Abu Umar Abdillah

Nikmat yang Tak Pernah Tamat

Tak ada yang masuk surga secara kebetulan. Semua penghuninya sejak di dunia adalah orang-orang yang merindukannya, menyengaja menuju ke arahnya dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Kerinduan itu terus terbawa, hingga tatkala mereka melewati setiap fase-fase di akhirat. Sampailah mereka di pintu jannah, yang lebarnya empat puluh tahun perjalanan. Malaikat menyambut mereka dengan hangat dan ramah, sembari mengucapkan selamat, “Salaamun ‘alaikum bimaa shabartum,” selamat atas kalian karena kalian telah bersabar.

Saat Pertama Memasuki Jannah

Ketika itu, kerinduan mereka benar-benar terobati. Merekapun melihat dirinya dengan fisik sempurna seperti Nabi Adam, usia muda seperti nabi Isa saat diangkat ke langit, dan dengan ketampanan atau kecantikan yang sempurna.

Mereka pun melihat keindahan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, bahkan belum pernah mereka bayangkan ada keindahan yang begitu rupa. Mereka menginjakkan kaki di surga yang bukan lagi tanah yang dipijaki, tapi za’faran yang semerbak merata bau wanginya. Bukan lagi butiran kerikil batu yang terdapat di sana, melainkan mutiara dan permata yang menampakkan gemerlap keindahannya.

Tidak ada kesulitan sama sekali bagi mereka utuk menemukan tempat tinggalnya di surga. Allah telah menghilangkan segala bentuk kesusahan dan kesulitan, bahkan segala hal yang bisa mengurangi kenikmatan pun disingkirkan. Karenanya, mereka langsung hafal tempat tinggalnya di jannah, melebihi hafalnya mereka terhadap rumahnya di dunia. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ بِمَسْكَنِهِ فِي الجَنَّةِ أَدَلُّ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا

“Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh salah seorang dari mereka lebih hafal terhadap rumahnya di jannah daripada rumahnya di dunia.” (HR Bukhari)

Lalu bagaimana mereka bisa mengenali tempat tinggalnya? Ibnu Bathal rahimahullah tatkala menjelaskan hadits tersebut dalam Syarh Bukhari,”Mereka mengenali rumahnya di jannah, karena berulang-ulang telah diperlihatkan kepada mereka setiap pagi dan sore (sewaktu di barzakh), sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, apabila (penghuni kubur) adalah calon penghuni jannah maka ditampakkan kepadanya tempatnya pada tiap pagi dan sore hari.”

Lantas seperti apa gambaran tempat tinggal penduduk jannah? Bukanlah aib tatkala seseorang bertanya dan ingin tahu perihal seperti apa rumah di jannah, semewah apa banguannya dan dari apa bahan bangunannya. Karena naluri manusia pastilah berfikir tentang nasib masa depannya. Hingga Rasulullahpun tidak memungkiri saat seorang sahabat bertanya kepada beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Bangunan apa yang berada di jannah?”

Beliau menjawab,

لَبِنَةٌ مِنْ فِضَّةٍ وَلَبِنَةٌ مِنْ ذَهَبٍ، وَمِلَاطُهَا الْمِسْكُ الْأَذْفَرُ، وَحَصْبَاؤُهَا اللُّؤْلُؤُ وَاليَاقُوتُ، وَتُرْبَتُهَا الزَّعْفَرَانُ

“Bangunan di surga itu, batu batanya dari perak dan batu bata dari emas, tanah lapisannya dari minyak kesturi terbaik, lantainya dari mutiara dan Yaqut, sedangkan tanahnya adalah za’faran.” (HR Tirrmidzi)

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wasallam juga menggambarkan seberapa luas kemah yang disediakan untuk penduduk jannah,

إِنَّ فِي الجَنَّةِ خَيْمَةً مِنْ لُؤْلُؤَةٍ مُجَوَّفَةٍ، عَرْضُهَا سِتُّونَ مِيلًا

“Sesungguhnya di jannah terdapat kemah untuk penghuninya yang terbuat dari mutiara yang berongga, panjang dan lebarnya 60 mil.” (HR Bukhari)

Hidangan yang Memuaskan

Pastilah nurani kita juga bertanya-tanya, makanan jenis apa yang dihidangkan di jannah, minuman seperti apa pula yang disajikan untuk mereka. Di dunia, memang banyak jenis makanan yang beraneka macam rasanya, namun tidak semua makanan mengundang selera kita. Banyak pula aneka minuman yang bervariasi rasanya, pun begitu tidak semua minuman kita menyukainya. Begitupun dengan buah-buahan dengan berbagai macam jenisnya, pun tidak semua jenis kita menyenanginya.

Berbedahalnya dengan jannah, semua yang tersedia hanyalah segala macam dan jenis yang sesuai dengan selera, baik rasa, performa maupun aromanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَفِيهَا مَاتَشْتَهِيهِ اْلأَنفُسُ وَتَلَذُّ اْلأَعْيُنُ

“…di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh jiwa dan sedap (dipandang) mata.” (QS Az Zukhruf 71)

Para penghuni jannah tak lagi terkurangi kenikmatannya saat menyantap hidangan. Tak lagi ada kekenyangan, kekhawatiran datangnya penyakit akibat makanan, dan tak ada pula kerepotan untuk buang air kecil maupun besar. Rasulullah shallalahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ يَأْكُلُونَ فِيهَا وَيَشْرَبُونَ، وَلَا يَتْفُلُونَ وَلَا يَبُولُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ وَلَا يَمْتَخِطُونَ

“Sesungguhnya ahlul jannah mereka makan dan minum di dalamnya, tidak meludah, tidak buang air kecil, tidak buang air besar dan tidak beringus.” (HR Muslim)

Ketika Nabi ditanya, “Lantas jadai apa makanan yang mereka telan?” Beliau menjawab, ““Menjadi sendawa, dan keringat yang berbau misk. Mereka diilhami selalu bertasbih dan bertahmid, sebagaimana kalian selalu bernafas.” (HR Muslim)

Tak lengkap jika ada hidangan makanan namun tak disertai minuman. Maka disediakan pula minuman dengan aneka rasa kesegaran dan kelezatannya, dan mereka bebas memilihnya dankapanpun menghendaki. Ada sungai susu, madu, arak yang tidak memabukkan, ada pula jahe seperti yang banyak disebutkan dalam banyak ayat dan hadits. Di antaranya firman Allah Ta’ala,

“Perumpamaan taman surge yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, disana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungi-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar yang lezat rasanya (yang tidak memabukkan) bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni. Didalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka.”(QS. Muhammad (15))

 

Tapi, jangan bayangkan hidangan yang sama namanya dengan apa yang di dunia itu berarti sama dari sisi rasa dan kelezatannya. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “laa yusybihu syai’un mimma fil jannati maa fid dunya illa fil asma’i,” tidak ada yang serupa antara apa yang ada di surga dengan apa yang ada di dunia, selain hanya namanya.”

Nikmat tak Pernah Tamat

Kenikmatan yang mereka rasakan tak pernah putus, tak ada jeda dan tak akan ada akhirnya. Tak ada istilah bosan atau kelelahan dan mereka juga tak akan dikeluarkan darinya. Allah Ta’ala berfirman,

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (QS. Al Hijr : 48)

Di manapun mereka singgah, serba nyaman dirasakan, semua elok untuk dipandang, dan tak ada kata membosankan. Berbeda dengan tempat wisata di dunia. Seindah apapun tempat tamasya kita singgah, pasti ada masa bosan dan lelah. Sebutlah pantai yang paling indah, taman yang paling elok, air terjun yang paling fantastis, goa-goa yang unik atau tempat apapun itu, kita tak betah untuk berlama-lama singgah di situ. Ada masanya bosan dan lelah, atau ingin segera berpindah. Tapi tidak demikian halnya dengan tempat di jannah, tak ada kata bosan dan ingin berpindah,

خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا [الكهف: 108]

“Mereka kekal di dalamnya, dan mereka tidak ingin berpindah darinya.” (QS al-Kahfi: 108)

Mereka tidak mengkhawatirkan lunturnya kenikmatan, berkurangnya kesempurnaan atau ausnya sesuatu yang mereka kenakan, karena semua itu tak berlaku di sana sejak mereka memasuki jannah. Tak ada yang sakit, tak ada gelisah, tak ada baju kumuh, tak ada rumah reot, tak ada usia tua dan bahkan mereka kekal dan tak akan mati selamanya. Rasulullah shallalahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ دَخَلَهَا يَنْعَمُ وَلَا يَبْأَسُ، وَيَخْلُدُ وَلَا يَمُوتُ، لَا تَبْلَى ثِيَابُهُمْ، وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُمْ

“Barang siapa yang memasukinya akan mendapatkan kenikmatan yang tidak membosankan, kekal tidak akan mati, pakaiannya tidak akan usang, dan usia muda yang takkan luntur.” (HR Tirmidzi)

Dan masih ada lagi kenikmatan di atas segala yang telah disebutkan sebagai bonusnya, yakni kenikmatan untuk bisa melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan surga yang telah kalian peroleh)? Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka? Kemudian Allah singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan mereka mengatakan,

فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزٌّ

Tidak ada satu pun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang wajah Allah Ta’ala.” (HR. Muslim).

Inilah rehat yang sesungguhnya, tak ada jerih payah lagi setelah mereka mendapatkannya. Alangkah tepat ketika Imam Ahmad ditanya, “kapankah kita bisa rejat?” Beliau menjawab, “Saat pertama kali menginjakkan kaki di jannah.” Semoga Allah memasukkan kita ke dalam jannah. (Abu Umar Abdillah)

 

One thought on “Nikmat yang Tak Pernah Tamat

  • Subhanallah?
    Menggugah

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *