AbawiyahUsroh

Menjadi Suami Rumah Tangga Seperti Nabi

Banyak suami merasa pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak, mencuci piring, momong anak adalah pekerjaan domestik istri. Banyak suami yang tak mau menyentuh ranah ini. “Saya paling tidak suka bila tidur saya terganggu, apalagi untuk mengganti popok anak,” ujar seorang bapak. Ada juga yang mengatakan, “Saya sudah sibuk seharian bekerja. Urusan rumah tangga urusan istri.”  Padahal, suatu hal yang baik apabila suami mau membantu pekerjaan rumah yang biasa dilakukan istri untuk meringankan pekerjaan dan beban keseharian istri.

Ummul mukminin, Aisyah pernah ditanya, “Apa yang dilakukan Nabi di rumah?” Beliau menjawab, “Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya.” (HR. Bukhari).

Dalam hadits ibunda Aisyah yang lainnya, beliau berkata, “Nabi saw menjahit kainnya, menjahit sepatunya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh kaum wanita di rumah mereka.” (HR. Ahmad).

Baca Juga: Kisah Pasangan Harmonis Yang Paling Tragis

Tentu tak ada yang meragukan kesibukan Rasulullah, bukan? Beliau seorang Nabi dengan kesibukan dakwah yang luar biasa dan beliau juga seorang pemimpin. Namu, beliau sangat senang membantu pekerjaan istri beliau. Hal itu beliau lakukan kapan saja selagi beliau di rumah bersama istrinya.

Al-Aswad pernah bertanya kepada ibunda Aisyah, istri Rasulullah, mengenai apa yang dilakukan Nabi di rumah. Beliau mengatakan, “Beliau biasanya suka membantu urusan keluarganya, lalu ketika waktu shalat tiba, beliau pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat.”

Catatan penting bagi para suami bahwa ketika tiba waktu shalat, Nabi meninggalkan pekerjaan rumahnya untuk pergi ke masjid. Rasulullah meninggalkan pekerjaannya saat panggilan adzan berkmandang di masjid. Tak ada istilah kena tanggung, pakaian masih kotor, dan lain sebagainya.

Nabi telah memberi teladan kepada para suami bahwa mengerjakan pekerjaan rumah bukanlah hal yang tabu. Suami harus menyadari bahwa meskipun tampak sepele, pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan yang berat. Istri dituntut untuk bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu demi untuk berbakti kepada suaminya. Membuatnya senang dan betah di rumah.

 

Mari kita Tengok Kembali Kisah Fathimah, Putri Rasulullah

Fathimah merasa lelah dengan banyaknya pekerjaan rumah tangga yang harus ditanganinya. Dia pun pergi menemui Rasulullah untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.

Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada beliau. Tatkala Rasulullah tiba, ibunda Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.

Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Kebetulan memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, di antaranya wanita. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan. Lalu beliau pergi ke rumah Fatimah. Saat itu Fatimah dan suaminya hendak tidur. Beliau masuk rumah putrinya dan bertanya, “Saya mendapat kabar bahwa kamu datang untuk meminta satu keperluan. Apakah keperluanmu?”

Fathimah menjawab, “Saya mendengar kabar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku.”

Beliau berkata, “Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu?” Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. “Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.”

Baca Juga: Saat Konflik Mendera Dalam Bahtera Keluarga

Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Muslim.

Oleh karenanya, ketika ada waktu, suami hendaknya berusaha membantu pekerjaan istri, semampu yang ia bisa.

Mengerjakan pekerjaan rumah bagi suami bukan berarti bertukar peran sebagaimana yang kita saksikan di dalam sinetron. Suami menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga, sementara istri duduk bermalas-malasan sambil bermain HP atau menonton TV. Karena salah satu tugas utama suami sebagai qowam keluarga adalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, seorang suami selayaknya menunjukkan bahwa ia siap membantu istrinya bila mampu. Bila belum mampu tunjukkan minat untuk membantu. Kehadiran suami saat istri sedang melakukan pekerjaan rumah saja terkadang sudah cukup membahagiakan istri. Apalagi ikut mengiris bawang atau memasukkan bumbu ke dalam air yang terjerang panas untuk mematangkan hidangan, sungguh momen yang berkesan.

Jika suami tidak dapat melakukan hal ini, setidaknya ia memberikan pujian kepada istrinya dan memberikan senyuman tanda keridhaan kepadanya. Ketika ada sedikit kekurangan dari apa yang dilakukan istri, maklumi saja, tak perlu memarahi apalagi sampai memaki. Wallahu a’lam.  

 

Oleh: Redaksi/Keluarga 

One thought on “Menjadi Suami Rumah Tangga Seperti Nabi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *