Uswah

Makkah

Lembah tandus nan sepi tersebut mulai ramai. Para kafilah yang semula hanya lewat kini tak lupa untuk singgah. Lambat laun, oase Zamzam berubah menjadi pemukiman. Orang Arab menyebut daerah itu sebagai kota Makkah.

Sejarah Makkah kuno memang begitu panjang. Para sejarawan mencatat beberapa kabilah pernah meramaikan kota yang dilingkari gugusan gunung tersebut. Mulai dari Jurhum, Khuzaah, hingga Quraisy. Meski demikian, cerita dan syair yang diwariskan turun temurun lebih banyak bercerita tentang Quraisy. Apalagi setelah Qushay bin Kilab menyatukan klan-klan Quraisy yang terpecah menjadi satu koloni pada pertengahan abad ke-5 masehi.

Kabilah Khuzaah yang lebih dulu tinggal di Makkah memberikan seperempat wilayah kota untuk Quraisy. Tepatnya di sekitar Kabah yang saat itu tak berpenghuni dan ditumbuhi banyak pohon. Orang Arab menganggap daerah itu keramat hingga tak berani menebang pohonnya.

Qushay adalah orang pertama yang memutus keyakinan tersebut. Pohon-pohon di sekitar Kabah ia tebang dan dimanfaatkan untuk membuat pemukiman. Setelah komunitas terbentuk, Qushay membagi tugas untuk anak-anaknya. Mulai dari memasang kiswah Kabah, melayani jemaah haji, menjaga keamanan, hingga tugas-tugas diplomasi.

Qushay lalu membangun Darun Nadwah, balai pertemuan yang menjadi sentral kegiatan Quraisy. Di tempat itulah mereka memusyawarahkan masalah-masalah kabilah, melangsungkan akad nikah hingga deal jual-beli. Darun Nadwah, juga berfungsi sebagai pengadilan, majelisnya diatur oleh para tetua klan dan cendekiawan. Anggotanya rata-rata berumur lebih dari 40 tahun.

Saat itu, tidak ada undang-undang tertulis. Juga tidak ada pemimpin, raja atau hakim yang definitif. Segala dinamika kabilah diatur secara kekeluargaan. Pola tersebut telah menjadi tradisi yang dijaga turun temurun, demi keberlangsungan harmoni dan keteraturan. Tradisi yang dibuat Qushay tersebut bak ajaran yang sakral dan mengikat.

Quraisy serius membangun kekuatannya dengan basis perdagangan. Usaha niaga memang yang utama, namun mereka tetap memperhatikan sektor industri dan kerajinan seperti usaha pembuatan senjata. Banyak budak Quraisy yang mahir membuat pedang, tombak hingga baju besi.

Satu yang pasti, perniagaan tak bisa berjalan tanpa jaminan keamanan. Untuk mewujudkan hal itu, Quraisy menggunakan pendekatan damai dengan lobi-lobi politik, bukan dengan cara kekerasan. Bahkan, nyaris tidak pernah terjadi peperangan di Makkah. Satu-satunya pertempuran yang pernah meletus ialah Perang Fijar, tapi skalanya cukup kecil. Pada perang ini, Quraisy gagal mengalahkan suku-suku badui. Menurut catatan sejarah, Rasulullah SAW ikut dalam perang ini, kala itu beliau berumur 20 tahun.

Perjanjian damai yang ditawarkan Quraisy kepada suku dan kabilah di sekitar Makkah diterima dengan baik, karena mereka sama-sama keturunan kinanah. Lewat perjanjian ini, secara tidak langsung, Quraisy berhasil membangun benteng hidup yang melindungi eksistensinya.

Quraisy terus melebarkan perjanjian dengan kabilah-kabilah yang berada di jalur perdagangan antara Makkah – Syam  – Irak – Yaman. Sebagai kompensasi, pihak Quraisy membayar sejumlah uang atau upeti kepada tetua klan. Begitu kuat kerjasama tersebut, hingga beberapa ketua klan ikut berkongsi dagang dengan menitipkan barang untuk dipasarkan.

Tokoh Quraisy yang paling berjasa mewujudkan persekutuan itu ialah Hasyim bin Abdul Manaf. Dia bahkan berhasil menjalin kesepakatan dengan pemimpin Romawi dan Persia, sehingga kabilahnya leluasa berdagang di wilayah kedua imperium tersebut. Bisnis Quraisy pun berubah dari sekup lokal menjadi usaha ekspor-impor. Terutama setelah pedagang Quraisy mulai menggunakan jalur laut.

Saudagar Quraisy mengimpor banyak barang India dan Habasyah untuk dijual di Syam. Begitu pula sebaliknya. Quraisy mendatangkan minyak wangi, kulit, bulu hingga hasil pertanian dari Habasyah. Mereka membawa rempah-rempah, sutra, bijih besi, gading gajah, emas hingga bebatuan mulia dari India. Dan dari Syam, mereka membawa gandum, minyak zaitun dan khamer.

Politik damai ini menjadi faktor keberhasilan dagang Quraisy. Dampaknya dirasakan dari meningkatnya volume perdagangan dan laba yang dihasilkan.  Wal hasil orang kaya makkah semakin kaya, yang miskin tambah miskin. Banyak orang kaya makan dengan piring emas, padahal di sekitar mereka banyak fakir miskin telantar. Kekayaan tidak merata, hanya menumpuk di Bani Abdu Syams, Bani Naufal dan Bani Makhzum.

Para tokoh Quraisy dibuat nyaman dengan kondisi yang kondusif. Mereka turut dipandang terhormat karena menjadi pelayan tanah suci. Tiap tahun, peziarah dari penjuru jazirah Arab datang berhaji. Mereka menitipkan berhala di sekitar Kabah hingga tempat suci tersebut dijejali patung yang jumlahnya mencapai 360 buah.  Tak semua sesembahan kaum musyrikin tersebut berupa patung, sebagian masih berupa batu yang berbentuk unik.

Keluarga besar Rasulullah sebenarnya bukan klan yang paling kaya di Makkah. Begitu pula Abdul muthallib, bukan tokoh paling banyak menyimpan harta. Ia disegani karena memiliki wewenang sebagai pelayan Kabah dan menyambut para jemaah haji. Sepeninggalnya, Abu Thalib mewarisi tugas itu. Namun, karena miskin dan tidak memiliki cukup uang, ia terpaksa berhutang kepada Al-Abbas bin Abdul Muthallib sebesar sepuluh ribu dirham. Abu Thalib tak mampu melunasi hutang tersebut, hingga pada akhirnya ia serahkan amanat sebagai pelayan tanah suci kepada saudaranya tersebut.

Bara dalam sekam

Meski terlihat harmonis, konflik tetap terjadi di bawah permukaan, klan-klan Quraisy terus bersaing menjadi yang paling dominan. Secara garis besar, anak keturunan Qushay terpecah menjadi 2 kubu. Pertama, kubu mutthayyibun yang terdiri dari Bani Abdu Manaf, Asad, Zuhrah, Taym dan Harits. Kedua, kubu al-ahlaf, yang terdiri dari Bani Abdu Dar, Sahm, Jumuh, Makhzum dan Adi.

Perseteruan pribadi antar anggota keluarga juga terjadi, seperti Umayyah bin Abdu Syam yang bermusuhan dengan pamannya, Hasyim bin Abdu Manaf. Permusuhan ini berlanjut hingga anak keturunan mereka. Yaitu antara Harb bin Umayyah dengan Abdul Muthallib bin Hasyim.

Permusuhan itu semakin memanas setelah Rasulullah mengikrarkan dakwah Islam. Para pemuka klan seperti Abu Umayyah Said bin Al-Ash dari bani Abdu Syams hingga Suhail bin Amru langsung mengikrarkan permusuhan.  Di barisan ini ada Abu Jahal dan dua putra mughirah; Harits dan Amru dari Bani Makhzum.

Dakwah beliau ternyata juga tak direstui seluruh keluarganya. Paman beliau, Abdul Uzza bin Abdu Mutallib justru menjadi orang yang paling keras menentang. Tokoh yang lebih dikenal dengan nama Abu Lahab ini membuat makar dan segala macam upaya demi menggagalkan dakwah. Bahkan, ketika tidak bisa ikut berperang di Badar, ia mengupah Al-Ash bin Hisyam bin Mughirah dengan bayaran 4000 dirham untuk menggantikannya.

Seperti itulah tantangan Rasulullah ketika memulai berdakwah. Bukan hal yang mudah karena beliau harus melawan arus dan memecah tembok tiran yang begitu kokoh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *