Tanda Kiamat; Turunnya Hujan yang Menghancurkan

Ada yang bilang, Januari itu atinya hujan sehari-hari. Artinya, pada bulan Januari hujan hampir turun setiap hari seperti yang kita rasakan saat ini. Hampir setiap menjelang sore turun hujan. Aliran sungai pun sering meluap dan sumur-sumur penuh terisi.

Di satu sisi, kita bersyukur saat musim penghujan datang karena kemarau tak berkepanjangan. Tak terbayang betapa susahnya menjalani hidup jika musim kemarau berkepanjangan. Namun di sisi lain, kita juga sering ketar-ketir saat musim hujan tengah lebat-lebatnya. Banjir, tanah longsor, dan badai kerap menjadi ancaman yang mengerikan, bahkan bisa jadi jauh lebih mengerikan daripada kemarau panjang.

Apalagi jika mengingat bahwa zaman ini adalah adalah zaman yang mendekati akhir. Ada banyak bencana alam sebagai tanda akhir zaman yang kerap muncul. Salah satunya adalah banjir bandang yang menghancurkan dan hujan tahunan tapi tak menumbuhkan tanaman. Rasulullah bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُمْطَرَ النَّاسُ مَطَراً لاَ تُكِنُّ مِنْهُ بُيُوتُ الْمَدَرِ وَلاَ تُكِنُّ مِنْهُ إِلاَّ بُيُوتُ الشَّعَرِ

“Hari kiamat tidak akan terjadi sampai datangnya hujan deras yang menghancurkan rumah-rumah dari tanah liat (semen) dan tidak ada bangunan yang mampu bertahan kecuali rumah yang terbuat dari bulu.” (HR Ahmad).

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُمْطَرَ النَّاسُ مَطَرًا عَامًّا ، وَلاَ تَنْبُتَ الأَرْضُ شَيْئًا

“Kiamat tidak akan terjadi sampai manusia dihujani hujan setahun namun bumi tak menumbuhkan apapun.” (HR Ahmad)

Air, api, tanah dan udara merupakan unsur alam yang kekuatannya sangat sulit dibendung dan dihindari. Jika sudah banjir, apalagi disertai badai, rasa-rasanya tak tersisa lagi tempat sembunyi. Bangunan yang kokoh bisa roboh karena pondasinya tergerus arus. Pohon tumbang dan tanaman rusak, jembatan dan jalanan ambrol, listrik padam dan aktifitas manusia serasa terhenti. Banjir seperti menjadi sapu jagad yang meluluh lantakkan bumi.

Baca Juga: Menggapai Pahala Saat Hujan Tiba

Jangankan hujan setahun, hujan deras sehari penuh saja dapat menyebabkan banjir yang bisa menenggelamkan satu kota dengan air setinggi lutut. Bahkan gerimis beruntun selama dua hari pun sudah cukup membuat orang menjadi khawatir.

Ada yang mengartikan, hujan yang tidak menumbuhkan tanaman adalah hujan asam. Hujan asam adalah hujan dengan kadar Ph rendah, dari kadar normal sebesar 6 menjadi 5 atau 4. Jika hujan dengan kadar keasaman normal berfungsi melarutkan mineral dalam tanah, hujan asam justru akan merusak tanaman bahkan tanah. Penyebab hujan asam adalah aktifitas industri, kendaraan bermotor, dan pembakit listrik. Gas-gas yang dihasilkan terbawa angin menuju atsmosfer lalu menjadi hujan asam. Akibat terbesar dari adanya hujan asam adalah menipisnya bahan pangan (paceklik).

Dalam riwayat lain disebutkan;

إِنَّ السَّنَةَ لَيْسَ بِأَلاَّ يَكُونَ فِيهَا مَطَرٌ وَلَكِنَّ السَّنَةَ أَنْ تُمْطِرَ السَّمَاءُ وَلاَ تُنْبِتَ الأَرْضُ

“Musim paceklik bukanlah musim saat mana hujan tidak pernah turun, akan tetapi musim paceklik adalah musim ketika hujan turun tapi tak menumbuhkan tanaman.” (HR Ahmad)

Tapi beginilah kondisi akhir zaman. Tidak ada yang bisa disalahkan selain manusia sendiri. Terjadinya berbagai macam musibah, khususnya banjir disebabkan oleh manusia sendiri. Kesalahan yang menumpuk dari hari ke hari. Kesalahan dari segi kauni maupun syar’i.

banjir bandang di Gowa, Sulsel, beberapa waktu lalu
banjir bandang di Gowa, Sulsel, beberapa waktu lalu

Secara kauni, kesewenangan dan kezaliman manusia terhadap alam menjadi pangkalnya. Ketika mengubah lahan serapan air menjadi bangunan, mereka hanya berorientasi uang tanpa memerhatikan keseimbangan alam. Kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan pun menjadi penyakit yang entah kapan bisa dibasmi. Saat musim hujan datang, banjir pun rutin terjadi.

Baca Juga: Ritual Menolak Hujan

Adapun secara syar’i, musibah yang datang seringnya adalah hukuman akibat dosa yang kian banyak dilakukan. Dosa individu maupun kolektif. Dan seperti kita tahu, adakalanya Allah menimpakan hukuman yang merata, dirasakan oleh yang maksiat maupun yang taat.

Allah berfirman yang artinya, “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25)

Tujuan dari Sabda Rasulullah di atas tentu saja bukan sekadar menakut-nakuti dan membuat khawatir. Sabda Rasulullah mengenai berbagai peristiwa di akhir zaman merupakan peringatan bagi setiap mukmin agar waspada. Kalaupun terpaksa harus ikut merasakan, minimal tidak ikut andil menjadi penyebabnya. Bukan oknum yang menebangi hutan serampangan, bukan pembuang sampah sembarangan dan bukan pelaku kemaksiatan besar yang menyebabkan turunnya hukuman.  Jangan sampai kita mengeluh atas musibah yang menimpa, padahal secara tak sadar, kita juga menjadi salah satu oknum penyebabnya.

Nasalullaha al ‘afiyah, semoga Allah melindungi kita dari semua bencana. Dan jika kita diuji dengan musibah dan bencana, semoga kita dapat bersabar dan apa yang hilang diganti oleh Allah. Rasulullah mengajarkan, ketika tertimpa musibah, hendaknya memohon pahala dan kesabaran serta ganti yang baik dalam doa:

اَللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah, berilah pahala atas musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik.”

Wallahua’lam.

 

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Akhir Zaman

Petaka di Balik Karunia

Melihat bencana tsunami, banyak yang menyimpulkan bahwa semua itu akibat dosa manusia. Ada pula yang mengatakan, itu karena dosa pemerintah yang dipenuhi pejabat korup. Kesimpulan semacam itu tidak salah karena umat terdahulu terkena bencana juga karena dosa. Tapi pertanyaannya, kalau memang bencana itu karena dosa oknum pejabat, lantas mengapa bukan mereka yang diadzab?

Pertanyaan serupa juga akan muncul kalau kita melihat kehidupan orang-orang kafir. Kalau memang dosa mengundang bencana, mengapa orang-orang kafir justru tampak makin sukses dan sejahtera? Bukankah dengan segala kekufuran dan kemaksiatan yang mereka lakukan, mereka jauh lebih layak tertimpa bencana dibanding warga lereng merapi yang sebagian besar muslim?

Atau saat melihat para pengusaha yang makin cemerlang karir dan usahanya, padahal shalat, shaum dan membaca al Quran tak pernah ada dalam agenda harian mereka? atau para pelopor liberlisme yang merusak Islam luar dalam, mengapa mereka justru semakin terkenal dan dikagumi dimana-mana?

Kalau kita masih bingung dengan jawabannya, barangkali kita lupa atau lalai bahwa plot kehidupan manusia tidak selalunya persis seperti alur dalam kisah umat terdahulu; ‘Ad, Tsamud, Sodom, atau Ashabul Aikah. Berdosa, diperingatkan, membangkang lalu diadzab dan habis semuanya.

 

Baca Juga: Hikmah Dibalik Musibah

 

Dosa pasti ada balasannya, kecuali rahmat dan ampunan Allah menghapusnya. Tapi tidak semua dosa dibayar kontan seketika. Ada sebuah skenario dan makar dari Allah yang justru membiarkan para pendosa makin tenggelam dalam dosanya. Seperti balon yang terus ditiup agar semakin menggelembung lalu pecah dengan dahsyatnya. Itulah istidraj. Sebuah makar yang Allah timpakan atas hamba yang berpaling dari peringatan dengan cara membiarkannya berbuat dosa semaunya, memberi tenggat umur, membukakan pintu-pintu kenikmatan dunia berupa kesuksesan, limpahan rezeki bahkan diberikan tabir penutup atas kedurhakaanya. Sebuah makar yang secara perlahan tapi pasti, menyeret si pendosa menuju siksa yang melebihi segala rasa sakit yang ada di dunia.

Sebuah makar yang benar-benar mengerikan. Allah memberi petunjuk kepada siapapun yang dikehendaki, dan membiarkan sesat siapapun yang dikehendaki. Sedang orang-orang yang dibuai dengan istidraj, seakan-akanAllah memang tidak menghendaki mereka mendapat petunjuk.Bukankah rasa sayang anda akan membuat tangan menjewer telinga jika si kecil nekat melakukan tindakan berbahaya? bukan membiarkannya hingga si kecil pun celaka?

Adakah kita termasuk di dalamnya?

Untuk mengetahuinya, mudah saja. Kita simak riwayat shahih berikut ini:

DariUqbah bin amir, Rasulullah bersabda,

“إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَا صِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ”،ثُمَّ تَلاَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَ اهُمْ مُبْلِسُونَ

“Jika  kamu melihat  Allah terus saja memberi seorang hamba berbagai kenikmatan dunia yang disukainya, sedang hamba itu senantiasa bermaksiat kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya semua itu adalah istidraj dari Allah. Lalu Rasulullah membaca ayat:Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’am: 44)

Ciri-ciri mustadrijin atau orang yang terjebak dalam istidraj adalah ketika nikmat terus saja menghujani, padahal maksiat tak pernah absen saban hari. “Kami kucuri mereka dengan nikmat dan kami buat mereka lupa bersyukur.” Kata Sufyan ats Tsauri. “Setiap kali melakukan kedurhakaan, kami tambah nikmat atas mereka dan kami lupakan mereka dari istighfar.” Kata Abu Rawaq.

Jika  kamu melihat  Allah terus saja memberi seorang hamba berbagai kenikmatan dunia yang disukainya, sedang hamba itu senantiasa bermaksiat kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya semua itu adalah istidraj dari Allah

Nikmat yang melimpah di atas dosa yang menggunung, akan menjadikan vonis di akhirat semakin berat. Sedang tenggang umur yang diberikan hanya akan memperpanjang daftar tuntutan dan mempersempit celah pembelaan.Wal iyadzub billah, semoga kita tidak termasuk di dalamnya.

Banyak yang terjebak

Meskipun al-Quran dan sabda Rasul telah memberitahukan makar ini dengan sangat jelas, tapi tetap saja banyak manusia yang terjebak. Sebab, kebanyakan manusia menganggap bahwa karunia dan nikmat duniawi adalah kemuliaan dari Allah, sedang ketiadaannya adalah petaka dan murka dari-Nya. Persis seperti yang digambarkan dalam ayat berikut:

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata:”Rabbku telah memuliakanku”. (QS. al-Fajr: 15)

Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata:”Rabbku menghinakanku”. (QS. al-Fajr: 16)

Karenanya, meskipun bermaksiat, banyak yang menyangka Allah sangat menyayanginya dengan pertanda nikmat dan karunia yang tiada putusnya. Memang, berbaik sangka pada Allah itu harus. Tapi jika kita merasa masih jauh dari sebutan hamba bertakwa, maka terhadap limpahan nikmat, selain bersyukur kita juga harus waspada. Jangan sampai terlena karena makar istidraj datang dari arah yang tidak disangka-sangka.Ulama berkata, “Setiap nikmat yang tidak membuat kita semakin dekat dengan Allah, sejatinya adalah siksa, dan segala anugerah yang memalingkan kita dari Allah hakikatnya adalah bencana.”

Al-Hasan al-Bashri berkata, “Orang mukmin melakukan kebaikan sembari berharap-harap cemas, sedang pendosa melakukan kedurhakaan dan merasa dirinya aman.”

Allah berfirman,

“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (QS. al-Qalam: 44-45)

Wallahua’lam.

 

Redaksi/Tadzkirah