Keselamatan Dan Rahmat Bagi Yang Akan Dan Sudah Meninggal

Malam itu adalah giliran Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menginap di rumah ‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau bersiap untuk istirahat lantas berbaring. Setelah beberapa saat, beliau keluar perlahan lahan menyangka ‘Aisyah telah terlelap, namun ternyata ‘Aisyah radhiallahu’anha masih terjaga dan mengikuti Rasulullah dengan tenang sampai tiba di baqi’(tempat dikuburkannya sahabat sahabat Nabi di Madinah). Setelah selesai Rasulullah pun kembali dan ‘Aisyah pun bergegas pulang, sesampainya di rumah terdengarlah suara nafas ‘Aisyah yang kembang kempis, maka Rasulullahpun bertanya,

“Kenapa kamu wahai Aisyah? Kudengar nafasmu kembang kempis.?” Jawabku, “Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Ceritakanlah kepadaku atau kalau tidak Allah -Yang Maha Lembut dan Mengetahui- akan menceritakannya padaku.”

Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku.” Lalu kuceritakanlah kepada beliau apa yang sebenarnya terjadi. Beliau berkata, “Kalau begitu, kamulah kiranya bayangan hitam yang saya lihat di depanku tadi?” Saya menjawab, “Ya, benar wahai Rasulullah.” Maka beliau pun mendorong dadaku dengan keras hingga terasa sakit bagiku. Kemudian beliau berkata, “Apakah kamu masih curiga, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat curang kepadamu?” jawabku, “Setiap apa yang dirahasiakan manusia, pasti Allah mengetahuinya pula.”

Rasulullah pun menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi,

Beliau bercerita: “Tadi Jibril datang, tapi karena ia melihat ada kamu, dia memanggilku perlahan-lahan sehingga tidak terdengar olehmu. Aku menjawab panggilannya tanpa terdengar pula olehmu. Dia tidak masuk ke rumah, karena kamu menanggalkan pakaianmu. Dan aku pun mengira bahwa kamu telah tidur, karena itu aku segan membangunkanmu khawatir engkau akan merasa kesepian. Jibril berkata padaku, ‘Allah memerintahkan agar Tuan datang ke Baqi’ dan memohonkan ampunan bagi para penghuninya.’ Aku berkata, ‘Lalu apa yang kubaca sesampai di sana wahai rasulullah?  ‘Bacalah: AS SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA YARHAMULLAHUL MUSTAQDIMIIN MINNAA WAL MUSTA`KHIRIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN (Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua).” (HR. Muslim)

Mendoakan Yang Sudah Meninggal Di Kuburan

Tidak hanya diri kita yang saat ini masih hidup yang butuh dengan doa, yang sudah meninggal pun butuh akan doa dari yang masih hidup baik itu dari keturunannya maupun dari saudara seiman.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mencontohkan kepada kita bagaimana mendoakan saudara seiman yang telah mendahului pergi meninggalkan dunia ini, yaitu ketika berziarah atau mengantar jenazah. Tepatnya saat memasuki area pemakaman kaum muslimin:

السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ

AS SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA YARHAMULLAHUL MUSTAQDIMIIN MINNAA WAL MUSTA`KHIRIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN (Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua

Dalam riwayat Muslim yang lain ada tambahan lafazh

أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ

ASALULLAHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH (Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian Al ‘Afiyah (keselamatan).”

Kesejahteraan, Rahmat Dan Keselamatan

Allah memiliki Nama As Salam (yang Maha sejahtera), dan hanya kepadaNyalah manusia meminta kesejahteraan. Doa yang baik ini dipintakan seorang muslim kepada saudaranya yang sudah meninggal berharap agar mereka mendapatkan kesejahteraan di alam barzah, dimana dahulu ketika masih sama sama hidup mereka pintakan ketika bertemu dengan saling mengucapkan salam.

 

BACA JUGA: Membela Kerahmatan Islam

 

Assalam juga berarti keselamatan, dan Jannah dinamakan juga dengan daarus salam, makanya setelah meminta kesejahteraan, permohonan berikutnya adalah permohonan RahmatNya, karena Rahmat Allah lebih luas dan mendahului murkaNya. Bila seorang muslim telah mendapatkan rahmatNya maka selamatlah ia, karena tidaklah seorang muslim masuk surga karena amalnya akan tetapi karena mendapat Rahmat Allah subhanahu wata’ala.

Seorang muslim yakin dengan pasti bahwa dirinya juga akan meninggal dan menyusul orang orang yang sudah mendahuluinya, dalam doa ini diungkapkan dengan kalimat wa inna in syaallahubikum laahikuun (dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua), ketika melafadzkan doa ini maka seharusnya bertambahlah persiapan bekal menuju akhirat, menyadari betul sementaranya dunia, sehingga berbuah amal shaleh dan memutus angan angan.

Permohonan terakhir adalah ‘afiyah (bisa bermakana sehat atau selamat), dengan mendahulukan permintaan untuk dirinya baru kemudian untuk yang meninggal dan yang lainnya sebagaimana susunan doa Nabi Nuh, Rabigh firlii wali waalidayya (Wahai Rabbku ampunilah Aku dan kedua orangtuaku..)(Qs. Nuh: 28) atau sebagaimana peritah Allah dalam surat Muhammad shallallahu’alaihi wasallam ayat 19, “was taghfir lidzanbika walil mukminin,” dan mohonlah ampun atas dosamu dan juga dosa orang mukmin.

Sehat dan selamat dari setiap keburukan yang ada di dunia, dari siksa di alam barzah, kecemasan kegelisahan dan kepayahan di padang mahsyar, ketika meniti shirat hingga akhirnya bisa masuk darussalam dengan mendapatkan ucapan selamat dari Rabnya, sebagai pertanda sampainya keselamatan yang sempurna dari arah manapun.

 

 

 

Baca Artikel Konsultasi Lainnya Di Sini!

 


Belum membaca Majalah ar-risalah terbaru? Hubungi Keagenan Majalah ar-risalah terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di nomer: 0852 2950 8085

Diampuni Semua Dosanya

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَة أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي سُجُودِهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dalam sujudnya mengucapkan do’a, “Allahummaghfirli Dzanbi Kullahu Diqqahu Wa jillahu Wa Awwalahu Wa Akhirahu Wa ‘Alaniyatahu Wa Sirrahu (Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, dan yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi).” (HR. Muslim)

Jatuh Dan Sering Melakukan Kesalahan

Sepanjang perjalanan hidup yang kita lalui hingga saat ini pernahkah kita melakukan kesalahan, pasti jawabnya adalah pernah, atau bahkan sering dan tidak bisa dihitung. Rasululah shallallahu’alaihi wasallam telah memastikan bahwa keturunan adam pasti akan terjatuh pada kesalahan, dan sebaik baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang mau bertaubat.

Bila demikian keadaan kita, dengan segala kerendahan dan kehinaan serta banyaknya kesalahan, kita tetap bisa menjadi baik dan mulia dengan bertaubat kepada Allah azza wa jalla. Rasulullah mengajarkan kepada kita doa untuk memohon ampun, bertaubat kepada Allah atas segala dosa di dalam sujud, keadaan terdekat seorang hamba kepada Rabnya.

 

BACA JUGA: Pandai Pandailah Merasa Berdosa

 

Anggota badan yang dimuliakan manusia, yaitu kepala diletakkan sejajar dengan letak kakinya ditempelkan di tanah tempat yang dipijak oleh kakinya, menunjukkan kerendahan hamba untuk mengakui kesalahan dan memohon ampun kepada Allah Azza wa jalla yang Maha Mulia dan Maha Tinggi.

Ibnul Qoyyim dalam madarijus salikin (1/283) menyebutkan, bertaubat memohon ampun kepada Allah atas dosa dosa adalah kewajiban yang harus segera ditunaikan dan tidak boleh ditunda tunda, bila diakhirkan taubatnya maka ini adalah bentuk dosa yang lain yang dilakukannya yang perlu ditaubati.

Kita yang sering melakukan kesalahan dan dosa sangat butuh terhadap doa ini, karena dengan memunajatkanya dalam setiap sujud berarti ia tidak mengakhirkan kewajiban untuk segera bertaubat kepada Allah ta’ala.

“Allahummaghfirli Dzanbi Kullahu Diqqahu Wajillahu Wa Awwalahu Wa Akhirahu Wa ‘Alaniyatahu Wa Sirrahu (Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, dan yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi)

Dosa Yang Besar Maupun Yang Kecil

Allah ta’ala berfirman menerangkan kepada hambanya bahwa dosa ada yang besar dan ada yang kecil, yaitu dalam surat An Najm ayat 32 :

“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabmu Maha Luas ampunanNya.”

Mengenai ayat ini Ibnu Abbas berkata, bersabda Nabi Muhammad shallalahu’alaihi wasallam :

إِنْ تَغْفِرْ اللَّهُمَّ تَغْفِرْ جَمَّا وَأَيُّ عَبْدٍ لَكَ لَا أَلَمَّا

“Ya Allah, apabila engkau mengampuni maka Engkau banyak mengampuni, siapakah hamba yang tidak pernah melakukan dosa-dosa kecil?” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al Albaniy)

Diantara dosa besar ada yang terbesar, yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka, yaitu kekafiran. Kemudian dosa besar yang mewajibkan kefasikan dan dibawahnya lagi dosa kecil, namun para ulama berpendapat bahwa dosa kecil bila terus menerus dilakukan dan diremehkan maka ia bisa menjadi besar hukumannya. Ketiganya dirangkum dalam firman Allah :

“..Tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al Hujurat: 7)

Jika kita mengetahui dosa besar, maka selainnya adalah dosa kecil. Dan dosa besar adalah setiap dosa yang disebut oleh Allah dan RasulNya sebagai dosa besar, atau dosa yang disebutkan hukumannya (had) di dunia atau perbuatan yang mendapatkan ancaman kemarahan Allah di akhirat dan laknat Allah. Maka selainnya adalah dosa kecil, dan ini banyak jumlahnya tak terhitung.

Dari Awal Hingga Yang Terakhir

Sejak manusia baligh maka ia akan mempertanggungjawabkan setiap amal yang dilakuannya, yang diucapkan lisannya, yang diamalkan anggota badannya bahkan yang amalkan oleh hatinya. Kita mohonkan ampunan kepada Allah subhanahuwata’ala dari setiap kesalahan kita yang paling awal. Dan kita juga memohon ampunan dari Allah Azza wa jalla dari kesalahan kesalahan yang kita lakukan di akhir hayat kita.

Berkata syaikhul Islam ibnu taimiyah dalam fatawa al kubra (5/281), bawa siapa saja yang memohon ampun kepada Allah dengan permohonan ampun secara umum dari setiap kesalahan yang dilakuan, maka ini menyebabkan datangnya ampunan Allah, meskipun ia tidak memperinci dari dosa dosa yang dilakukanya.

Keselamatan dan kebaikan akan ada pada hamba yang selalu meminta ampun dari semua dosa dosanya, baik yang awal maupun yang akhir, yang terang terangan maupun yang tersembunyi.

Yang Terang Terangan Dan Tersembunyi

Ada kalanya manusia bercampur bersama manusia yang lain, sehingga setiap gerak dan geriknya diketahui secara umum, ada pula suatu kondisi dimana manusia sedang sendiri dan tersembunyi dari manusia yang lain. demikian pula dosa yang kita lakukan tidak lepas dari dua kondisi diatas. Dosa yang jamak dilakukan secara terang terangan dan dosa yang dilakukan tersembunyi dari pandangan manusia.

Memperbanyak sujud dan memperbanyak doa dalam sujud merupakan hidayah Allah bagi hambaNya yang tawwabuun, yang bersegera bartaubat dari seluruh kesalahan dan dosa, menjadikan seorang hamba kembali bersih dan mulia disisiNya.

