Menjawab Bersin Berkali-kali

Jika saudara kita bersin lima kali berturut turut, apakah wajib dijawab setiap bersinnya atau ditunggu akhir bersinnya baru kemudian di doakan?

Jawab :

Alhamdulillah,

Pertama, mendoakan orang yang bersin (setelah ia mengucapkan alhamdulillah) adalah fardhu kifayah, jika ada seseorang yang mendokannya maka gugur kewajiban muslim yang lain, tapi bila orang orang yang mendengar tidak ada yang mendoakannya maka mereka semua mendapat dosa karena meninggalkan kewajiban.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ: رَدُّ السَّلَامِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَازَةِ، وَإِجَابَةُ الدَّعَوَاتِ

“Kewajiban seorang muslim terhadap sesama muslim ada lima: (1) Menjawab salam. (2) Mendoakan yang bersin. (3). Mengunjungi yang sakit (4) Ikut mengantar jenazah, dan (5) Memenuhi undangan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sahabat sahabat kami dan selain mereka berbeda pendapat atas wajibnya menengok orang yang sakit, mendoakan orang yang bersin, dan memulai salam. Dan yang ditunjukkan oleh dalil adalah wajib, maka dikatakan wajibnya adalah wajib kifayah.” (Fatawa Kubra1/443)

Menjawab Bersin Berkali-kali

Kedua, jika bersinnya lebih dari tiga kali maka tidak didoakan dengan (yarhamukallah) akan tetapi (yang ke empat) didoakan mendapat kesembuhan, sebagaimana terdapat riwayat dalam Muwatha’ imam Malik,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنْ عَطَسَ فَشَمِّتْهُ ثُمَّ إِنْ عَطَسَ فَشَمِّتْهُ ثُمَّ إِنْ عَطَسَ فَشَمِّتْهُ ثُمَّ إِنْ عَطَسَ فَقُلْ إِنَّكَ مَضْنُوكٌ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ لَا أَدْرِي أَبَعْدَ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ

Dari Abdullah bin Abu Bakar dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika ada yang bersin, maka bertasymitlah. Jika bersin lagi maka bertasymitlah, lalu jika bersin lagi maka bertasymitlah. Jika masih bersin maka katakanlah; ‘Kamu sedang sakit pilek’.” Abdullah bin Abu Bakar berkata; “Aku tidak tahu apakah (mengatakannya) setelah yang ketiga atau keempat.” (HR. Malik)

Dan dari Salamah bin al Akwa’ radhiallahu’anhu, beliau berkata :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشَمَّتُ الْعَاطِسُ ثَلَاثًا فَمَا زَادَ فَهُوَ مَزْكُومٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang bersin di do’akan tiga kali, jika dia bersin lebih dari tiga kali berarti dia tengah terserang flu.”(HR. Ibnu Majah)

Imam Nawawi berkata, “jika seseorang bersin berturut turut, maka yang sunnah adalah mendoakannya (yarhamukallah) setiap kali ia bersin hingga yang ketiga.

Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, apakah wajib mendoakan orang yang bersin dan berulang sampai tiga kali atau lebih, maka beliau menjawab, “jika bersin tiga kali maka doakanlah pada tiap bersinnya dan pada yang ke empat doakanlah dengan mengucapkan ‘aafakallah (semoga Allah menyembuhkanmu) dari penyakit flu. Wallahua’alam

baca juga: bersin dan menguap saat shalat

Diterjemah dan diringkas dari Islamqa.info

 

# Menjawab Bersin # Menjawab Bersin # Menjawab Bersin

Bureau Pathology Syndrom

Kamis 21 april 2016, Ketua KPK Agus Rahardjo mengadakan press release penetapan Edy Nasution dan Dody Ari Supeno sebagai tersangka korupsi terkait ‘Pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Pusat. Masih terkait dengan kasus itu, digeledah pula ruang kerja dan rumah kediaman Sekjen MA, Nurhadi. [Liputan6.com].

Kurang dari dua pekan sebelumnya, Selasa, 12 April 2016 KPK juga menetapkan 5 (lima) orang tersangka kasus korupsi BPJS Kab. Subang tahun 2014. Kelima orang tersebut adalah Jajang Abdul Holik (tersangka kasus korupsi BPJS), Leni Marliani (isteri Jajang, berperan sebagai perantara suap), Ojang Suhandi (bupati Subang) tersangka penyuap dengan tujuan agar tidak terseret kasus, Deviyanti Rochaeni (jaksa Kejaksaan Tinggi Jabar), Fahri Nurmallo (jaksa Kejaksaan Tinggi Jateng yang sebelumnya menjabat di Kejaksaan Tinggi Jabar). [Liputan6.com].

Sebelum itu, publik digegerkan penangkapan Muhamad Sanusi, salah seorang anggota DPRD DKI, Ariesman Widjaja presdir PT APL dan karyawannya Trinanda Prihantoro terkait suap proyek reklamasi teluk Jakarta.

Penegak Hukum Pun Terlibat Kasus

Kutipan berita di atas menggambarkan bahwa wabah korupsi telah melanda seluruh lini kehidupan bernegara ; ada eksekutif yang terlibat, ada dari legislatif, ada dari yudikatif (dari unsur jaksa maupun lembaga pemutus/hakim/MA), ada dari pihak pengusaha, juga ada yang berperan sebagai perantara.

Deretan mereka yang terlibat dan telah mendapatkan ketetapan ‘inkrach’ dari peradilan sangat panjang. Sejak zaman Ayin dan jaksa Urip Tri Gunawan terbukti secara sah dan meyakinkan, dan telah divonis, sudah sederet penegak hukum yang terlibat kasus, baik polisi, jaksa maupun hakim. Diluar itu masih banyak lagi kasus dengan ukuran ‘mega’ yang tidak terselesaikan ; kasus BLBI, kasus bailout Bank Century dll.

Bobroknya Birokrasi

Struktur birokrasi merupakan alat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dari pusat hingga daerah. Birokrasi pemerintahan lah pelaksana pemerintahan yang sesungguhnya. Sistem ini ibarat pohon raksasa yang akarnya menjangkau personal paling bawah dari pesuruh kantor, satpam dan tukang sapu, dahannya menjulang sampai Inspektorat Jendral (Irjen). Pengisian jabatan struktural birokrasi memiliki tradisi yang sudah internalized, mapan. Militer mempunyai istilah ‘tarik gerbong’ dalam mengisi jabatan struktural birokrasi tertentu yang kosong karena mutasi atau pejabatnya memasuki masa pensiun. Prosedur pengisian jabatan struktur birokrasi itu telah ada mekanisme baku berdasarkan karier.

Berbeda dengan jabatan politis seperti Presiden dan para menteri kabinet-nya, Presiden dipilih oleh rakyat, kini pemilihan itu bahkan secara langsung, para menteri adalah pembantu Presiden yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi ‘hak prerogatif’ Presiden. Pemilihan dan pengangkatan menteri oleh Presiden berdasar alasan dan pertimbangan politik, bukan karier, sekalipun person yang diambil untuk mengisi jabatan politis itu kadang diambil dari pejabat birokrat karier.

Disini sumber persoalannya. Selama ini upaya perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah hanya sebatas perbaikan kebijakan, peraturan, perundangan dan produk-produk regulasi hukum, pusat maupun daerah. Belum menyentuh perbaikan sistem birokrasi yang akan mengawal pelaksanaan peraturan, hukum dan regulasi perundangan. Dengan kata lain, sebaik apapun regulasi peraturan (perundangan) akan mentok jika birokrasi pelaksana regulasi bermental rusak, secara sistemik dipasok tenaga pengisi struktural yang telah dirusak mentalnya sejak dari jenjang karier terbawah sampai puncak.

Apalagi jika produk regulasi mengabaikan kepentingan rakyat, mengedepankan kepentingan kelompok, atau mendahulukan kepentingan pemilik modal besar seperti yang disangkakan pada kasus suap reklamasi teluk Jakarta. Kasus BLBI yang merugikan negara hingga 700 trilyun rupiah, atau kasus Bank Century yang merugikan negara 6,7 trilyun rupiah adalah cerminan betapa penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif lebih berpihak kepada segelintir pengusaha, bukan kepada rakyat. Pemerintah telah  -diakui atau tidak diakui-  mendesign ‘rakyat mensubsidi pengusaha’.

Prof. Eko Prasojo dari UI pernah melakukan penelitian, bahwa birokrasi pemerintahan di Indonesia ini 85 % rusak. Beliau menegaskan, kerusakan itu dimulai sejak dari rekrutment ; penerimaan CPNS seringkali dimainkan oleh para pejabat birokrat, baik dalam bentuk titipan nama, berkeliaran para calo yang mengaku dapat meng-gol-kan masuk dengan imbalan tertentu sampai promosi jabatan yang mensyaratkan sejumlah uang untuk melancarkannya. Kultur bobrok birokrasi ini disebut oleh beliau sebagai ‘sindrom bureau pathology’. [Dokumentasi wawancara dengan Programa 3 RRI Kamis, 18 Pebruari 2010].

Jabatan birokrasi pemerintahan, institusi kepolisian, jaksa, hakim adalah jabatan karir dengan sistem rekrutment yang mapan, juga dalam pengisian jenjang struktural. Jika diasumsikan hasil penelitian Prof. Eko Prasojo menggambarkan kenyataan, berarti jabatan struktural yang ada dalam jenjang jabatan dan kewenangannya  -sebenarnya-  telah terisi oleh oknum-oknum dengan mental rusak. Terungkap atau tidaknya kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang hanyalah masalah ‘sedang sial atau tidak’.

Seandainya para pejabat politis bupati/walikota, gubernur, juga para senator/legislator yang dipilih oleh rakyat bersih dari mental korup sehingga menghasilkan regulasi dan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, sistem birokrasi pelaksana kebijakan (para kepala dinas di tingkat kabupaten atau kepala kantor wilayah di tingkat propinsi dan birokrasi kebawahnya, irjen kebawah di pusat) adalah merupakan suatu sistem mandiri dengan kultur kerusakan yang telah mapan. Di titik ini sering kali sebuah kebijakan yang baik terganjal.

Apalagi ternyata setidaknya telah tercatat ada 13 gubernur yang terjerat kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang, baik divonis penjara maupun bebas. [Kriminalitas.com]. Di tingkat kab/kodya, menurut catatan KPK hingga akhir 2015 tak kurang 64 kasus korupsi, catatan dari Kemendagri lebih dahsyat, hingga akhir 2014 ada 343 dari 524 kepala daerah bermasalah dengan penyelewengan anggaran. Bupati Ojang Suhandi hanya salah satunya. Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi malah tertangkap basah pesta sabu. [Merdeka.com, 13 Maret 2016].

baca juga: Sekularisasi dan Korupsi

Mengapa Masih Bertahan?

Sistem pemerintahan yang korup dan bobrok, parasit terhadap rakyatnya sendiri, menjadi agen yang menghisap sumber daya negaranya untuk kepentingan luar, adalah sistem yang layak tenggelam di arus pertarungan peradaban. Hanya saja,.. tampaknya, kekuatan-kekuatan besar yang berkepentingan masih menganggap lebih efisien dan efektif memperalat para politikus haus kekuasaan dan materi yang bermental pelayan sebagai proxy untuk mengamankan kepentingan mereka, daripada meng-invasi dengan kekuatan militer yang menjadikan rakyat segera membuka mata adanya penjajahan sehingga bisa memicu kesadaran umum dan menimbulkan reaksi perlawanan. Mari kita renungkan.

 

# Bureau Pathology Syndrom # Bureau Pathology Syndrom # Bureau Pathology Syndrom # Bureau Pathology Syndrom # Bureau Pathology Syndrom

Kapan Makmum Membaca Al-Fatihah

Tanya :

Bagaimana cara membaca alfatihah yang benar dalam shalat berjamaah, apakah bersamaan dengan imam atau setelah imam selesai membawa alfatihah kemudian makmum baru membacanya? Syukran

Jawab :

Alhamdulillah wasshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa’ala aalihi washahbihi waman tabi’a hudah

Ulama berbeda pendapat dalam hal bacaan alfatihah bagi makmum. Ada yang berpendapat makmum tidak wajib membaca alfatihah karena yang wajib adalah membaca alqur’an yang mudah dibaca, berdalil dengan firman Allah surat al Muzammil ayat 20 dan sabda Rasul kepada seseorang, “Bacalah apa yang mudah bagimu dari al qur’an.” (HR. bukhari dan Muslim), ada pula yang berpendapat bahwa makmum tidak wajib membaca alfatihah secara mutlak, baik dalam sirriyah (ketika imamnya melirihkan bacaan) maupun dalam jahriyah (ketika imam mengeraskan bacaannya). Namun pendapat ini sangat lemah dan bertentangan dengan dalil yang sharih (jelas) dan shahih :

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab (Al Fatihah)” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pendapat yang mewajibkan makmum membaca alfatihah juga terdapat perbedaan, pendapat pertama mewajibkan makmum membaca alfatihah, baik ketika jahriyah (imam mengeraskan bacaan) atau sirriyah (imam tidak mengeraskan bacaannya). Berdalil dengan sabda Nabi :

“Mungkin diantara kalian ada yang membaca Al Qu’ran dibelakangku? Ubadah bin Shamit menjawab: iya, saya wahai Rasulullah. Nabi bersabda: jangan kau lakukan hal itu, kecuali Al Fatihah. Karena tidak ada shalat bagi orang yang tidak membacanya“ (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan beliau menghasankannya)

BACA JUGA : SHALAT DENGAN MUSHAF

Dan pendapat kedua, makmum hanya diwajibkan membaca alfatihah ketika sirriyah, adapun ketika imam mengeraskan bacaannya maka makmum diam dan cukup mendengarkannya. berdalil dengan hadits :

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai dari shalat yang di baca Jahr (jelas), lalu beliau bersabda; “Apakah ada seseorang yang membaca (ayat) bersamaku tadi?” seorang laki-laki berkata; “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: ” Kenapa aku ditandingi dalam membaca Al Qur`an?” berkata (Az Zuhri); “Seketika itu orang-orang yang membaca bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalat-shalat yang di baca nyaring pun berhenti, setelah mendengar hal itu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Abu Daud)

Bila mengikuti pendapat bahwa makmum tetap membaca alfatihah ketika jahriyah, maka membacanya boleh ketika imam membaca alfatihah atau ketika imam membaca surat, atau ketika imam berhenti diantara bacaan alfatihah dan surat (bila imam berhenti sejenak).

Syaikh Ibnu Utsaimin merajihkan makmum membaca alfatihah setelah imam selesai membaca alfatihah karena mendengarkan alfatihah yang merupakan rukun dalam shalat lebih utama, adapun jika makmum terlambat dan mendapati imam membaca surat maka ia bisa langsung membaca alfatihah kemudian mendengarkan bacaan imam.

Wallahua’alam bis shawab

 

Rampasan Perang Dan Tawanan Badar

Rasulullah mengutus Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah untuk memberikan kabar gembira ke Madinah setelah kemenangan jelas diraih pasukan Muslim. Sementara itu, di Madinah tersebar desas-desus bahwa Rasulullah terbunuh di Badar. Kabar tersebut disebarkan oleh orang-orang munafiq. Saat salah seorang munafiq melihat Zaid bin Haritsah datang dengan menunggang unta Rasulullah, dia berteriak, “Muhammad telah terbunuh, itu adalah untanya yang dibawa Zaid.”

