakan hamba-Nya. Akan tetapi Dia menimpakan bala’ adalah untuk menguji kesabaran dan kesungguhan ibadahnya. Karena bagi Allahlah ibadah seorang hamba tatkala berada dalam kesempitan, sebagaimana bagi-Nya pula ubudiyah hamba di kala lapang. Bagi-Nyalah ubudiyah hamba dalam perkara yang tidak ia suka, sebagaimana bagi-Nya pula ubudiyah hamba dalam perkara yang dia suka.

Kebanyakan manusia hanya mempersembahkan ubudiyah dalam hal-hal yang sesuai dengan seleranya saja, namun bakhil untuk memberikan ubudiyah dalam hal yang tidak mereka suka. Oleh karena itulah kedudukan hamba itu bertingkat-tingkat di sisi Allah sesuai dengan tingkatan ubudiyahnya kepada-Nya. Wudhu dengan air dingin dalam suasana yang amat panas adalah ibadah, bermuka manis di hadapan istri cantik yang dicintai adalah ibadah, memberikan nafkah kepadanya, keluarganya dan dirinya sendiri adalah ibadah. Demikian halnya wudhu dengan air dingin di saat suasana yang sangat dingin adalah ibadah, meninggalkan maksiat di saat nafsu sangat menginginkannya bukan karena takut pada manusia adalah ibadah dan menafkahkan hartanya di kala sempit merupakan ibadah. Akan tetapi (kendati sama-sama ibadah) ada perbedaan tingkatan yang jauh antara dua macam ibadah di atas.

Maka barangsiapa mampu menghamba kepada Allah dalam dua keadaan tersebut, menegakkannya di kala benci dan cinta, maka dia akan memperoleh apa yang difirmankan Allah:

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar: 36)

Kecukupan yang sempurna didapat dengan ubudiyah yang sempurna, kekurangan disebabkan pula karena kurangnya sifat ubudiyah. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaknya memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, janganlah mencela melainkan kepada dirinya sendiri.

 

suasana masjid di Palu yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami
suasana masjid di Palu yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami, Oktober 2018

Dosa dihapus, Pahala Dilipatgandakan

Bagi seorang mukmin, musibah yang menimpanya; gempa bumi, tsunami, banjir dan bencana dari alam lainnya, atau musibah yang menimpa hanya dirinya, berupa hilangnya sesuatu yang dicintainya atau luputnya harapan yang didambakannya adalah pintu kebaikan yang dibuka oleh Allah untuknya. Dia akan memasukinya dengan kunci kesabaran, hingga bersihlah dosa-dosanya:

مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

“Tiada suatu musibah menimpa seorang muslim melainkan Allah akan menghapus dosa karenaynya, kendati hanya duri yang mengenainya.” (HR. Al-Bukhari)

Bukan saja diampuni dosa-dosanya, orang yang bersabar juga mendapatkan pahala yang besar:

“kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan amal-amal shalih; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Hud: 11)

Bahkan Allah menyediakan pahala baginya ‘bighairi hisaab’, tanpa hitungan. Allah juga memberikan tiga karunia baginya, di mana masing-masing lebih baik daripada dunia dan seisinya, yakni shalawat dari Allah, rahmat-Nya dan hidayah-Nya. Bahkan, jannah yang disediakan oleh Allah hanya diberikan bagi mereka yang sanggup bersabar. Sehingga sambutan malaikat penjaga jannah kepada hamba-hamba Allah yang memasukinya adalah:

“Salamun `alaikum bima shabartum” (Selamat atas kalian karena kalian telah bersabar). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’du: 24)

Karena besarnya keutamaan sabar itulah maka para Nabi mendapatkan ujian yang paling berat, hingga mereka menjadi manusia yang paling utama pula di dunia dan akhirat.

 

Rukun Sabar

Sabar merupakan tuntutan, juga sarat dengan keutamaan dan kebaikan, namun banyak orang yang gagal mewujudkan, atau salah terapan karena minimnya pengetahuan akan rukun-rukun yang berhubungan dengan kesabaran.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan: “Adapun rukun sabar adalah menahan jiwa dari perasaan jengkel terhadap takdir yang menimpa dirinya, mencegah lisan mengeluh dan menjaga anggota badan dari berbuat maksiat seperti menampar pipi, merobek baju, menjambak rambut (karena histeris) dan semisalnya. Maka ruang lingkup sabar berkisar pada tiga rukun tersebut, jika seorang hamba menegakkan sebagaimana mestinya, niscaya ujian akan berubah menjadi anugerah, bala’ menjadi karunia dan benci menjadi rasa cinta.”

Ya Allah, wafatkanlah kami termasuk golongan orang-orang yang bersabar, Aamiin

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Kajian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *