Hukum Badal Haji; Menggantikan Orang Untuk Pergi Haji

 

Assalamu’alaikum warahmatullah. Ustadz, apa hukum badal haji? yaitu seseorang yang menyediakan dirinya menghajikan orang lain dengan biaya dari yang dihajikan. Apakah yang dihajikan mendapat pahala haji dan kewajibannya gugur? Bolehkah satu orang menghajikan 10 orang dengan satu kali haji? Syukran atas jawabannya.

 

Waalaikumussalam warahmatullah,

الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Kebanyakan fuqaha empat madzhab berpendapat, dibolehkan—bahkan ada yang mewajibkan—melaksanakan ibadah haji atas nama orang lain yang sudah meninggal dan ia belum berhaji, atau atas nama orang yang sakit dengan tanpa kemungkinan sembuh, padahal ia memiliki harta yang cukup. Rincian pendapat mereka sebagai berikut:

Para ulama madzhab Hanafi menyatakan, jika seseorang menderita sakit atau berudzur sehingga ia tidak mampu menunaikan haji padahal ia punya harta, ia harus menghajikan seseorang atas nama dirinya. Syaratnya, udzur itu ada sampai ia mati. Adapun orang yang menunda-nunda sehingga ia mati belum menunaikan haji, sah untuk dihajikan, bahkan ia wajib berwasiat untuk itu.

Menurut para ulama madzhab Malik, tidak dibolehkan sama sekali mewakilkan haji, kecuali orang yang sudah meninggal dunia, itupun jika ia berwasiat. Maka, sah—tetapi makruh—dan hanya boleh menghabiskan 1/3 hartanya. Orang yang lumpuh tidak boleh dihajikan karena ia memang tidak mampu menunaikannya.

Baca Juga: Tanda Haji Kita Diterima

Para ulama madzhab Syafi’i membolehkan haji atas nama orang yang masih hidup dalam dua keadaan:

  • Pertama, ketika seseorang berudzur secara fisik, namun secara finansial mampu. Yakni orang yang sakit, lumpuh, atau sebab lain. Bahkan, jika jelas-jelas didapatinya orang yang bisa diupahnya dengan upah yang wajar untuk menunaikan haji atas namanya, ia harus melakukannya.
  • Kedua, orang yang menjelang ajal dan ia belum menunaikan haji. Orang ini wajib berwasiat kepada ahli warisnya untuk menunaikan haji atas namanya dari harta warisannya, sebagaimana dibayarkan hutang-hutangnya. Jika tidak ada biaya, maka meskipun tidak berwasiat, boleh bagi ahli waris atau orang lain untuk menunaikan haji atas namanya.

Seperti halnya para ulama madzhab Syafi’i, para ulama madzhab Hambali membolehkan mewakilkan haji dalam dua keadaan:

  • Pertama, orang yang punya udzur: usia lanjut, lumpuh, sakit yang nyaris tanpa harapan sembuh, dan perempuan yang tidak mempunyai mahram. Jika mendapati seseorang yang dapat mewakilinya, maka ia harus mewakilkan pelaksanaan haji kepadanya dengan biaya darinya.
  • Kedua, seseorang yang meninggal dunia dan ia wajib menunaikan haji, namun ia belum menunaikannya; baik karena ia menunda-nunda maupun karena ada udzur. Maka, wajib dikeluarkan dari hartanya, meskipun ia tidak berwasiat.

 

Dalil dan Syarat Badal Haji

Dalil dibolehkannya mewakilkan haji di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan empat penyusun kitab Sunan dari Ibnu ‘Abbas dan yang lain bahwa ada seorang perempuan dari Khats’am bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku baru mampu (secara finansial) untuk menunaikan haji setelah beliau tua renta. Beliau tidak dapat tegak duduk di atas onta.” Rasulullah saw menjawab, “Berhajilah atas namanya!”

Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna menunjukkan bahwa mewakilkan haji atau badal haji dibolehkan.

Meskipun diperbolehkan, para ulama menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat itu sebagai berikut:

  1. Niat—yang terbaik melafalkannya, misalnya, “Saya berhaji atas nama si Fulan.”
  2. Yang dibadali tidak mampu melaksanakan sendiri tetapi punya harta yang cukup untuk membiayai ONH. Jika yang dibadali sehat, haji badal tidak sah. Tentang ini para ulama sudah berijmak.
  3. Udzurnya berkelanjutan seperti lumpuh, ditawan musuh/dijatuhi hukuman seumur hidup, atau sakit tanpa harapan sembuh.
  4. Udzur sudah ada sebelum dihajibadalkan.
  5. Biaya haji dari harta yang dibadali. Kecuali, jika ahli waris dengan sukarela membiayai keberangkatan haji atas nama orang yang dibadali. Jika seseorang yang membadali pelaksanaan haji dengan sukarela membiayai sendiri keberangkatannya, maka tidak sah menurut para fuqaha madzhab Hanafi, tetapi sah menurut para fuqaha madzhab Syafi’i dan Hambali.
  6. Berihram dari miqatnya orang yang dibadali, bahkan menurut para fuqaha madzhab Hambali, harus berangkat dari negeri orang yang dibadali.
  7. Tidak boleh memungut biaya atas pelaksanaan badal haji.
  8. Orang yang membadali harus sudah baligh.
  9. Orang yang membadali harus sudah melaksanakan haji, menurut para fuqaha madzhab Syafi’i dan Hambali. Para fuqaha madzhab Hanafi dan Maliki tidak mensyaratkannya.
  10. Orang yang membadali tidak boleh merusak hajinya.
  11. Tidak boleh juga menyelisihi keinginan yang dibadali. Misalnya orang yang yang dibadali menginginkan haji qiran, lalu orang yang membadalinya melaksanakan haji tamattu’; ini tidak boleh.
  12. Orang yang membadali hanya melaksanakan satu haji, atas nama dirinya atau atas nama orang lain.
  13. Orang yang membadali hanya membadali satu orang.

Kesimpulan

Badal haji dibenarkan menurut Islam, yang dihajikan gugur kewajibannya dan—insya Allah—mendapatkan pahala dari Allah serta gugur kewajibannya. Mengenai apakah boleh satu orang menghajikan lebih dari satu orang, para fuqaha sepakat hal itu tidak boleh. Wallahu a’lam.

 

Dijawab Oleh: Ust. Imtihan asy-Syafi’ie/Konsultasi

Suami Tidak Memberi Nafkah, Otomatis Cerai?

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, saudara perempuan saya sudah menikah namun ditinggal pergi suaminya merantau keluar Jawa. Hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa kabar berita dan nafkah yang diberikan. Apakah mereka sudah dihukumi cerai secara agama?Jazakumullah untuk nasihatnya.

Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

 

Hamba Allah

 

 

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Saudara seiman yang dirahmati Allah, saya bisa mengerti kegalauan Anda saat saudara perempuan Anda diperlakukan seperti itu. Bagaimanapun, kita tentu berharap yang terbaik bagi seluruh anggota keluarga, yaitu pernikahan yang bahagia. Dan jika hal sebaliknya yang terjadi, wajar jika kita menjadi sangat kecewa. Namun, ada beberapa hal yang harus kita fahami dahulu sebelum mengambil keputusan agar tidak salah melangkah.

Sebagai penjagaan keseimbangan dan penghindaran dari kezhaliman, sebuah pernikahan memiliki konsekuensi hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. Dalam hal ini, kepemimpinan suami dan ketaatan istri adalah pondasi utamanya. Memimpin dan menafkahi menjadi kewajiban terbesar suami. Sementara melayani dan mentaati suami kewajiban terbesar bagi istri.

Namun, jika salah satu atau bahkan kedua pihak dari pasangan itu tidak menjalankan kewajibannya, pernikahan mereka tetap sah, karena pelanggaran tanggung jawab bukanlah penyebab perceraian. Sehingga, jika seorang suami tidak memberi nafkah, atau pergi tanpa memberi kabar, juga si istri tidak mau taat kepada suami, pernikahan mereka tidak otomatis berakhir.

Baca Juga:Tidak Tahan dengan Penampilan  & Kelakuan Istri

Misalnya jika ada istri yang nusyuz atau durhaka kepada suaminya, Allah tidak menghukumi pernikahan mereka batal. Namun memberikan solusi untuk perbaikan keluarga dengan nasihat, boikot ranjang dan pemukulan. Jika kedurhakaan istri membatalkan pernikahan, tentu tidak perlu lagi solusi semacam ini. Demikian pula ketika suami melakukan nusyuz, yang menampakkan rasa bosan kepada istri, malas untuk tinggal bersama, bahkan tidak menafkahinya. Dalam kasus ini, istri berhak mengajukan sulh (berdamai), dengan melepaskan sebagian haknya yang menjadi kewajiban suaminya, dalam rangka mempertahankan keluarga.

Selain itu, sebuah perceraian bersifat resmi. Yaitu harus ada pernyataan resmi dari pihak terkait tentangnya. Bisa dari pihak suami dengan menjatuhkan thalak, bisa si istri mengajukan khulu’, atau otomatis batal jika si suami murtad dari Islam.

Maka, mintalah saudara Anda untuk berfikir tentang manfaat dan madharat antara bertahan atau berpisah. Seberapa dia bisa bersabar dan menjaga keikhlasannya menjalani rumah tangga seperti itu. Kalau dia sudah tidak kuat lagi, antarkan dia ke lembaga terkait untuk mendaftarkan gugatan cerai. Namun jika dia masih berharap suaminya pulang dan bisa bersabar, doakan kekuatan baginya untuk menjalani pernikahannya yang berat ini.

 

Demikian, semoga bermanfaat.

Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

 

Dijawab Oleh: Ust. Triasmoro Kurniawan/Konsultasi Keluarga

 

Akhwat Menolak Lamaran Ikhwan yang Berwajah Buruk

PERTANYAAN:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Ustadz, bagaimana hukumnya menolak lamaran laki-laki yang berwajah buruk namun memiliki agama yang baik? Di satu sisi kami ingin menjadi wanita shalihah yang seringkali dipersepsikan sebagai ‘menerima laki-laki yang memiliki agama dan akhlak yang baik tanpa memandang hal-hal selainnya’. Namun di sisi lain, kami juga takut tidak ikhlas menjalankan kewajiban sebagai istri karena kecewa dengan fisik suami.

Atas nasihat ustadz, ana sampaikan jazakumullah khaira jazaa’

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Seorang Akhwat yang gundah di bumi Allah

 

JAWABAN:

Wa’alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh

Akhwat yang baik, esensi dalam sebuah pernikahan adalah kenyamanan batin (sakinah). Hal ini jika terwujud, akan memudahkan kita berkonsentrasi dalam membangun ketakwaan. Inilah yang terpenting untuk dibangun dalam sebuah keluarga islami. Bukan kumpulan materi bisu yang tidak menambah ibadah dan kebaikan seisi rumah, atau kebersamaan semu yang menyakitkan semua pihak di dalamnya.

Jika demikian adanya, maka ada banyak hal yang mestinya kita pertimbangkan ketika memutuskan untuk menerima lamaran seorang laki-laki. Standar agama dan akhlak pasti karena hal itu harga mati. Namun kebaikan agama dan akhlak saja, bagi banyak di antara kita, tidak menjadi jaminan adanya kenyamanan hati itu jika terdapat banyak sekali perbedaan antara suami dan istri. Baik yang berupa karakter, kebiasaan, kemampuan berfikir, kelancaran komunikasi, hingga penampilan fisik. Meski bagi sebagian yang lain, hal ini bisa saja tidak menjadi persoalan berarti.

Mengenai hal ini, Shahabat Umar bin Khattab pernah berkata, “Janganlah kalian nikahkan anak gadis kalian dengan laki-laki yang bertampang jelek karena wanita itu menyukai laki-laki yang ganteng sebagaimana laki-laki itu menyukai perempuan yang cantik!

Baca Juga: Bila Wanita Melamar Pria

Jadi, boleh saja seorang wanita menolak lamaran laki-laki ketika dia merasa tidak sreg dengannya. Hanya saja, jangan sampai hal ini menjadi sesuatu yang diprioritaskan untuk kemudian mengabaikan kualitas agama dan akhlak si pelamar. Sebab setelah berkeluarga nanti, keqawwaman laki-laki-lah yang mengambil peran terbesar guna teraihnya sakinah itu. Sehingga ketampanan fisik tanpa kemampuan mengayomi keluarga dan menyelesaikan masalah yang ada, juga akan mendatangkan kekecewaan yang besar.

Cobalah beristikharah agar Allah memilihkan yang terbaik, dan kita terhindar dari penyesalan di kemudian hari. Karena rencana Allah-lah yang akan terjadi, bukan keinginan kita. Sehingga kita harus belajar banyak untuk ridha dengan pilihan Allah.  Wallahu a’lam

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

 

Oleh: Ust. Triasmoro Kurniawan/Konsultasi

Katanya, Membunuh Cicak Dapat Pahala, Apa Iya?

Assalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Langsung aja ya, ana mau tanya seputar hukum membunuh cicak, apakah dapat pahala apa tidak ketika membunuh hewan tersebut? Jazaakumullahukhair atas jawabanya. Demikian, Wassalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Abdullah, di Bumi Allah   

 

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Benar, membunuh cicak memang diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ. Dari Ummi Syuraik, Rasulullah memerintahkan agar membunuh cicak, Beliau bersabda, “Dia telah meniupkan api pada nabi Ibrahim.” (HR. Bukhari).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:

 

مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً وَمَنْ قَتَلَهَا فِى الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً لِدُونِ الأُولَى وَإِنْ قَتَلَهَا فِى الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً لِدُونِ الثَّانِيَةِ.

Barangsiapa yang membunuh cicak di pukulan yang pertama maka baginya sekian dan sekian pahala kebaikan. Barangsiapa yang membunuhnya di pukulan yang kedua maka baginya sekian dan sekian pahala kebaikan di bawah yang pertama. Dan barangsiapa yang membunuhnya di pukulan yang ketiga maka baginya sekian dan sekian pahala kebaikan di bawah yang kedua.” (HR. Abu Daud)

Menurut Abu Isa, hadits Abu Hurairah ini kedudukannya Hasan Shahih. Dan menurut Syeikh Al-Albani hadits ini Shahih.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang membunuh cicak di pukulan yang pertama maka ditulis baginya seratus kebaikan, di pukulan kedua pahala kebaikan di bawahnya (pukulan pertama), dan di pukulan yang ketiga kebaikan di bawahnya (pukulan yang kedua).” (HR. Muslim)

Dalam lafadz lain, “Di pukulan pertama mendapatkan tujuh puluh pahala kebaikan.” (HR. Muslim)

Baca Juga: Shalat Sambil Menggendong Bayi Berpopok

Dari beberapa keterangan di atas, ada riwayat yang menjelaskan seratus pahala di pukulan pertama dan riwayat lain tujuh puluh pahala. Menurut Imam An-Nawawi, kedua riwayat tersebut bukan berarti bertentangan, karena bisa jadi sebelumnya Allah telah memberitakan balasan tujuh puluh pahala tapi kemudian Allah menambahnya menjadi seratus pahala, atau bisa jadi juga jumlah itu disesuaikan dengan kondisi keikhlasan dan niat orang yang membunuh cecak tersebut. Maka seratus pahala bagi mereka yang sempurna keikhlasannya, dan tujuh puluh pahala bagi mereka yang tidak sempurna keikhlasannya. WaAllahu ‘Alam Bissawab .

Redaksi/ Ad-Dibaj ‘Ala Muslim: 5/255. Riyadhu Ash-Shalihin: 2/324

khutbah Jumat: Keluarga, Fondasi Utama kekuatan Umat

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ

اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ

ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan tali pernikahan sebagai tali yang kuat dalam menjalin hubungan antara lelaki dan perempuan. Segala puji Bagi Allah yang telah menjadikan keluarga sebagai wadah yang penuh ketenangan, cinta dan kasih sayang guna melahirkan generasi yang baik dan shalih. Dan segala puji bagi Allah yang sangat membenci perceraian meski halal dilakukan agar setiap pasangan berusaha keras untuk menjaga rumah tangganya dari kehancuran.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad, Nabi yang telah mencontohkan cara berkeluarga yang baik, cara mendidik anak yang baik dan cara menyelesaikan setiap persoalan rumah tangga dengan baik. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salamnya kepada Beliau, juga kepada keluarga Beliau, para shahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Ingatkah kita mengenai kisah Ayah Shalahuddin al-Ayubi saat hendak menikah? Ayah Shalahuddin yang bernama Najmuddin tak hentinya berdoa dan berusaha agar bisa menikah dengan wanita yang dapat diajak bersama-sama mendidik anaknya menjadi pejuang yang mampu membebaskan Baitul Maqdis dari tangan Yahudi.

Beliau menolak setiap wanita yang ditawarkan kepadanya, sampai suatu ketika Beliau mendengar ada seoang wanita yang memiliki cita-cita yang sama persis dengannya. Tanpa pikir panjang, Najmudiin pun menikahi wanita tersebut meskipun wanita tersebut adalah wanita dusun. Lalu benarlah, dari pasangan ini, lahirlah sosok shalahuddin al Ayyubi, Panglima paling disegani sepanjang sejarah pertempuran antara Islam dan Salibis. Panglima Islam yang mampu membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman Yahudi.

 

 Jamaah Jumat Rahimakumullah

Di sisi lain, kita juga mendengar ada sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa godaan setan atas manusia yang paling disukai oleh Iblis sebagai pemimpin mereka adalah menceraikan pasangan suami isteri. Rasulullah SAW bersabda:

 

إِنَّ إِبلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْماَءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُم فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا. قَالَ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا. ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ. قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian Dia mengirim tentara-tentaranya. Setan yang jabatannya paling dekat dengan Iblis adalah yang paling besar fitnah yang ditimbulkannya. Datang salah seorang dari anak buah iblis menghadap iblis seraya berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis menjawab, “Engkau belum melakukan apa-apa.” Lalu datang setan yang lain melaporkan, “Tidaklah aku meninggalkan dia (anak Adam yang diganggunya) hingga aku berhasil memisahkan dia dengan istrinya.” Maka iblis pun mendekatkan anak buahnya tersebut dengan dirinya dan memujinya, “Engkaulah yang terbaik.” (HR. Muslim no. 7037)

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Poin penting yang dapat kita simpulkan dari dua kisah di atas adalah betapa urgennya peran keluarga dalam membangun umat. Keluarga adalah batu penyusun benteng kekuatan umat. Jika keluarga rapuh, umat pun rapuh, jika keluarga hancur, umat pun akan hancur.

Pantas saja jika iblis sangat menyukai setan yang mampu memisahkan pasangan dan menceraiberaikan rumah tangga padahal cerai (talaq) hukumnya legal menurut syariat. Hal ini karena dampak negatif yang ditimbulkan dari rusaknya keluarga sangatlah besar dan bersifat turun temurun karena yang paling terkena dampaknya adalah anak-anak. Anak-anak dari keluarga broken home sangat berpotensi mudah dirusak karena tak mendapat perhatian dan pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Bagaimana bisa mendapatkan pendidikan yang baik sementara dua orang yang bercerai biasanya saling membenci dan menjauhi?

Mencerai-beraikan rumah tangga benar-benar menjadi investasi setan yang laur biasa dalam merusak manusia. Bukankah jika generasi berikutnya rusak, maka setan seakan sudah tak perlu berusaha keras untuk menggoda manusia agar bermaksiat? Jika generasi muda rusak, maka di masa berikutnya, akan muncul setan-setan baru dari kalangan manusia yang bahkan bisa lebih setan daripada setan itu sendiri?

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Setan akan berusaha keras menghancukan rumah tangga kaum muslimin dengan beragam cara. Membuat sang suami selingkuh, membuat isteri selingkuh juga atau membuatnya sangat boros terhadap harta suaminya hingga suaminya menceraikannya, memicu timbulnya pertikaian dan kesalah pahaman, dan beragam cara yang dapat merusak hubungan rumah tangga.

Ini demi investasi masa depan dan demi pangkat yang dijanjikan Iblis. Akan sangat merepotkan jika keluarga muslim berhasil menjaga rumah tangga mereka. Satu keluarga Najmuddin yang utuh saja mampu memporak-porandakan pasukan salibis. Satu keluarga rakyat Palestina yang baik mampu menghasilkan para penghafal al-Quran sekaligus mujahid pejuang yang kenal takut akan kematian dan siap menghancurkan kesombongan Yahudi. Keluarga-keluarga yang terjaga dengan baik melahirkan para ulama dan dai-dai yang senantiasa meredam berbagai bentuk propaganda maksiat yang dibuat setan dan tak henti-hentinya mengingatkan umat agar jangan terpedaya rayuan setan.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Oleh karenanya, marilah kita berusaha sekuat tenaga menjaga keutuhan keluarga kita. Kita tingkatkan ketakwaan diri dan keluarga dan kita eratkan hubungan kasih sayang karena Allah agar rumah tanga kita dapat melahirkan generasi yang laur biasa. Kita ingatkan diri bahwa tujuan berkeluarga bukanlah sekadar agar dapat melampiaskan kebutuhan biologis dan mempunya anak. Lebih dari itu, rumah tangga adalah madrasah-madrasah kecil, tempat para pejuang Islam, ulama, pejuang nahi mungkar, dan tokoh-tokoh Islam dilahirkan.

Mungkin kita sebagai bagian dari fase generasi belum mampu memberi kontribusi besar bagi Islam dan kaum muslimin. Namun jika kita mampu melahirkan generasi muda Islam yang baik, kita telah mengambil peran yang besar dalam perjuangan menegakkan dienul Islam.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Demikianlah khutbah yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat.

 

 وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿2﴾ إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِمَامُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى

إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Oleh: Redaksi/Khutbah Jumat

Materi Khutbah Jumat Lainnya:  Minder Taat Akhirnya MaksiatKandas Karena Malas,Pejabat; Orang yang Paling Butuh Nasihat

 


Belum Baca Majalah Ar-risalah Edisi Terbaru? Dapatkan Di Sini

Majalah hati, majalah islam online yang menyajikan khutbah jumat, artikel islam keluarga dan artikel islam lainnya

Selalu Kena Marah Ibu Mertua, Bagaimana Solusinya?

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ustadz, saya punya masalah dengan ibu mertua. Beliau selalu marah-marah dan kurang terima dengan berbagai hal yang saya lakukan. Padahal, insyaallah, saya selalu berusaha menjalankan tugas dengan baik, karena saya anak desa yang terbiasa dengan urusan kerumahtanggaan. Beliau sering marah dan menyinggung perasaan saya. Sayangnya, tipikal suami saya pendiam dan sering mengalah dengan ibu. Padahal satu dua kali saya juga butuh pembelaannya, sebab beberapa hal menurut saya sangat menyinggung perasaan. Apa memang birrul walidain itu harus seperti itu, Ustadz? Kalau iya, mungkin kesabaran saya yang kurang. Atas masukannya saya ucapkan terima kasih.

Muslimah, Jogja

 

Wa’alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ukhti yang shalihah, persoalan yang muncul antara mertua dengan menantu adalah masalah yang sangat lazim. Ketidakcocokannya bisa karena kurangnya komunikasi, pengetahuan keagamaan yang lemah, hingga soal perbedaan selera dalam berbagai hal. Meski tidak mudah, bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Semoga Allah memudahkan urusan Ukhti.

Yang pertama, cobalah bersyukur kepada Allah atas kesempatan beramal shalih dengan ibu mertua. Sebuah kesempatan langka yang tidak semua menantu mendapatkannya. Anggaplah beliau sebagai ibu sendiri agar lebih mudah memahami sikap dan tindakannya. Termasuk perasaan terikat dengan putra kesayangan, yang lahir dari rahimnya, kini terbagi kecenderungannya dengan Ukhti sebagai isteri. Kelak, Ukhti akan mengerti, insyaallah.

Perbaikilah pola komunikasi dengan cara yang lemah lembut agar terbentuk saling pengertian. Hormati, muliakan, cintai, dan sayangi beliau dengan tulus. Insyaallah hal itu bisa melunakkan hatinya. Sering-seringlah meminta nasihat atas suatu masalah agar Ukhti bisa melihat sudut pandang beliau. Selain akan membuat Ukhti bertambah luas wawasan, hal itu juga bisa menjadi masukan bagi suami untuk bersikap jika ternyata pandangan beliau menyimpang dari ajaran agama islam. Bagaimanapun, beliau berasal dari zaman dan pola pendidikan yang berbeda.

Jangan lupa untuk mempelajari selera beliau tentang suatu hal. Sebab selera seseorang terhadap sesuatu, akan sangat berpengaruh terhadap penilaiannya. Jadi bukan hanya soal selesai dikerjakan, tapi juga tentang bentuk dan tampilannya.

Selain itu, ingatkanlah suami tentang tanggung jawabnya untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah terbebas dari campur tangan orang lain. Juga tentang kewajibannya untuk bersikap adil dengan timbangan syariat. Bisa menegur siapapun yang berbuat zhalim dan melanggar syariat dengan cara yang baik.

Dan kalau ternyata pilihannya adalah berpisah tempat tinggal, maka jangan lupakan silaturahmi dengan sering berkunjung. Syukur sambil membawa oleh-oleh. Juga jangan lupa mendoakan kebaikan bagi beliau secara khusus. Semoga bermanfaat!

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

 

Oleh: Ust. Tri Asmoro/Konsultasi Keluarga

 

Baca Konsultasi Lainnya Juga: 

Pernah Dinodai Oleh Pacar dan Takut Memutusnya, Apa Solusinya?

Tidak Tahan dengan Kelakuan dan Penampilan Istri

Saya Rajin Beribadah, Tapi Jodoh tak Juga Kunjung Datang

 


Ingin berlangganan Majalah Islami tentang keluarga dan seluk-beluknya? Hubungi Keagenan Majalah ar-risalah terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di nomer: 0852 2950 8085

Suami Suka Iri

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Ustadz, saya seorang istri dengan 2 orang anak. Begini Ustadz, saya mohon nasihat dari Ustadz tentang bagaimana cara menghadapi suami yang egois dan suka iri dengan keberhasilan orang lain, sementara dia sendiri kurang bekerja keras. Jazakumullah atas nasihatnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Hamba Allah di Pwrj

Wa’alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh
Hamba Allah yang budiman, sikap egois adalah tanda ketidakdewasaan seseorang karena tidak memikirkan orang lain. Orang seperti ini hanya melihat persoalan dari sisi menguntungkan dirinya atau tidak. Dia kurang bisa menenggang perasaan dan kepentingan orang lain dan cenderung tidak peduli. Sedang sifat iri biasanya datang dari rasa takut tidak bisa menyamai apa yang dicapai oleh orang lain dalam hal yang kita inginkan. Hal yang bukan saja menunjukkan rasa tidak percaya diri, namun juga pikiran yang negatif dan bahwa kita sebenarnya tidak cukup baik.

Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidaklah seseorang mencintai kekuasaan, melainkan pasti ia merasa iri dan dengki terhadap lawannya, suka mencari-cari aib orang lain, dan tidak suka bila kebaikan lawannya disebut-sebut.”
Menghadapi orang seperti ini jelas bukan perkara mudah, apalagi status beliau sebagai suami. Untuk itu, yang pertama adalah menyediakan waktu yang cukup guna melakukan sharing secara berkesinambungan dengan suami. Ajaklah bicara tentang takdir bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, sehingga tidak perlu untuk iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Katakan kepada beliau bahwa kita tidak bisa menjadi orang lain karena kita berbeda dengannya, dan pasti setiap kita memiliki kelebihan yang bisa kita gali dan kembangkan. Tunjukkan dengan bahasa yang santun tentang kekurangan suami agar beliau lebih sibuk mencari aib diri sendiri alih-alih sibuk mencari kejelekan dan kekurangan orang lain. Lakukan semuanya dengan hati-hati dan sabar. Sebab kalau tidak, malah bisa memicu konflik baru.

Ajaklah suami untuk mensyukuri nikmat yang ada agar tidak selalu merasa kurang. Sebab, “Barangsiapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka dia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad). Ajak beliau untuk melihat mereka yang di bawah kita agar bisa lebih bersyukur dan ridha. Jangan lupa untuk berdoa agar terbebas dari rasa iri dengki yang menyiksa, sebagaimana para shahabat dahulu melakukannya.

Ibu bisa juga mengajak suami untuk datang di berbagai kajian keislaman agar mendapat ilmu yang bermanfaat dan tidak melulu memikirkan urusan dunia. Sebab, rasa iri selain buah dari iman yang lemah, juga tumbuh dari persaingan duniawi belaka. Bekal ilmu ini perlu agar suami menjadi lebih dewasa, mau berbagi, tumbuh rasa percaya diri, berfikir positif dan memiliki etos kerja yang tinggi. Yakinkan kepada beliau bahwa kesuksesan adalah hasil kerja keras dan beliau, insyaallah bisa melakukannya.
Demikian semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh