Yang Dilakukan Makmum Masbuk Saat Shaf Sudah Penuh

Pertanyaan:

Assalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Ustadz, saya mau tanya :

  1. Apa yang harus dilakukan makmum masbuk ketika shaf shalat sudah penuh. Apakah boleh menarik mundur makmum lain agar berdiri bersamanya, atau berdiri sendirian di belakang shaf shalat?
  2. Lalu apakah sah shalatnya orang sendirian di belakang shaf, karena pernah ada yang bilang bahwa Rasulullah memerintahkan untuk mengulanginya?

Abdullah, Masaran Sragen

 

Jawaban:

Ketika seorang makmum masbuk datang, dan melihat shaf sudah penuh, hendaknya mencari celah shaf dengan menembus shaf bila memungkinkan. Bila dia tidak mendapatkan celah atau kelonggaran shaf, dalam hal ini ada dua pendapat:

Pertama, dia tetap berdiri sendiri dan tidak menarik salah satu dari jama’ah shalat, sehingga tidak menghalangi dari keutamaan shaf yang terdahulu, ini pendapat al-Qadhi Abu Thayib. 

kedua, disunahkan baginya menarik salah satu jama’ah shalat dari shaf, dan bagi yang ditarik disunahkan menolongnya, sehingga ia terbebas dari pendapat ulama, bahwa shalat sendirian di belakang shaf tidak sah, ini adalah pendapat kebanyak dari ulama Syafi’iyyah juga Abu Hamid.

Adapun pertanyaan kedua, kebanyakan ulama tetap menghukumi shalatnya sah dan diterima, walaupun menurut Ahmad dan Abu Tsur shalatnya rusak. Perselisihan mereka disebabkan oleh perselisihan atas keshahihan hadits Wabisah bin Ma’bad:

 

عَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَدٍ أَنَّ رَجُلاً صَلَّى خَلْفَ الصَّفِّ وَحْدَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الصَّلاَةَ

Dari Wabisah bin Ma’bad, ia berkata, “Ada seorang laki-laki shalat sendirian di belakang shaf. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar ia mengulangi shalatnya.” (HR. Tirmidzi)

Imam Syafi’i berpendapat, bahwa hadits ini bertentangan dengan hadits Anas yang menjelaskan, pernah ada seorang yang tua sendirian di belakang shaf. Menurut Ahmad, hadits ini tidak bisa dijadikan alasan, karena termasuk dari sunah wanita, adalah berdiri shalat di belakang imam, walaupun dia sendirian.

Dan kebanyakan ulama, berdasarkan dengan hadits Abu Bakrah, bahwa Abu Bakrah pernah berdiri dan ruku’ di belakang shaf, tapi Rasulullah SAW tidak memerintahkan mengulangi shalatnya.

Lalu Ibnu Taimiyah menengahi dalam hal ini, “Bahwa shalat makmum sendirian di belakang shaf karena tidak mendapatkan kelonggaran hukumnya makruh dan tidak sesuai dengan sunnah. Tapi shalatnya tetap sah, karena semua kewajiban shalat bisa gugur karena ketidakmampuan. (Fatawa Kubra:2 /327, Bidayatul Mujtahid:1/108, Al-Majmu:4/255)

 

Oleh: Redaksi/Konsultasi

 

Baca Juga: 

Tak Shalat Berjamaah Karena Sibuk Bekerja

Kapan Diwajibkan Bermadzhab?

Hukum Menjalin Jemari Saat Menunggu Shalat

Tak Shalat Berjamaah Karena Sibuk Bekerja

Pertanyaan:

Bapakku seorang kuli bangunan. Terkadang ia tidak pergi ke masjid untuk shalat berjamaah karena pekerjaannya. Apakah hal tersebut dibolehkan?

 

 

Jawaban

Seorang muslim hendaknya menjaga shalat berjamaah di masjid dalam semua waktunya. Jangan sampai kesibukan dunia menghalangi dirinya dari shalat berjamaah.

Allah berfirman,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ 

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

Cobalah memberi nasihat kepada Ayah Anda dengan cara yang bijak dan mengingatkannya dengan dalil-dalil yang sahih.

Seorang muslim tidak boleh bersusah payah bekerja untuk dunia namun mengorbankan ibadah dan shalatnya. Salah satu ciri orang beriman telah disebutkan oleh Allah yaitu tidak terbuai oleh perdagangan mereka dan jual beli mereka sehingga lupa berzikir kepada Allah dan menegakkan shalat. Sebagaimana firman-Nya,

 

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآَصَالِ . رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأَبْصَارُ . لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ  

“(Mereka) bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.  (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (QS. an-Nur: 36-38)

Dan kumpulan ayat-ayat tersebut ditutup dengan firman Allah Ta’ala,

 

وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.”

Hal ini sebagai isyarat bahwa hendaknya bagi orang yang sibuk berdagang dan bekerja dengan mengabaikan ketaatan kepada Rabbnya menyadari bahwa rezeki itu ada di tangan Allah, Dia yang memberi rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas.

Kita memang dianjurkan untuk menjemput rezeki dengan bekerja, akan tetapi seorang muslim tak boleh berlebihan dalam bekerja sehingga menghabiskan seluruh waktunya dengan mengorbankan ketaatan, kesehatan, dan pendidikan anak-anaknya. Hendaknya dia bersungguh-sungguh dan selalu mendekat kepada Allah.

Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua dan memberikan rezeki yang baik dan barokah. Wallahua’lam.

 

Oleh: Redaksi/Konsultasi

 

Baca Konsultasi Yang Ini Juga: