Konsultasi: DP hangus Karena tidak Jadi Beli

Ustadz, di sekitar kita sering kita jumpai seseorang membeli suatu barang dengan memberikan uang muka atau DP (down payment) kepada penjual barang agar barang itu tidak dijual ke orang lain. Yang umum berlaku, uang muka itu hangus atau tidak bisa diminta lagi oleh pembeli, apabila ia tidak jadi melakukan pembelian. Apakah yang seperti itu diperbolehkan? (Muslim—Sukoharjo)

 

الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

Jual beli dengan memberikan uang muka kepada penjual barang dalam istilah fiqhnya disebut dengan bay’u al-‘urban atau bay’u al-‘urbun. Ada hadits berkenaan dengan larangan jual beli dengan uang muka ini.

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ

“Rasulullah saw melarang jual beli dengan uang muka.”

 

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hanya,  keshahihan hadits ini diperselisihkan oleh para ulama hadits. Dan bertolak dari tidak shahihnya—juga beberapa alasan lain—para ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli dengan uang muka atau DP seperti tergambarkan dalam pertanyaan saudara Muslim.

Para ulama madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i mengharamkan bay’u al-‘urbun ini. Selain adanya hadits, menurut mereka, jual beli dengan uang muka ini mengandung perkara-perkara yang diharamkan Allah dalam jual beli. Perkara-perkara itu adalah: mengambil harta orang lain secara batil, adanya syarat yang rusak, dan adanya spekulasi antara jadi beli atau tidak (gharar).

Adapun para ulama madzhab Hambali—juga kebanyakan ulama masa kini—membolehkan bay’u al-‘urbun. Selain karena dhaifnya hadits, ada atsar dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau melakukannya. Ada juga keterangan bahwa Ibnu ‘Umar, Sa’id bin Musayyib, dan Muhammad bin Sirin membolehkannya.

Menanggapi klaim dari mereka yang mengharamkan jual beli ini mengenai uang muka atau DP yang diambil oleh penjual jika transaksi tidak jadi, bahwa itu termasuk mengambil harta orang lain secara batil, para ulama yang membolehkan jual beli ini menyatakan, “Uang muka (DP) adalah kompensasi yang diberikan kepada penjual yang menunggu dan menyimpan barang transaksi selama beberapa waktu. Dia telah kehilangan sebagian kesempatan berjualan. Jadi, tidaklah benar pandangan yang mengatakan bahwa uang muka diambil begitu saja.”

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa mereka yang membolehkan jual beli dengan uang muka ini mensyaratkan adanya batasan waktu menunggu bagi penjual, selain kerelaan dari kedua belah pihak. Maknanya jika pada saat jatuh tempo pembeli tidak datang atau tidak ada kabar kepastian darinya, pembeli boleh menjualnya ke pihak lain dan dia berhak atas uang muka yang diberikan oleh pembeli. Meskipun demikian, jika penjual mengembalikan uang muka kepada pembeli, itu adalah yang terbaik. Wallahu al-Muwaffiq.

Oleh: Redaksi ar-risalah

Beli lalu Titip

Saya membeli semen 1 sack seharga Rp. 55.000 dan menitipkannya di toko tempat saya membeli tersebut selama 2 bulan. Ketika saya hendak mengambilnya, harga semen telah naik menjadi Rp. 57.000. Haruskah saya menambah Rp. 2.000? (Fauzan—Solo)

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ

Transaksi yang saudara lakukan telah terjadi dan sah dengan dilakukannya serah terima barang dan uang. Mengenai penitipan yang saudara lakukan, maka itu tidak mengapa. Dengan catatan, 1 sack semen yang 2 bulan kemudian saudara ambil adalah 1 sack semen yang saudara beli 2 bulan yang lalu. Bendanya sama, bukan benda yang lain. Dan saudara tidak perlu menambah selisih harga.

Pemilik toko tidak berhak dan tidak boleh menggantinya dengan semen yang lain, meskipun hal itu menguntungkannya—karena ia telah mendapatkan tambahan modal meskipun sedikit dalam waktu yang tidak seberapa lama—dan menguntungkan saudara—karena mendapatkan semen yang baru. Demikian pula meskipun semen itu dititipkan lebih dari 2 bulan sehingga semen itu membatu. Saudara tidak boleh mendapatkan gantinya. Itu adalah risiko yang harus saudara tanggung. Wallahu a’lam.