Kajian

Kejelasan Tashowwur, Kunci Kebangkitan

Nilai hidup yang dianut manusia pada dasarnya ada dua kategori ; nilai hidup berdasar keimanan dan nilai hidup berasaskan kebendaan. Di atas nilai itu, dibangun sistem hidup, tatanan moral, struktur masyarakat, sistem hukum, nilai baik-buruk, patut- tabu yang dianut oleh masyarakat tersebut. Kultur barat menawarkan sistem hidup berdasarkan nilai kebendaan, sedang peradaban Islam menawarkan sistem hidup berasaskan nilai keimanan.

Tawaran Kultur Barat dan Peta Geografis Pendukungnya.

Barat, dipersonifikasikan oleh masyarakat Nashrani yang telah ter-sekulerkan menampilkan peradaban bercirikan materi (kebendaan) dengan semangat Yunani-Romawi kuno yang paganis. Pemberontakan kepada segala yang bernuansa ruhani. Disepuh dengan gemerlap kemewahan, buah dari eksploitasi sumber alam yang melimpah. Dikirim dan disebarkan dengan kemajuan teknologi-informasi yang memberikan dukungan transmite dengan kecepatan live. Kini mendominasi dunia. Karakternya yang meng-eksploitasi kecenderungan manusia yang paling mudah dibangkitkan  -yakni hasrat syahwati- memungkinkan untuk dengan mudah melakukan penetrasi mempengaruhi siapapun.

Kultur ini secara entitas diwakili oleh umat Nashrani yang telah sekuler, secara geografis mereka menempati benua Eropa, Amerika Utara maupun Latin dan Australia. Dengan ketebalan arsiran yang beragam.

Kemajuan barat, setelah era renaissance, diikuti dengan sekularisasi sempurna agama Nasrani, dilanjutkan dengan penemuan dan pengembangan teknologi, memang luar biasa. Kemajuan teknologi tersebut ber-implikasi kepada eksplorasi sumber daya alam demi kepentingan kemakmuran hidup manusia, barat khususnya. Hal itu melejitkan barat pada kemajuan materi menjulang yang belum pernah dicapai oleh manusia sebelumnya.

Gelimang kemajuan dan ketersediaan fasilitas hidup yang melimpah, sementara dalam waktu yang sama barat mengalami kekeringan ruhani akibat sekularisasi kehidupan dari pengaruh agama. Adapun sebab sekularisasi agama Nasrani kita telah mafhum, perilaku para tokoh agama Nasrani yang korup dan eksploitatif dengan mengatasnamakan tuhan. Akibatnya tak hanya para patriarch dan rahib yang dibenci, tetapi juga agama-agama dan bahkan tuhan.

Mereka mengulang jalan yang dilalui oleh Yunani-Romawi kuno menuju titik tertinggi kejatuhannya. Mereka menapaki jalan hidup memuaskan kesenangan syahwat, penindasan kepada kelompok lemah seperti sebelumnya para pendahulunya memperlakukan budak. Gemerlap kehidupan materi yang menyilaukan itu, kini mereka sebarkan sebagai nilai lebih yang mereka miliki. Tanpa dapat menutupi sisi lain kerusakan moral dan tatanan kehidupan akibat meninggalkan agama. Barat menawarkan semua itu secara live, kemajuan teknologi informasi yang mereka raih memungkinkan untuk itu.

Sejatinya dagangan mereka sampah. Tetapi kemasannya yang gemerlap, menarik mata yang memandang, membangkitkan gharizhah insaniyah paling primitif manusia (kecuali yang terjaga imannya) menjadikan jualan itu menarik.

Komitment Umat Terhadap Peradaban Islam ; Jaminan Kebangkitan Kembali.

Peradaban Islam bertumpu kepada asas tauhid, meyakini kehidupan akherat setelah hidup di dunia. Di atas landasan itu dibangun peribadatan yang menunggalkan Allah, nilai moral, nilai baik-buruk, patut-tidak patut dan sistem hukum yang bertumpu kepada syari’at. Begitu pula struktur sosial masyarakat tumbuh mengikuti prinsip-prinsip di atas.

Ketinggian peradaban Islam, terletak pada jaminan asas berdirinya yang obyektif, lantaran landasan argumentasi maupun motivasi dalam peradaban Islam, kembali kepada Allah, bukan dari masyarakat muslim itu sendiri. Jika pun manusia muslim terlibat dalam pembuatan regulasi (peraturan), sesungguhnya hanya sebatas memerinci atau membuat tata cara teknis, bukan tasyri’ (pembuatan syari’at/aturan). Masyarakat Islam akan lahir tatkala komunitas umat Islam meng-implementasikan aturan, nilai moral dan hukum yang ditetapkan oleh Allah. Masyarakat Islam dan peradaban Islam lahir karena adanya komunitas manusia yang meng-implementasikan Islam dalam kehidupan.

Peradaban Islam memiliki kharakteristik berbeda dengan peradaban manusia lainnya. Peradaban manusia yang lain tumbuh dan berkembang dengan melakukan kreasi keluar dari mainstream yang telah digariskan oleh Allah, baik dalam sistem keyakinan, tata cara peribadatan, maupun produk-produk material seperti kuil-kuil pemujaan dan tempat peribadatan yang megah dipenuhi dengan arca dan ornamen yang terkadang sangat menakjubkan. Juga tatanan sosial kemasyarakatan yang pada umumnya eksploitatif dan menindas. Kreasi yang keluar dari panduan tersebut, ujungnya sudah dapat dipastikan, kehancuran! Seluruh temuan penggalian archeologis selalu menguatkan kesimpulan ini. Ya! kalau masyarakat Islam dan peradabannya dilahirkan oleh tatanan-peraturan, sebaliknya masyarakat dan peradaban di luar Islam melahirkan tatanan-peraturan.

Kebangkitan Islam, Harus Berdiri di Atas Kejelasan Tashowwur

Kebangkitan umat Islam, sesungguhnya adalah upaya untuk meraih kembali capaian yang pernah diraih oleh umat ini pada masa sebelumnya. Hal itu berarti melakukan rekonstruksi implementasi keyakinan tauhid, akhlaq, sistem hukum, tatanan sosial kemasyarakatan seperti yang pernah diraih, tentu saja dengan sarana pendukung sesuai dengan kondisi zamannya. Tashowwur ini harus jelas. Para abnaa’ ash-shohwah al-Islamiyah harus benar-benar memahami kharakteristik ini, mengetahui perbedaan hakiki antara peradaban Islam yang diperjuangkannya dengan peradaban lain yang menyelisihinya. Termasuk harus memahami dari mana titik permulaan rekonstruksi masyarakat dan peradaban Islam tersebut.

Jika masalah ini tidak dipahami benar, dikhawatirkan para pejuang kebangkitan Islam akan salah arah, mudah goyah menghadapi kampanye penyesatan dari peradaban lain yang ingin mempertahankan hegemoni-nya. Atau,… terpedaya gemerlap materi peradaban lain hanya karena merasa hidup begitu papa dan tidak mengontrol  sarana-sarana kehidupan. Atau,…banyak omong menuntut orang lain untuk menerapkan syari’at Islam dengan melupakan dirinya sendiri.

Khatimah.

Inilah alasannya, mengapa Ibnul-Qoyyim dalam Zaad al-Ma’aad memberi perhatian khusus dalam masalah ini. Kejelasan dan benarnya tashowwur beliau dudukkan sebagai persyaratan pokok pertama untuk suatu umat menjadi kelompok robbaniy, sedang syarat yang kedua adalah lurusnya irodah hanya mencari keridloan Allah. Beliau menyitir firman-Nya :

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata), “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan karena kamu tetap mempelajarinya”. (Ali Imran 79).

Elemen umat Islam yang mendambakan dirinya menjadi bagian dari kebangkitan kembali umat Islam, tetapi mengabaikan pelurusan tashowwur ini, bak menuju rumah idaman tanpa mengetahui dimana alamatnya. Tak akan sampai. Bahkan kelurusan irodah pun memerlukan tashowwur untuk menjaganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *