Motivasi

Perdebatan, Pintu Setan untuk Merusak Persatuan

Ada sebuah pesan menarik dari Ibnu Masud Radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, “Janganlah engkau mengajarkan ilmu pada tiga kelompok: yang hendak menentang orang bodoh, mendebat para Ulama dan yang ingin dipandang manusia.” (Jami’ Bayanul Ilmi: Ibnu Abdil Barr)

Salah satu pesan yang disampaikan beliau kepada orang-orang yang berilmu dan menuntut ilmu adalah menghindari perdebatan. Debat banyak macamnya. Dalam istilah syar’I debat disebut dengan jidal dan kadang disebut juga dengan mira’. Perbedaanya adalah bila jidal ada kemungkinan terpuji, sedangkan mira’ adalah perdebatan yang tercela dan terlarang.

Hari ini banyak kita saksikan perdebatan sepele masalah dunia. Mulai dari perbedaan pandangan tentang olahraga, hobi, komunitas dan bahkan selera nonton film. Yang tentunya hal tersebut jelas tidak ada maknanya.

Di lain sisi, banyak muncul orang-orang yang belajar agama, namun menggunakan ilmunya untuk berdebat. Mendebatkan masalah yang sepele yang ujung-ujungnya membuat pertikain dan merusak persatuan. Ada juga seorang ahli ilmu agama yang memperdebatkan kesucian al-Quran, bahkan meragukan otentisitasnya. Hingga mencela siapa saja yang tidak sependapat dengannya,  dan parahnya, yang tidak sependapat dengannya dilabeli salah dan sesat.

“Janganlah engkau mengajarkan ilmu pada tiga kelompok: yang hendak menentang orang bodoh, mendebat para Ulama dan yang ingin dipandang manusia.”

Ibnu Mas’ud

Ketika seseorang hobi berdebat, maka Allah cabut kebaikan dari dirinya dan digantikan dengan keburukan, sehingga ia terlena dengan debatnya dan lupa untuk beramal. Sebagaimana Imam Ma’ruf al-Kurhiy rahimahullah berkata,

إذا أراد الله بعبد شرًّا، أغلق عنه باب العمل، وفتح عليه باب الجَدَل

“Apabila Allah menghendaki keburukan pada seseorang, niscaya Ia akan menutup pintu beramal dan membukakan pintu perdebatan.“ (Nuzhatul fudhala: 714/2)

Banyak sekali celaan yang disematkan bagi orang-orang yang senang berdebat, hingga debatnya tersebut menjadikannya termasuk orang-orang yang sesat. Nabi bersabda,

ما ضلَّ قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أُوتوا الجدل

“Tidaklah suatu kaum itu tersesat yang dulunya mereka mendapatkan petunjuk, kecuali karena mereka melakukan perdebatan.”

Sampai pada suatu tingkatan, debatnya bisa menjadikan orang tersebut kafir setelah dulunya ia mendapatkan petunjuk. Sebagaimana yang dilakukan umat-umat terdahulu yang menentang para Nabi mereka, dan mendebat apa yang disampaikan oleh para Utusan Allah, sehingga mereka terperosok dalam kesesatan dan akhirnya mereka kufur setelah beriman.

 

Jaminan Surga Bagi yang Meninggalkan Perdebatan

Banyak orang berdebat, padahal mereka tidak memiliki ilmu. Debat merupakan satu pintu setan, pintu yang dengannya setan leluasa membuat manusia saling membenci satu sama lain, pintu yang membuat orang merasa menang dengan pendapatnya, sehingga yang lain dianggap salah, meskipun sebenarnya pendapatnya salah dan bathil.

Andai saja mereka mengetahui keutamaan meninggalkan perdebatan, niscaya akan meninggalkannya. Meninggalkan debat merupakan tuntukan kesempurnaan iman seseorang. Orang tidak dikatakan beriman secara sempurna sampai ia meninggalkan hal tersebut. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ الْعَبْدُ الإِيمَانَ كُلَّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الْكَذِبَ فِي الْمُزَاحَةِ وَيَتْرُكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ صَادِقاً

‘Tidaklah seseorang itu beriman dengan sempurna hingga ia meninggalkan dusta saat bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun benar.” (HR. Ahmad)

Dalam hadits yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan jaminan surga yang dikhususkan bagi mereka yang meninggalkan perdebatan. Beliau bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku menjamin rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar, Aku menjamin rumah di tengan surga bagi orang yang meninggalkan perkataan dusta meskipun dalam bercanda, dan aku berikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.” (HR. Abu Dawud)

Jaminan yang diberikan nabi diatas bukan hanya bagi mereka yang meninggalkan debat kusir tanpa ilmu, tapi juga bagi mereka yang memiliki ilmu dan yakin bahwa pendapatnya benar, tapi mereka lebih memilih untuk meninggalkan hal tersebut.

Nabi juga menyandingkan hal ini dengan kebagusan akhlak, yang maknanya orang ketika terlalu banyak berdebat, kesana-kemari mengumbar perdebatan, maka hilanglah akhlaknya. Yang tersisa hanyalah rasa ujub, bangga diri dan merasa menang sendiri.

 

Debat yang Dibolehkan

Adakalanya debat dibolehkan, sebagaimana perdebatan yang terjadi antara Nabi Ibrahim dengan Namrud tentang berhala juga yang Ia lakukan dengan bapaknya. Debat untuk mematahkan kekufuran dan menegakkan kebenaran. Seperti perdebatan antara sahabat Abu bakar dengan Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang perjanjian hudaibiyah. Yang intinya untuk tetap berittiba’ dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bagaimanapun kondisinya.

Debat semacam ini dibolehkan, bahkan merupakan cara dakwah yang diperintahkan Allah, sebagaimana dalam firmannya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…..” (QS. An-Nahl: 125)

Yaitu dengan memberikan sanggahan dan bantahan dengan cara yang baik bagi orang-orang yang belum mendapatkan kenikmatan Ilmu syar’I ini. Sanggahan yang tidak menyakiti hati dan bukan hujatan yang menumbuhkan kebencian. Semoga kita tetap berada diatas kebenaran. Wallahu a’lam 

Oleh: Nurdin/Adab

 

 


Belum Baca Majalah Ar-risalah Edisi Terbaru? Dapatkan Di Sini

Majalah hati, majalah islam online yang menyajikan khutbah jumat, artikel islam keluarga dan artikel islam lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *