Hukum Menjamak Mandi Junub Dengan Mandi Jumat

Mandi Jumat dan mandi junub adalah dua amalan yang sama-sama bertujuan untuk mensucikan diri namun memiliki perbedaan faktor penyebab, hukum, dan konsekuensi. Meski demikian, apa benar mandi Jumat dan mandi junub itu boleh dijamak menjadi satu?

Seorang muslim yang hendak melaksanakan shalat Jumat disyariatkan untuk melaksanakan mandi Jumat. Mandi Jumat yang hukumnya sunnah ini dilaksanakan mulai sejak terbit matahari sampai sebelum berangkat menuju ke masjid.

Karena mandi Jumat ini hukumnya sunnah, maka ini berimbas pada konsekuensi hukumnya. Bagi seorang muslim yang telah melaksanakan mandi Jumat, tetap wajib untuk melaksanakan wudhu jika ingin melaksanakan shalat. Mandi Jumat tidak bisa mengangkat hadats yang ada pada tubuh.

Dalil syariat mandi Jumat dapat dijumpai dalam kitab-kitab hadits. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Mandi di hari Jumat wajib bagi setiap muhtalim (orang yang telah mimpi basah; dewasa).” (HR. Al-Bukhari no. 879 dan Muslim no. 846).

Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ

“Apabila salah seorang di antara kalian akan mendatangi shalat Jumat, hendaklah dia mandi.” (HR. Muslim no. 1399)

Dalam kesempatan lain beliau bersabda,

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ

“Barangsiapa berwudhu di hari Jumat, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih utama.” (HR. An-Nasai no. 1380, At-Tirmidzi no. 497 dan Ibnu Majah no. 1091). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Baca Juga: Hukum Membangunkan Orang di Sela-sela Khutbah Jumat

Lain halnnya dengan mandi junub atau mandi janabah. Mandi junub dilakukan untuk mengangkat hadats besar yang ada pada tubuh karena sebab keluar mani, melakukan hubungan suami istri, selesai haidh, selesai nifas, orang kafir masuk Islam, dan muslim yang meninggal. Sehingga, mandi junub ini hukumnya wajib. Disebut juga dengan mandi wajib.

Dalilnya, firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al-Maidah: 6)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Fathimah binti Abi Hubaisy tentang perintah mandi setelah haidh berhenti. Beliau bersabda,

فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى

“Apabila kamu mendapati haidh, tinggalkanlah shalat. Apabila darah haidh berhenti, segeralah mandi dan mendirikan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 320 dan Muslim no. 333)

Karena dalam tata cara mandi junub telah ada wudhu, maka bagi orang yang telah mandi junub jika hendak melaksanakan shalat tidak perlu wudhu lagi.

Berkaitan dengan menjamak mandi Jumat dengan mandi junub menjadi satu, mayoritas Ulama Fikih membolehkan seseorang yang menjamak niat mandi Jumat dan mandi junub dalam satu mandi.

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa meskipun ketika mandi seseorang meniatkan diri untuk mandi junub dan mandi Jumat, maka ia akan mendapat keduanya dan sah. (Al-Majmu’, 1/368)

Senada dengan itu, Imam Ibnu Qudamah juga berpendapat bahwa jika mandi dengan dua niat; mandi Jumat dan mandi junub, itu boleh. Beliau melihat tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam masalah tersebut. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/257)

Salah seorang ulama kontemporer, syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah, juga pernah ditanya tentang masalah hukum menjamak mandi Jumat dengan mandi junub. Jawaban beliau sama, boleh, jika dilakukan di siang hari (sebelum shalat Jumat).

Baca Juga: “Sunnah Rasul Malam Jumat”, Katanya

Beliau menegaskan bahwa yang lebih utama adalah tetap meniatkan dengan dua mandi; mandi Jumat dan mandi junub. Dengan demikian, dia mendapat pahala keutamaan mandi Jumat juga. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/406)

Sementara itu, syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan lebih rinci lagi hukum menjamak mandi Jumat dengan mandi junub. (ar.islamway.net)

Jika seseorang mandi di hari Jumat dengan niat mandi junub, maka ia tak perlu melakukan mandi Jumat. Asalkan mandi dilakukan setelah terbitnya matahari. Kemudian jika meniatkan untuk dua mandi; mandi Jumat dan mandi junub, maka ia akan mendapat pahala keduanya.

Namun jika dia hanya meniatkan mandi Jumat saja, itu belum cukup untuk mengganti mandi junub. Sebab mandi junub itu hukumnya wajib yang bertujuan untuk mengangkat hadats, sehingga harus ada niat. Jika demikian, ia harus mandi lagi dengan niat mandi junub. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 16/137) Wallahu a’lam.

 

Oleh: Redaksi/fikih

Klik Di Sini Untuk Membaca Artikel Serupa

Khutbah Jumat: Umat yang Tersayat

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ

اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ

ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasulnya dengan hidayah dan agama yang lurus dan benar. Agama yang mampu mempersatukan suku-suku Arab bahkan menyatukan bangsa-bangsa di bawah satu panji, panji Islam.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallau ‘alaihi wasallam, Rasul teladan yang kesabarannya bagaikan samudera. Kebijaksanaannya seperti neraca yang tak pernah salah dalam menimbang. Dengan kesabaran dan kebijaksanaan ini beliau bina persatuan umat manusia. Sekali lagi, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Beliau, juga kepada para shahabat, tabi’in dan orang-orang yang teguh mengikuti sunah Rasulullah sampai hari Kiamat.

Rasulullah senantiasa menasihatkan takwa dalam setiap khutbahnya. Maka, khatib pun akan mengikuti sunah Beliau dengan menasehatkan wasiat serupa. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Takwa adalah inti diri kita, nilai diri kita di hadapan Allah. Apapun kini status kita, seberapa pun kekayaan kita, seperti apapun rupa kita, apapun organisasi keislaman yang kita ikuti, di mata Allah tetaplah takwa ukurannya. Seperti apapun kita membanggakan betapa tingginya status kita, betapa banyaknya harta kita, betapa eloknya rupa kita, betapa majunya organisasi keislaman kita, jika takwa dalam hati tak seberapa, maka di mata Allah seperti itulah nilai kita.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

jika perpecahan umat kita ibaratkan luka, sementara usaha pemersatuan adalah penyembuhannya, maka tubuh Umat Islam memang telah tergores di sana-sini. Sampai saat ini, tubuh umat islam serasa hampir penuh dengan luka akibat pertikaian antar sesama muslim.

Perseteruan antara Ibunda Aisyah dengan Khalifah Ali menjadi luka besar pertama yang telah mengering diterpa angin zaman. Terasa perih, tapi semua berusaha melupakan rasa yang ada. Pada akhirnya semua sadar bahwa manusia, setinggi apapun derajat imannya, tetaplah berada di atas kodrat yang telah digariskan Sang Pencipta, dia bisa salah dan lupa.

Luka kedua yang mengucurkan darah dengan deras adalah luka akibat pertikaian antar pengikut mazhab Syafi’i dan Hanbali. Terjadi antara tahun 467 hingga 490 an Hijriyah. Kedua pengikut mazhab saling gontok, saling provokasi sampai terjadi tawuran yang yang berakibat terbunuhnya 20 orang muslim di tangan saudaranya sendiri. Fanatisme mazhab yang begitu kental dan kuat membutakan mata dan hati hingga tega melukai saudara sendiri. Padahal pendiri mazhab yang mereka ikuti adalah guru dan murid yang saling belajar satu kepada yang lain.

Syaikh Muhammad Suud, salah seorang pakar mazhab asy Syafi’i menuturkan, pada masa fanatisme mazhab tengah berkecamuk, para orangtua bahkan melarang anaknya menikahi atau dinikahi oleh muslim yang beda mazhab. Wallahul musta’an.

Lantas muncullah al-Imam al-Ghazali yang berusaha mengembalikan hati kaum mukminin agar pulang menuju rumah takwa dan persatuan yang damai. Dalam majelisnya, Imam al-Ghazali mengijinkan siapapun untuk belajar dari Beliau tanpa harus terikat dengan mazhab tertentu. Jika apa yang dilakukan Imam al-Ghazali adalah obat, mungkin memang tidak bisa menyembuhkan secara langsung dan total, namun lambat laun, obat ini meredakan panasnya fanatisme yang ada.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Dua luka itu hanya secuil sejarah yang tercatat dalam buku tarikh mengenai luka di tubuh Islam akibat pertikaian dengan saudara sendiri. Bukan bermaksud mengungkit-ungkit luka lama, namun pada kenyataannya pola sejarah memang sering berulang. Hingga kini, luka-luka baru dari sebab yang serupa masih sering menggores.

Jika dahulu orang fanatik terhadap mazhab, kini orang seperti tak peduli dengan mazhab. Mereka memilih pendapat mazhab seperti memilih snack di toko roti. Pendapat yang dirasa enak diambil, yang sulit ditinggal. Meski masih ada klaim mengikuti mazhab tertentu, pada kenyataanya, tidak ada yang mampu mengikuti semua ketetapan dan pendapat satu mazhab.

Fanatisme itu kini beralih ke organisasi keislaman atau jamaah yang dianut. Kentalnya sama, kuatnya pun seperti dahulu kala. Kita bisa lihat sekarang, Hanya karena beda jamaah dan organisasi, sesama muslim bertikai. Majeis taklim yang semestinya berisi ilmu dan pencerahan berubah menjadi majelis hujatan yang secara spesifik ditujukan kepada personal. Sesama muslim saling membubarkan pengajian. Sesama muslim rebutan masjid, semata agar bisa memastikan bahwa pengisi ceramahnya adalah ustadz dari organisasinya. 

Wallahul musta’an, semua ini adalah sayatan-sayatan pedih yang menimpa tubuh umat Islam. Islam pun lemah karena tubuhnya sendiri tercabik-cabik. Jangankan bangkit melawan musuh-musuhnya, berdiri tegak saja tak mampu. Energi, pikiran dan daya kekuatannya terkuras untuk mengurus luka-luka ini.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Meskipun perbedaan pendapat akan selalu ada, usaha pemersatuan pun harus tetap diserukan. Wihdatul ummah, perasatuan umat adalah hal paling penting dalam usaha penegakan dien ini.

Mempersatukan umat adalah mengembalikan mereka pada pokok-pokok dien (ushuluddien) dan prinsip-prinsip utama dalam Islam (al- mabadi’ al-asasiyah). Membangun toleransi dalam masalah iktilaf serta menjalin silaturahmi yang baik. Terus memperdalam ilmu agar tidak gegabah dalam menyimpulkan segala hal. Mendalami ragam pendapat para ulama agar paham bahwa perbedaan pendapat dalam memahami ayat dan hadits adalah keniscayaan yang sulit dihindari.

Dan pada akhirnya, usaha ini tidak akan berhasil jika tidak dikembalikan ke pribadi umat masing-masing. Kesadaran yang harus dibangun adalah, pertama, kembali pada dien dan ketakwaan. Sekuat dan sebangga apapun kita mengklaim diri sebagai anggota sebuah jamaah atau organisasi keislaman, jika tiang-tiang agama kita lemah, jamaah yang kita ikuti tidak akan bisa membela kita di hadapan Allah. Shalat terlambat bahkan bolong, puasa dipenuhi hal sia-sia, tidak pernah zakat, dosa-dosa besar terus saja dikerjakan; berzina, memakan riba dan menzhalimi orang. Apakah kita berpikir, dosa-dosa ini akan diampuni begitu saja hanya gara-gara kita adalah member sebuah organisasi yang telah banyak memberikan kontribusi untuk Islam?

Kedua, hendaknya setiap pribadi meluaskan dada dan melebarkan toleransi pada masalah khilafiyah, pada  masalah yang memang menjadi keragaman yang diijinkan dalam Islam. Memahami bahwa khilafiyah dalam mazhab adalah kekayaan berpikir yang perlu dihormati.

Ketiga, berusaha fokus untuk memberikan kontribusi nyata pada Islam, bukan sekadar berbangga pada jamaah dan organisasi. Memberi apa yang dimampui dan berusaha menjadi pribadi muslim yang baik. Jika islam adalah bangunan, pastikan kita adalah batu-bata yang baik yang turut membantu menyusun dan menguatkan. Wallahua’lamu bishawab.

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِمَامُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى

إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Khutbah Jumat

 

Baca Khutbah Jumat Lainnya: Minder Taat Akhirnya MaksiatKandas Karena Malas,Pejabat; Orang yang Paling Butuh Nasihat

 


Belum Baca Majalah Ar-risalah Edisi Terbaru? Dapatkan Di Sini

Majalah hati, majalah islam online yang menyajikan khutbah jumat, artikel islam keluarga dan artikel islam lainnya