 

Baca Artikel Konsultasi Lainnya Di Sini!

 


Belum membaca Majalah ar-risalah terbaru? Hubungi Keagenan Majalah ar-risalah terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di nomer: 0852 2950 8085

Berproses dan Bersiap Menemukan

Sebuah proses pencapaian, seringkali jauh lebih penting daripada hasilnya. Hal yang tentu saja sulit mengingat kegemaran kita akan sesuatu yang nikmat dan cepat, mudah tanpa lelah, praktis tidak ribet, alih-alih berjuang dalam masa yang panjang, atau menunggu dengan kesabaran. Sedang syahwat yang bergolak oleh sinyal-sinyal nikmat yang menjanjikan, seringkali tak berdaya melawannya.

Pada perjalanan proses, kita akan menemukan kesadaran tentang arti perubahan kebaikan yang hakiki. Bukan semata pengejaran hasil yang kadang membuat kita pongah karena merasa hebat, atau malah jatuh luluh lantak karena merasa gagal. Ia juga bukan tentang seberapa kita bisa memanjakan hasrat akan kenikmatan, atau bagaimana khalayak ramai memberi tanggapan. Ia adalah murni pembuktian kualitas iman, bukan syahwat yang mencari pembenaran.

 

BACA JUGA: Khutbah Jumat: Hati Gersang Karena Iman Telah Usang

 

Karena kita tahu bahwa hasil yang tampak memukau tidak selalu paralel dengan kerja rumit, sulit dan juga benar. Dan kegagalan juga bukan berarti karena malas atau salah. Terlalu banyak rahasia dan rencana dari Sang Khaliq, dan kita terlalu bodoh dan picik. Juga, karena kita percaya bahwa semua pencapaian adalah ujian, seperti apapun penampakannya, serta seperti apa jua reaksi diri kita saat menemukannya. Sebab bagi hamba beriman, semuanya bukanlah persoalan besar asalkan bisa menyikapi dengan benar.

Proses yang benar adalah bukti komitmen atas nilai kebenaran yang diyakini. Penyerahan diri dalam bentuk tindakan sebab percaya sempurnanya petunjuk dari Yang Mahaberilmu, juga kepasrahan total tentang hasil yang akan dipanen. Bahwa itulah perolehan terbaik dalam keyakinan akan berbagai hikmah yang mengiringinya, juga kemampuan menghadapinya. Bahwa Allah, juga pasti tidak akan pernah mengkhianati kepatuhan hamba-Nya. Dimana Dia pernah bersumpah akan memberi bahkan sebelum para hambaNya meminta, dan mengabulkan sebelum mereka berdoa, asalkan mereka dalam kepatuhan kepadaNya. Karena Dia tahu apa yang menjadi kebutuhan manusia melebihi pengetahuan mereka tentangnya.

Akhirnya, proses adalah benarnya urutan tindakan dan penjiwaan dalam langkah-langkah yang diambil. Ibarat membuat adonan tepung, yang meski dengan komposisi bahan yang sama, namun berbeda dalam urutan tindakan dan takarannya, bisa menjadi sangat jauh berbeda hasilnya. Proses membingkai tindakan agar tak acak, atau hanya rangkaian kosong yang melelahkan dan tidak asal bergerak, hingga kehilangan alasan kenapa harus ada prioritas dan kecintaan. Dalam tataran penghambaan, ia adalah ittiba’ atau peneladanan kepada Rasulullah sebagai aturan mainnya, juga ikhlas sebagai jiwanya.Inilah harga mati yang tidak bisa ditawar agar pencapaian tak terasa hambar dan kegagalan masih berpunya makna.

Agar semuanya tidak berubah serupa debu beterbangan, sebab ditolak Sang Penguasa alam. Sebab apa yang kita temukan adalah hasil dari apa yang kita jalani.

 

 

 


Baca juga artikel menarik lainnya di Majalah islam ar-risalah. Belum punya majalahnya? Segera dapatkan di keagenan terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di: 0852 2950 8085