Penduduk Madinah segera mengerumuni dua utusan tersebut begitu keduanya  memasuki Madinah. Mereka menanyakan kabar pasukan muslim. Setelah penduduk Madinah mendengar bahwa pasukan Rasulullah mengalami kemenangan di perang Badar, kegembiraan langsung merebak di seluruh penjuru Madinah. Pekik takbir dan tahlil terdengar seantero Madinah. Segera saja mereka pergi ke jalan yang menuju arah Badar untuk menyambut Rasulullah dan pasukan muslimin.

 

BACA JUGA: SETELAH PEPERANGAN UHUD

 

Sementara itu, telah menjadi kebiasaan Rasulullah utuk tinggal selama tiga hari seusai perang untuk membereskan semua urusan. Muncullah masalah terkait pembagian rampasan perang / ghanimah di tengah-tengah pasukan muslim. Terjadi perbedaan pendapat diantara anggota pasukan yang terbagi menjadi tiga kelompok, masing-masing kelompok berpendapat mereka berhak mendapatkan sebagian besar rampasan perang karena merasa paling besar kontribusinya dalam memenangkanpeperangan.

Kelompok yang pertama adalah para sahabat yang bertugas sebagai pasukan garda depan, mereka merasa paling berjasa karena berhasil mengusir musuh hingga kalah dan lari dari medan perang. Kelompok yang kedua adalah pasukan yang berposisi di tengah, mereka merasa paling berjasa mengumpulkan banyak rampasan perang yang ditinggalkan pasukan musuh. Kelompok terakhir adalah pasukan yang ditugaskan menjaga keselamatan Rasulullah, mereka mersa paling berjasa karena berhasil menjaga Rasulullah dari serangan-serangan musuh.

Ketika perbedaan pendapat diantara sahabat makin meruncing, Allah menurunkan wahyu ayat pertama dari surat Al-Anfal :

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.

Maka Rasulullah memerintahkan agar semua harta rampasan perang diserahkan kepada Rasulullah.

Sesampainya di Madinah, Rasulullah bermusyawarah dan meminta pendapat para sahabat tentang tawanan dari pasukan quraisy. Abu Bakar mengutarakan pendapatnya, “mereka ini sepupu-sepupu kita, saudara-saudara kita dan keluarga-keluarga kita. Sebaiknya mereka dibebaskan dengan tebusan. Bukan semata-mata karena kasihan pada mereka, tapi karena kita ingin mempunyai uang. Dana yang diperoleh bisa memperkuat pasukan kita, membeli senjata sehingga kaum muslimin menjadi lebih kuat lalu kita doakan mereka para tawanan agar memperoleh hidayah dan masuk islam”.

Kemudian Rasulullah menanyakan pendapat kepada Umar bin Khattab.  “Demi Allah pendapatku tidaklah sama dengan pendapat Abu Bakar. Ya Rasul, menurutku serahkan Fulan (kerabat Umar) kepadaku, biar kupenggal lehernya. Serahkan Uqail bin Abi Thalib kepada Ali bin Abi Thalib biar dia penggal lehernya. Serahkan Fulan kepada Hamzah (saudaranya) biar dia penggal lehernya. Agar musuh-musuh Allah mengetahui bahwa dalam hati kita tidak menyimpan rasa iba terhadap orang-orang musyrik serta dedengkot mereka. Begitulah pendapat Umar.

Diantara kedua pendapat tersebut, Rasulullah lebih condong kepada pendapat Abu Bakar, meskipun dikemudian hari turun wahyu yang membenarkan pendapat Umar. Pendapat Abu Bakar tersebut akhirnya dilaksanakan, tawanan diwajibkan membayar tebusan. Nilai tebusannya ada yang mencapai empat ribu dirham, tiga ribu dirham, dan seribu dirham. Sedang bagi tawanan yang tidak sanggup membayar tebusan, bisa dengan mengajar baca dan tulis sepuluh anak-anak Madinah.  Bahkan sebagian tawanan dibebaskan Rasulullah tanpa tebusan apapun.

 

 

dibuka peluang menjadi agen dikota anda,
info dan pemesanan majalah islam Arrisalah
hubungi:

Tlp: 0813-9103-3330 (klik untuk chat)

facebook: @majalah.arrisalah

Instagram: majalah_arrisalah

Website: arrisalah.net

Berteman Dengan Orang Shalih

Berteman Dengan Orang Shalih – Manusia tidak bisa hidup sendiri, ia membutuhkan teman untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Memilih teman bukan perkara sepele, karena teman mempunyai pengaruh yang besar bagi seseorang dalam hidupnya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan karena terpengaruh teman yang buruk. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.

Pengaruh teman buruk

Teman yang buruk memberikan pengaruh yang begitu dahsyat. Mereka akan selalu mencari cara bagaimana merusak fitrah temannya atau menghalang-halanginya agar tidak berbuat kebaikan hingga akhirnya terperangkap dalam kekafiran dan kemaksiatan.

Abu Thalib adalah salah satu dari sekian contoh tentang dahsyatnya pengaruh seorang teman yang buruk. Di saat ajal menjelang, Rasulullah menuntun pamannya tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid, laa ilaha illallah. Namun ia enggan, karena lebih terpengaruh kepada teman akrabnya yaitu Abu Jahal yang selalu berpesan agar tidak meninggalkan agama nenek moyang mereka. Akhirnya Abu Thalib pun meninggal dalam kekafiran.

Bukti lain yang terjadi hari ini adalah para pecandu narkoba dan minuman keras. Sebagian mereka terjerumus kedalamnya karena akibat pengaruh teman yang buruk.  Teman yang buruk ini pun menjebaknya untuk mencicipi barang haram ini secara gratis dengan dalih macam-macam hingga akhirnya mereka menjadi  pecandu yang sebenarnya. Padahal sebelumnya ia seorang yang taat kepada Allah, juga patuh kepada orang tuanya. Wal ‘iyadzubillah.

Maka tepatlah sabda Nabi saw:

“Janganlah engkau berkawan kecuali dengan orang beriman dan janganlah memakan makananmu kecuali orang bertakwa.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Rasulullah memberikan permisalan teman yang baik dan teman yang buruk:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

            “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari)

Demikianlah permisalan yang diberikan Rasulullah tentang berteman. Bahkan jika kita ingin mengetahui seseorang apakah ia shalih atau thalih (jahat), maka lihatlah temannya. Jika teman-temannya adalah orang shalih, ia akan menjadi orang shalih pula. Sebaliknya, jika teman-teman disekitarnya jahat dan bejat, hampir dipastikan bahwa ia tidak jauh dari sifat teman-temannya. Rasulullah saw bersabda:

“Seseorang akan mengikuti kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad).

Rasulullah juga mengajarkan doa kepada kita agar terhindar dari teman yang buruk.

اَللَّهُـمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ يَوْمِ السُّوْءِ، وَمِنْ لَيْلَةِ السُّوْءِ، وَمِنْ سَاعَةِ السُّوْءِ، وَمِنْ صَاحِبِ السُّوْءِ، وَمِنْ جَارِ السُّوْءِ فِيْ دَارِ الْـمُقَامَةِ

            “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hari yang buruk, malam yang buruk, waktu yang buruk, teman yang jahat, dan tetangga yang jahat di lingkungan di mana aku tinggal menetap.” (HR.Thabrani)

Karena khawatir mendapat teman yang buruk, salah seorang tabi’in yang bernama Alqamah, ketika masuk ke Negeri Syam langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat dua rakaat. Kemudian dia panjatkan sebuah doa: “Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik di negeri ini.” Akhirnya Allah mempertemukannya dengan teman yang shalih, seorang sahabat Rasul bernama Abu Darda’.

Barakah bersama teman shalih

Allah memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At Taubah: 119).

Di antara berkah berteman dengan orang shalih adalah dengan melihat mereka saja sudah memberikan motivasi kebaikan tersendiri.

Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

“Pandangan seorang mukmin terhadap mukmin yang lain akan mengilapkan hati.”

Maksud beliau, bahwa dengan hanya memandang orang shalih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang shalih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang shalih lainnya. Umat nabi Nuh adalah contohnya. Tujuan mereka membuat patung orang-orang shalih pada waktu itu, agar ketika melihatnya mereka termotivasi untuk melakukan amal shalih sebagaimana yang dulu pernah dikerjakan oleh mereka. Namun pada akhirnya anak cucu mereka menjadikan patung-patung tersebut sebagai sesembahan selain Allah.

Manfaat lain berteman dengan orang shalih, di saat kita sakit mereka ketika menjenguk bukan hanya membawa buah-buahan yang terkadang malah tidak termakan, namun juga mendoakan dan menguatkan kita agar selalu bersabar. Terlebih nanti ketika kita meninggal dunia, mereka bukan hanya sekedar datang untuk bela sungkawa tetapi juga memohonkan ampunan untuk kita di saat shalat jenazah serta menghantarkan kita sampai ke kuburan. Belum lagi ketika di akherat, dalam sebuah hadits Rasulullah menyampaikan bahwa mereka kelak akan memberikan syafaat kepada temannya dulu ketika di dunia.

Rasulullah bersabda:

“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon, ‘Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.

Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.…” (HR. Muslim).

Berkaitan dengan hadits ini, imam Hasan Al Bashri berpesan:

”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.”

Imam Ibnul Jauzi menasehatkan kepada teman-temannya:

“Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan: ’Wahai Tuhan kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.” Kemudian beliau menangis.

Semoga Allah memberikan karunia kepada kita teman yang shalih. Karena manfaatnya bukan hanya sekedar kita dapatkan di dunia, namun juga kelak di akherat sana. Allahul Musta’an. (abu hanan)

Mohon Kefakihan Mendapat Seluruh Kebaikan

 اَللَّهُمَّ عَلِّمْنِي الكِتَابَ وَ الحِْكْمَةَ وَ فَقِّهْنِيْ فِى الدِّيْنِ

Allahumma ‘allimnil kitab wal hikmah, wa faqqihni fid din, (Ya Allah ajarkan kepadaku al qur’an dan al hikmah, dan pahamkanlah aku dalam urusan agama)

Taqwa merupakan standar kemuliaan seseorang di sisi Allah Azza wa Jalla, yang setiap muslim seharusnya berupaya menujunya. Bukan malah mengejar standar kemuliaan di mata manusia yang berbeda beda ukuran dan takarannya, ada yang menakar bahwa kemualiaan adalah dengan banyaknya harta, ada pula dengan pangkat, posisi dan jabatan seseorang, ada pula yang paling kuat dialah yang mulia. Tentunya yang benar adalah sebagaimana firman Allah :

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Amalan shaleh yang dilakukan seorang muslim juga pada hakekatnya menghantarkan derajat seseorang menuju taqwa, sebagaimana shaum di bulan ramadhan, Allah mengakhiri ayat puasa di surat al Baqarah: 183 dengan la’allakum tattaqun, bahwa puasa yang dilakukan, yaitu dengan meninggalkan makan, minum, jima’ dan yang semisalnya yang jiwa ini sebenarnya condong untuk melakukannya, semuanya itu dilakukan karena berharap pahala dan mendekat kepadaNya serta dilakukan dengan sebaik baiknya karena merasa diawasi Allah Azza wa Jalla.

Doa Rasulullah Kepada Sepupunya

Agar senintasa menuju taqwa maka dibutuhkan ilmu untuk membimbing jiwa menujunya, dan sumber ilmu itu terdapat di dalam kitabullah dan sunnah Rasulillah shallallahu’alaihi wasallam.

اَللَّهُمَّ عَلِّمْنِي الكِتَابَ وَ الحِْكْمَةَ وَ فَقِّهْنِيْ فِى الدِّيْنِ

Allahumma ‘allimnil kitab wal hikmah, wa faqqihni fid din, (Ya Allah ajarkan kepadaku alqur’an dan al hikmah, dan pahamkanlah aku dalam urusan agama)

Doa ini diambil dari doa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada sahabat Abdullah bin Abbas Radhiallahu’anhuma.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ ضَمَّنِي إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْكِتَابَ

dari Ibn Abbas ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendekapku sambil berdoa: “Ya Allah, ajarkanlah padanya al kitab (al Quran).” (HR. Bukhari)

dalam riwayat lain :

ضَمَّنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى صَدْرِهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memelukku ke dada beliau seraya berdo’a: “Aallahumma ‘allimhu alhikmah “Ya Allah, ajarkanlah anak ini al hikmah.” (HR. Bukhari)

Pada kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mendoakan Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma dengan doa :

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Ya Allah pandaikanlah dia dalam agama” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengambil Sebab Sebab Taqwa

Hanya Berdoa tanpa berusaha atau meninggalkan amal menujunya bukanlah tuntunan dalam Islam, ketika kita memohon kepada Alah agar diajari alqur’an, tentunya kita harus menempuh jalannya, mempelajarinya dengan memiliki majelis alqur’an.

Dengan memiliki majelis alqur’an berarti mengupayakan terkabulnya doa dan sekaligus menjadikan kita orang yang paling baik, yang mengajar maupun yang diajari mendapatkan keutamaan. Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam bersabda :

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Orang yang paling utama (baik) di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Bila belajarnya di masjid maka akan banyak kebaikan dan keutammaan yang akan didapat, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk untuk saling belajar Al Qur’an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang berlambat lambat (ketingalan) amalnya, maka nasabnya (yang mulia) tidak akan mempercepatnya (meninggikannya)..” (HR. Muslim)

Ibnu Hajar dalam fathul Bari menyebutkan bahwa para ahli hadits berbeda pendapat apa yang dimaksud al hikmah dalam doa Rasul kepada Ibnu Abbas, ada yang berpendapat al hikmah adalah al qur’an; mengamalkan al qur’an; as sunnah; ketepatan dalam perkataan…dan makna yang dekat pada hadits adalah memahami al qur’an.

Memahami Agama Dan Mengamalkannya

Orang yang paling baik mendapatkan yang terbaik, bila sudah belajar alqur’an dan memahaminya maka tinggal diamalkan dengan penuh keikhlasan mengharap wajah Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shallallahu’alahi wasallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Siapa saja yang Allah menghendaki kebaikan (ada padanya) maka Allah faqihkan (fahamkan) dia terhadap urusan agama..” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kebaikan di dunia dan akhirat akan didapatkan bila seseorang memahami agamanya, dan seorang alim bukanlah orang yang hanya hafal alqur’an tanpa memahami maknanya, bukan juga orang yang banyak menghafal riwayat (hadits) dan ilmu ilmu yang lain namun ia tidak melakukan tuntutan ilmu, yaitu mengamalkannya, terlebih jika yang ada pada dirinya atau yang dilakukannya justru menyelesihi ilmunya.

Seorang yang faqih adalah orang yang memiliki hikmah, meletakkan sesuatu pada tempatnya, perbuatannya sesuai dengan ilmunya dan ilmunya mendahului perbuatannya. Wallahua’lam bis shawab.