Berteman Dengan Orang Shalih

Berteman Dengan Orang Shalih – Manusia tidak bisa hidup sendiri, ia membutuhkan teman untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Memilih teman bukan perkara sepele, karena teman mempunyai pengaruh yang besar bagi seseorang dalam hidupnya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan karena terpengaruh teman yang buruk. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.

Pengaruh teman buruk

Teman yang buruk memberikan pengaruh yang begitu dahsyat. Mereka akan selalu mencari cara bagaimana merusak fitrah temannya atau menghalang-halanginya agar tidak berbuat kebaikan hingga akhirnya terperangkap dalam kekafiran dan kemaksiatan.

Abu Thalib adalah salah satu dari sekian contoh tentang dahsyatnya pengaruh seorang teman yang buruk. Di saat ajal menjelang, Rasulullah menuntun pamannya tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid, laa ilaha illallah. Namun ia enggan, karena lebih terpengaruh kepada teman akrabnya yaitu Abu Jahal yang selalu berpesan agar tidak meninggalkan agama nenek moyang mereka. Akhirnya Abu Thalib pun meninggal dalam kekafiran.

Bukti lain yang terjadi hari ini adalah para pecandu narkoba dan minuman keras. Sebagian mereka terjerumus kedalamnya karena akibat pengaruh teman yang buruk.  Teman yang buruk ini pun menjebaknya untuk mencicipi barang haram ini secara gratis dengan dalih macam-macam hingga akhirnya mereka menjadi  pecandu yang sebenarnya. Padahal sebelumnya ia seorang yang taat kepada Allah, juga patuh kepada orang tuanya. Wal ‘iyadzubillah.

Maka tepatlah sabda Nabi saw:

“Janganlah engkau berkawan kecuali dengan orang beriman dan janganlah memakan makananmu kecuali orang bertakwa.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Rasulullah memberikan permisalan teman yang baik dan teman yang buruk:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

            “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari)

Demikianlah permisalan yang diberikan Rasulullah tentang berteman. Bahkan jika kita ingin mengetahui seseorang apakah ia shalih atau thalih (jahat), maka lihatlah temannya. Jika teman-temannya adalah orang shalih, ia akan menjadi orang shalih pula. Sebaliknya, jika teman-teman disekitarnya jahat dan bejat, hampir dipastikan bahwa ia tidak jauh dari sifat teman-temannya. Rasulullah saw bersabda:

“Seseorang akan mengikuti kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad).

Rasulullah juga mengajarkan doa kepada kita agar terhindar dari teman yang buruk.

اَللَّهُـمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ يَوْمِ السُّوْءِ، وَمِنْ لَيْلَةِ السُّوْءِ، وَمِنْ سَاعَةِ السُّوْءِ، وَمِنْ صَاحِبِ السُّوْءِ، وَمِنْ جَارِ السُّوْءِ فِيْ دَارِ الْـمُقَامَةِ

            “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hari yang buruk, malam yang buruk, waktu yang buruk, teman yang jahat, dan tetangga yang jahat di lingkungan di mana aku tinggal menetap.” (HR.Thabrani)

Karena khawatir mendapat teman yang buruk, salah seorang tabi’in yang bernama Alqamah, ketika masuk ke Negeri Syam langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat dua rakaat. Kemudian dia panjatkan sebuah doa: “Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik di negeri ini.” Akhirnya Allah mempertemukannya dengan teman yang shalih, seorang sahabat Rasul bernama Abu Darda’.

Barakah bersama teman shalih

Allah memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At Taubah: 119).

Di antara berkah berteman dengan orang shalih adalah dengan melihat mereka saja sudah memberikan motivasi kebaikan tersendiri.

Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

“Pandangan seorang mukmin terhadap mukmin yang lain akan mengilapkan hati.”

Maksud beliau, bahwa dengan hanya memandang orang shalih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang shalih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang shalih lainnya. Umat nabi Nuh adalah contohnya. Tujuan mereka membuat patung orang-orang shalih pada waktu itu, agar ketika melihatnya mereka termotivasi untuk melakukan amal shalih sebagaimana yang dulu pernah dikerjakan oleh mereka. Namun pada akhirnya anak cucu mereka menjadikan patung-patung tersebut sebagai sesembahan selain Allah.

Manfaat lain berteman dengan orang shalih, di saat kita sakit mereka ketika menjenguk bukan hanya membawa buah-buahan yang terkadang malah tidak termakan, namun juga mendoakan dan menguatkan kita agar selalu bersabar. Terlebih nanti ketika kita meninggal dunia, mereka bukan hanya sekedar datang untuk bela sungkawa tetapi juga memohonkan ampunan untuk kita di saat shalat jenazah serta menghantarkan kita sampai ke kuburan. Belum lagi ketika di akherat, dalam sebuah hadits Rasulullah menyampaikan bahwa mereka kelak akan memberikan syafaat kepada temannya dulu ketika di dunia.

Rasulullah bersabda:

“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon, ‘Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.

Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.…” (HR. Muslim).

Berkaitan dengan hadits ini, imam Hasan Al Bashri berpesan:

”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.”

Imam Ibnul Jauzi menasehatkan kepada teman-temannya:

“Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan: ’Wahai Tuhan kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.” Kemudian beliau menangis.

Semoga Allah memberikan karunia kepada kita teman yang shalih. Karena manfaatnya bukan hanya sekedar kita dapatkan di dunia, namun juga kelak di akherat sana. Allahul Musta’an. (abu hanan)

Meraih Pahala Syahid Meski Belum Berjihad

Keluarga besar Pondok Pesantren Miftahul Huda Sambi Boyolali berduka karena musibah yang terjadi pada pertengahan bulan Januari lalu. Lima santri mereka yang sedang duduk di kelas dua tsanawiyah meninggal dunia karena tenggelam di sungai. Kronologinya, sepuluh santri berjalan melalui tepian saluran irigasi dengan bergandengan tangan.

Tiba-tiba seorang di antara mereka terpeleset, sehingga sembilan santri lainnya ikut terseret masuk ke dalam bak kontrol irigasi. Pengelola pondok pesantren dibantu warga setempat berusaha melakukan tindakan penyelamatan. Lima di antaranya dapat ditolong, sedangkan lima santri yang lain terjebak di dalam pusaran air bak kontrol irigasi. Setelah berhasil diangkat, kelimanya tidak bisa diselamatkan nyawanya.

Musibah tersebut merupakan ujian berat bagi keluarga pesantren, apalagi bagi orang tua para santri yang menjadi korban. Perasaan sedih dan terpukul begitu dirasakan oleh mereka. Tentu saja, karena mereka telah kehilangan anak-anak didik dan putra-putra yang tentu amat dicintainya, untuk selamanya. Apalagi mereka tergolong masih anak-anak, atau pasnya anak-anak yang baru menginjak usia remaja.

Umurnya kira-kira sebaya dengan umur Nabi Ismail saat diperintahkan untuk disembelih. Al Quran menyebutnya dengan istilah falamma balagha ma’ahus sa’ya (maka tatkala anak itu sampai pada umur yang sanggup berusaha bersama-sama nabi Ibrahim), maksudnya saat menginjak usia remaja dan sudah bisa diajak bekerja. Mufassir menyebutkan kira-kira berumur 13 tahun.

Namun yang menentramkan hati, mereka meninggal dunia dalam kondisi yang baik (husnul khatimah) insya Allah. Karena, selain berstatus sebagai thalabul ilmy, mereka meninggal dalam keadaan tenggelam, dan meninggal dalam keadaan seperti itu mendapat pahala syahid.

Makna Syahid

Syahid secara bahasa merupakan turunan dari kata sya-hi-da yang artinya bersaksi atau hadir. Saksi kejadian, artinya hadir dan ada di tempat kejadian.   Ulama berbeda pendapat tentang alasan mengapa mereka disebut syahid. Al Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan pendapat ulama tentang makna syahid. Diantaranya, karena orang yang mati syahid hakekatnya masih hidup, seolah ruhnya menyaksikan, artinya hadir. Ada juga yang berpendapat, karena Allah dan para malaikatnya bersaksi bahwa dia ahli surga. Pendapat lainnya, karena ketika ruhnya keluar, dia menyaksikan bahwa dirinya akan mendapatkan pahala yang dijanjikan.

Macam-Macam Syahid

Kata syahid adalah istilah syar’i, digunakan untuk menyebut orang yang meninggal di medan jihad dalam rangka menegakkan kalimat Allah. Namun Rasulullah saw juga menyebutkan istilah syahid bagi mereka yang meninggal di luar medan jihad:

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ في سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ والذي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ

“Mati syahid itu ada tujuh, selain yang terbunuh di jalan Allah: Meninggal karena tha’un, meninggal karena tenggelam, meninggal karena sakit tulang rusuk, meninggal karena sakit perut, meninggal karena terbakar, meninggal karena tertimpa benda keras, dan wanita yang meninggal karena mengandung atau melahirkan bayinya juga syahid.” (HR. Abu Daud).

Tujuh syahid yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Syahid Akhirat saja, bukan Syahid Dunia Akhirat. Hal itu dikarenakan mati syahid ada tiga macam; Syahid Dunia Akhirat, Syahid Akhirat saja, dan Syahid Dunia saja.

Syahid Dunia Akhirat, adalah seorang muslim yang gugur di medan perang/jihad untuk meninggikan Kalimatullah. Syahid golongan ini tidak dimandikan dan tidak dishalati, tapi langsung dikebumikan dengan darah yang ada padanya dengan pakaian yang dikenakannya.

Syahid Dunia saja, maksudnya orang yang gugur dalam jihad tetapi niat jihadnya bukan karena Allah, seperti berjihad karena riya’, sum’ah, mendapat ghanimah dan lain lain. Syahid golongan ini diperlakukan seperti syahid dunia akhirat dari segi tidak dimandikan dan tidak dishalati, tetapi di akhirat tidak mendapatkan apa-apa.

Syahid Akhirat saja, adalah orang-orang yang wafat karena sebab-sebab yang dinyatakan oleh nash seperti sakit perut/diare, tertimpa reruntuhan, terbakar, tenggelam, melahirkan dan lain-lain, seperti yang disebutkan hadits di atas. Sehingga mereka mendapatkan pahala mati syahid namun tetap diperlakukan seperti mayat muslim pada umumnya, yakni dimandikan, dan dishalati.

Syahid Tanpa Jihad?           

Kenapa orang yang meninggal dunia selain di medan jihad bisa mendapatkan gelar syahid? Al Hafidz Al Aini mengatakan,

“Mereka mendapat gelar syahid secara status, bukan hakiki. Dan ini karunia Allah untuk umat ini, dimana Dia menjadikan musibah yang mereka alami (ketika meninggal dunia) sebagai pembersih atas dosa-dosa mereka, dan ditambah dengan pahala yang besar, sehingga mengantarkan mereka mencapai derajat dan tingkatan para syuhada hakiki. Karena itu, mereka tetap dimandikan, dan ditangani sebagaimana umumnya jenazah kaum muslimin.”

Imam Suyuthi menyebutkan bahwa Syahid Akhirat merupakan kekhususan bagi umat Nabi Muhammad saw. Umat sebelumnya tidak ada yang mendapatkan pahala Syahid Akherat, mereka mendapatkan pahala Syahid Dunia Akherat saja yaitu saat meninggal terbunuh di medan perang.

Pahala Syahid

Allah memberikan pahala istimewa kepada orang yang meninggal dunia dalam keadaan syahid. Rasulullah menyebutkan:

“Orang yg mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yg besar, dihiasi dgn perhiasan iman, dinikahkan dengan bidadari dan dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya.” (HR. Ibnu Hibban)

Subhanallah, begitu mulianya orang yang dipilih oleh Allah meninggal dunia dalam keadaan syahid.  Sedih, memang iya, namun semoga keluarga tidak terus menerus berlarut dalam kesedihan. Mestinya mereka bahagia, karena anak-anak mereka telah dipilih oleh Allah meninggal dunia dalam keadaan syahid. Bahkan mendapatkan dua pahala syahid sekaligus, insyaAllah. Pertama, meninggal karena tenggelam. Kedua, status mereka sedang thalabul ilmi. Rasulullah saw pernah menyebutkan:

“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam rangka mencari ilmu maka ia fi sabilillah (berada di jalan Allah) hingga kembali.” (HR. Tirmidzi)

BACA JUGA : Berteman Dengan Orang Shalih

Ulama’ menyebutkan, meski thalibul ilmi (penuntut ilmu) belum berangkat jihad ke medan perang, namun kesibukan mereka dalam mengkaji ilmu akan mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya mujahid. Wallahu a’lam.

Semoga untaian kata-kata di atas bisa menjadi pelipur lara bagi keluarga yang ditinggalkan -dan juga bagi siapa saja yang mendapatkan ujian semisal- sehingga bisa sabar dan tabah dalam menghadapi musibah tersebut.

Ya Allah, jadikanlah sisa hidup kami sebagai penambah amal kebaikan dan dan jadikanlah kematian kami sebagai penghenti dari melakukan amal keburukan. Aamiin.