Keluarga

Istriku Boros, Hemm…

Kutipan kalimat dalam judul di atas tentu sangat tidak sedap dibaca para istri. Betapa kalimat itu menyiratkan secara gamblang keluh-kesah suami terhadap borosnya istri. Namun, hendaklah para istri bersikap bijak terhadap lontaran keluhan suami seperti itu. Bahkan, istri yang bertakwa tentu akan menjadikan ‘kalimat pedas’ itu sebagai sarana muhasabah nafsiyah yang dahsyat. Benarkah aku boros?

Kalimat kritik tersebut seringkali meluncur dari lisan-lisan para suami saat mengobrol ke sana-ke mari dalam forum kaum lelaki. Atau paling tidak, kalimat itu barangkali banyak terukir dalam memori para suami, walaupun lisannya masih tertahan untuk memuntahkan ‘aib istri’ tersebut, demi menjaga kehormatan keluarganya.

Istri dalam Perangkap Konsumerisme

Israf atau berlebih-lebihan, alias boros, memang bukan hanya ‘dosa’ istri semata. Banyak juga para suami yang bergaya hidup boros dalam kesehariannya. Namun, secara kodrati, gejolak materialistis dan konsumerisme itu memang lebih banyak mendekam pada diri kaum wanita. Sampai ada seorang pujangga bernama Alqamah Al-Fahl yang menuturkan dalam syairnya :

Jika kalian menanyaiku tentang wanita

Maka akulah dokter yang sangat mengenal penyakit-penyakit wanita

Bila seseorang telah beruban atau hartanya sedikit

Ia takkan sedikit pun mendapat cinta mereka

Mereka menginginkan harta melimpah di mana mereka mengetahuinya

Dan bagi mereka, usia muda begitu menggairahkan

Tabiat boros yang mengental pada diri wanita ini begitu banyak mendapat cemoohan tiada tara. Orang-orang barat banyak melontarkan kritik yang tajam terhadap wanita bertipe boros ini. Simak beberapa ungkapan mereka yang sangat tidak sedap! Para istri jangan sewot dulu, sekali lagi, jadikan ini sebagai sarana muhasabah Anda. John Barrymore menuturkan, “Wanita itu satu-satunya makhluk yang tidak mengetahui apa yang harus dimilikinya, sebelum ia membelinya.” Alexandre Dumas berkata, “Pernikahan itu sama dengan perpindahan tabunganmu secara berangsung-angsur dari kantongmu ke kantong istrimu.” Salah seseorang dari mereka mengatakan, “Wanita itu penyejuk hati dan setan-setan penguras isi saku.” Sebuah pepatah Inggris mengatakan, “Wanita itu ibarat jalan, perawatannya membutuhkan biaya besar.” (Dikutip dari Ya Ma’syaran Nisa’ Rifqan bir Rijal, karya Dr. Najah binti Ahmad Zhihar).

Na’udzubillah min dzalik. Ajaran Islam yang hanif ini menolak mempersepsikan kaum wanita secara buruk dengan penilaian materialistis seperti ini. Islam sangat memuliakan kaum wanita. Terkait dengan wanita, ajaran Islam beredar untuk meluruskan tabiat wanita dan menshalihkan perilakunya. Merendahkan wanita adalah tabiat jahiliyah yang telah dikubur oleh Islam. Islam datang untuk merias wanita menjadi perhiasan dunia terindah, dengan keshalihan hati dan perilaku sebagai tolok ukurnya.

Jauhi Israf!

Islam secara tegas melarang kaum muslimin bersikap boros. Sikap boros merupakan perangkap setan untuk terus menghasung manusia menumpuk-numpuk harta, dan membelanjakannya secara berlebihan. Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْا إِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوْرًا

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al-Isra’ : 27)

Allah Ta’ala juga menegaskan, “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (Al-An’am : 141). As-Suddiy dalam menafsirkan firman Allah, “Wa la tusrifu”, ia mengatakan, “Janganlah kalian memberikan harta kalian sampai habis, setelah itu kalian duduk dalam keadaan fakir.” Ibnu Katsir mengatakan, “Jangan berlebih-lebihan dalam makanan, karena di dalamnya terdapat mudharat terhadap akal dan fisik.” Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menuturkan, “Makanlah apa yang kamu inginkan, dan pakailah apa yang kamu inginkan, selagi tidak menimpa kamu dua perkara, yaitu sikap berlebih-lebihan dan sombong.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/190).

Islam membimbing kita untuk bersikap pertengahan; tidak boros dan tidak juga bakhil. Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (Al-Furqan : 67).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Dan orang-orang yang membelanjakan hartanya dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, artinya mereka tidak bersikap boros dalam membelanjakan harta mereka dalam bentuk membelanjakannya melebihi hajat; dan tidak juga mereka bakhil kepada keluarga mereka dalam bentuk mengurang-ngurangi hak mereka, tidak mereka tahan-tahan, bahkan dengan bentuk adil dan yang terbaik, sebab sebaik-baik perkara adalah yang paling menengah, bukan ini dan bukan pula itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 10/322).

Jadilah Permata Terindah

Dalam sejarah perjalanan hidup para shahabiyah yang mulia terkandung teladan paling agung dan contoh paling indah. Fathimah Az-Zahra’ x memberi kita deskripsi nyata tentang seorang wanita muslimah yang penyabar, mengerti kondisi suami, dan tidak membebaninya dengan beragam permintaan. Suaminya, Ali bin Abi Thalib a, menghadapi situasi ekonomi yang sulit. Lantas, apa yang Fathimah lakukan? Apakah ia mengeluhkan nasibnya ini? Saksikan, apa yang dilakukannya!

Tatkala Fathimah x tak kuasa lagi menahan lapar dan dampak laparnya mulai nampak di wajahnya, Ali terkejut dengan perubahan ini dan ia segera menanyainya, “Kenapa engkau, wahai Fathimah?” “Sudah tiga hari saya tidak mendapati suatu makanan di rumah?,” jawab Fathimah. Ali bertanya lagi, “Kenapa engkau tidak memberitahuku?” “Pada malam pernikahanku, ayahku, Rasulullah n berpesan kepadaku, ‘Wahai Fathimah, bila Ali memberimu sesuatu, makanlah. Dan, bila tidak, maka jangan meminta kepadanya’,” jawab Fathimah. Subhanallah!

      Ali bin Abi Thalib a pernah membuat kriteria wanita terbaik, ia menuturkan, “Sebaik-baik wanita kalian adalah yang berbau wangi, memakan yang baik-baik; bila mengeluarkan harta, tidak berlebihan; dan bila menahannya, juga tidak berlebihan. Wanita seperti ini termasuk pekerja Allah. Dan, pekerja Allah itu tidak akan kecewa.” (Bahjatul Majalis, III : 33)

Wahai para istri, tidak bersikap boros itu permata. Tidak terlalu membebani suami dalam masalah keduniaan, itu permata. Bersikap qana’ah terhadap rezeki yang diberikan suami, itu permata. Membelanjakan harta suami secara baik, itu permata. Maka, kukuhkan Anda sekarang juga untuk menjadi permata terindah bagi suami Anda tercinta! Semoga bahagia! Wallahul musta’an.

 

Ust. Abu Ilyas Mu’afa | Rubrik Kewanitaan

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *