5 Alasan Mengapa Negeri Palestina Begitu Mulia dan Harus Dibela

Dari dulu Palestina selalu mengundang perhatian. Perhatian dari sisi fadhilah yang begitu agung yang dimilikinya dan perhatian pada penjajahan yang tiada usainya yang dilakukan oleh orang-orang Zionis Israel.

Belum banyak yang mengetahui keutamaan negeri ini, sehingga masih ada Kaum muslimin yang acuh dengan urusan Palestina, dan ada juga yang berpendapat bahwa lebih baiknya orang-orang  Palestina hijrah ke luar daerahnya dan meninggalkan masjid al-Aqsha merintih sendirian diatas penjajahan Israel.

Banyak sekali nash-nash al-Quran dan Hadits yang menjelaskan akan utamanya negeri ini, setidaknya ada lima nash berikut ini yang mewakili.

 

1.Palestina Adalah Tanah Suci yang Diberkati

Allah berfirman,

يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّـهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ

 

“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.”

Ayat ini menggambarkan betapa urgensi dan mulianya tanah Palestina di sisi Allah. Ayat ini berkisah tentang Nabi Musa dan kaumnya, ketika itu Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk memasuki tanah yang tersucikan dan telah Allah tetapkan bagi mereka. Tanah yang dimaksud adalah Negeri Palestina dimana al-Quran menyebutnya dengan ‘al-Ardhu al-Muqaddasah’ yang bermakna negeri tempat berkumpul, berkah dan perhatian besar. Dan sebagian mengartikan al-Muqaddasah dengan kesucian.

 

2. Kiblat Pertama Kaum Muslimin

Pada mulanya, kaum muslimin menghadap ke Baitul Maqdis ketika Shalat. Saat berada di Mekah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam biasa shalat di antara dua rukun, yang mana ka’bah berada di samping beliau sementara beliau mengahadap ke Baitul Maqdis. Setelah hijrah ke Madinah, beliau tidak bisa menyatukan keduanya, lalu Beliau berdoa agar Allah mengalihkan kiblat kaum muslimin kearah ka’bah yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim. Lalu turunlah ayat tentang pergantian tersebut.

 

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya……” (QS. al-Baqarah: 144)

 

3. Tempat Suci yang Harus Dikunjungi

Rasulullah bersabda,

“Tidaklah kendaraan dipacu (bersafar menuju suatu tempat) selain ke tiga tempat; masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Baca Juga: Al-Aqsha, Masjid Suci Para Nabi

 

Terkait mengadakan safar/bepergian ke tiga tempat suci ini, para Ulama menyepakati akan anjuran berziarah ke Masjidil Aqsa untuk melakukan ibadah yang telah disyariatkan, seperti shalat, doa, membaca al-Quran dan iktikaf di sana. Orang yang beribadah di ketiga tempat suci tersebut, pahalanya berlipat ganda dan sudah ditetapkan oleh Allah, sebagaimana sekali shalat di Masjidil Aqsa nilainya seperti melakukan 500 kali shalat.

 

4. Tempat Dilakukan Perhitungan Amal Manusia

Sebagian besar para ahli tafsir dan ulama, diantaranya adalah Imam al-Qurthuby dan Ibnul Jauzy menyepakati penafsiran firman Allah,

 “Dan dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika) penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.” (QS. Qaf: 41)

Bahwa malaikat israfil kelak berdiri di atas Shakhrah Baitul Maqdis dan menyeru manusia, “Kemarilah untuk perhitungan amal.” Dengan demikian, awal mula perhimpunan dimulai dari sana, seperti  disebutkan dalam musnad Imam Ahmad; dari Maimunah bintu Sa’ad, maula Rasulullah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, berilah kami penjelasan tentang Baitul Maqdis, maka beliau bersabda, “(Baitul Maqdis) adalah bumi perhimpunan dan kebangkitan.”

 

5. Pengakuan Orang-orang Shalih Terdahulu

Terkait keberkahan negeri Syam terkhususnya Palestina, tidak ada hal yang membuat keraguan. Semenjak dahulu sudah banyak kalangan dari Sahabat, Ulama dan orang-orang shalih yang berkunjung ke Baitul Maqdis dan menunaikan ibadah, sebagai wujud dari sabda Nabi akan janji pahala dan keutamaan menunaikan peribadatan di sana.

Diantara mereka adalah: Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah, Ummul Mukminin Shafiyah Bintu Huyay istri Baginda Nabi, Muadz bin Jabal, Abdullah bin Umar, Khalid bin Walid, Abu Dzar al-Ghifari, Abu darda’ dan masih banyak sahabat lainnya.

 

Baca Juga: Sepenggal Kisah Dari Suriah

 

Bila diperhitungkan, jarak kota Madinah ke Palestina lebih dari seribuan kilometer. Tidak mungkin mereka para sahabat mulia bersafar kesana hanya untuk hal yang sia-sia. Mereka kesana tak lain untuk memenuhi hadits Nabi akan keutamaan agung dari negeri Palestina dan keagungan pahala menunaikan ibadah di sana.

Setidaknya lima alasan ini akan membangunkan ghirah kita, betapa mulia Palestina dimana Masjid al-Aqsha berada. Sekaligus mematahkan perkataan sebagian orang yang pesimis bahwa Palestina adalah negeri biasa seperti negeri-negeri arab lainnya yang mana tidak perlu dibela, tidak perlu dijaga dan bisa ditinggalkan begitu saja.

Palestina adalah tanah kebanggan kaum muslimin yang wajib dijaga dan dibela kesuciannya. Jangan sampai karena dunia lalu melenakan kita dari berpartisipasi untuk membela Palestina. Waliyadzubillah.

 

(Diambil dari; Ensiklpoedi Palestina Bergambar, Penerbit Zam-zam/nurdin/terkini)

Bentuk Intoleransi Hari Ini Pada Pemakai Cadar

Cadar- Pada tahun 1980an para muslimah yang berjuang melegalkan jilbab harus menghadapi berbagai intimidasi, pencekalan, pengucilan, hingga pelabelan aliran sesat dan radikal. Saat itu banyak sekolah dan kampus yang melarang penggunaan jilbab. Larangan pas foto berjilbab di ijazah menjadi kisah menarik bagi mereka yang mengalami fase ini. Dari yang terpaksa memasang foto tanpa jilbab sampai yang berjuang melobi pihak sekolah. Ancaman pihak sekolah pada para jilbaber pun tak main-main.

Pilihannya melepaskan jilbab atau keluar dari sekolah. Belum lagi ketika berbicara dunia kerja. Banyak orang tua khawatir anaknya tidak mendapat pekerjaan lantaran mengenakan jilbab. Dan memang saat itu banyak perusahaan yang menolak karyawannya berjilbab. Sampai tahun 2000an beberapa kasus pelarangan jilbab di perguruan tinggi, instansi pemerintah, perusahaan, masih terjadi. Alhamdulillah fase itu kini telah berakhir. Saat ini jilbab telah menjadi pakaian keseharian mayoritas muslimah di Indonesia, bahkan menjadi trend.   

 

Baca Juga: Ada Apa dibalik Media?

 

Kini, fase perjuangan itu kembali dialami oleh para muslimah yang mulai sadar untuk menutup wajah mereka dengan cadar. Tatapan sinis dan pelabelan teroris serta radikal kerap mereka dapatkan. Beberapa lembaga pendidikan juga menolak penggunaan cadar dengan dalih mengganggu komunikasi atau penegakan peraturan.

Baru-baru ini sebuah universitas swasta di Pamulang mengeluarkan peraturan pelarangan cadar di lingkungan universitas tersebut. Bila dirunut kebelakang, ada beberapa universitas yang melakukan hal sama. Kasus yang sempat terdengar terjadi pada akhir 1999. Dua mahasiswi kedokteran USU (Universitas Sumatera Utara) menerima surat resmi pelarangan cadar. Alasannya karena cadar dapat menghalangi aktivitas belajar dan komunikasi dengan dosen.

Tahun 2013, pelarangan terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM). Korban yang terkena pelarangan tersebut adalah Sumayyah. Dia dikeluarkan oleh pihak kampus lantaran bercadar.

2015, Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), Banjarmasin tidak mengizinkan mahasiswinya memakai cadar karena menganggu proses belajar mengajar.

Pelarangan cadar juga terjadi  di IAIN Jember pada April 2017. Alasannya, cadar dinilai tidak mencerminkan Islam yang ramah dan menyejukan.

 

Baca Juga: Pembunuhan Karakter

 

Arogansi pihak kampus yang memberlakukan aturan diskriminatif merupakan cerminan dari tindakan intoleran. Bagaimanapun, penggunaan cadar, secara ilmiah tak pernah mengganggu efektifitas dan kinerja seseorang baik di lingkungan pendidikan maupun pekerjaan. Lebih jauh dari itu, ekspresi beragama dan keberagaman harusnya bukan hanya sekadar retorika belaka, tapi diresapi dan dipraktikkan.

Pelarangan demi pelarangan tersebut murni inisiatif (arogansi) lembaga pendidikan tertentu. Tak pernah ada riset ilmiyah bahwa cadar mengganggu efektifitas dan kinerja seseorang. Kemenristek Dikti pun hingga saat ini tidak melarang mahasiswi maupun dosen menggunakan cadar di dalam kampus. Bercadar adalah hak seorang warga negara Indonesia. Hal senada juga diungkapkan menteri agama. Menurutnya, cadar adalah bagian dari keyakinan yang harus dihormati dan dihargai. Pelarangan cadar merupakan bentuk intoleransi oknum tertentu kepada umat Islam.

 

Oleh: Redaksi/Terkini

 

Menolong Rohingya, Bukti Kita Manusia

Dalam perbincangan via telefon dengan presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Aung San Su Kyi, pemimpin de facto Myanmar, menyatakan berita yang menyebar tentang krisis kemanusiaan di Rakhine diwarnai dengan banyaknya foto palsu yang merupakan puncak gunung es dari misinformasi.

Memang ada banyak berita dan foto palsu seputar krisis kemanusian yang melanda warga Rohingya. Pada 5 September 2017, ada sekira 1,2 juta tweet yang berbicara soal krisis Rohingya. Kebanyakan memuat gambar yang sekilas memperlihatkan tingkat kekerasan di wilayah itu.

Adanya foto-foto hoax seputar tragedi kemanusiaan memang membuat masalah semakin runyam dan sulit diklarifikasi, namun bukan berarti meniadakan tragedi tersebut dan membuat kita tutup mata.

AH Mahmood Ali, menlu Bangladesh yang menampung ribuan pengungsi dari menyatakan Rohingya menuding Myanmar sedang menjalankan kampanye propaganda jahat dengan menyebut Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan kelompok militan di Rakhine sebagai teroris Bengali.

Zeid Ra’ad al-Hussein Komisioner Tinggi PBB untuk HAM mengatakan bahwa operasi militer yang terjadi di Rakhine sekarang sangat berlebihan. Ia telah menerima berbagai laporan dan gambar satelit yang menunjukkan pasukan keamanan dan milisi setempat membakari desa-desa Rohingya, dan pengakuan-pengakuan yang konsisten tentang pembunuhan ekstrajudisial, antara lain penembakan terhadap warga sipil.

 

Perang Narasi Berita Rohingya

Jonathan Head, Wartawan BBC untuk Asia Tenggara, punya kisah menarik saat diizinkan meliput tragedi kemanusiaan di Rohingya. Sebab, wilayah ini memang tertutup dari akses wartawan luar. Sementara, berita di koran lokal Myanmar selalu berisi pembelaan terhadap negara.

Ia berkisah, Pertama kami dibawa ke sekolah kecil di Maungdaw, yang penuh sesak dengan keluarga Hindu yang mengungsi. Mereka semua memiliki cerita yang sama untuk diceritakan yaitu serangan orang-orang Muslim, atau melarikan diri dari ketakutan.

Anehnya, orang-orang Hindu yang melarikan diri ke Bangladesh semuanya mengatakan bahwa mereka diserang oleh umat Buddha Rakhine setempat, karena mereka mirip orang Rohingya.

Di sekolah itu Seorang pria mulai menceritakan bagaimana tentara menembaki desanya, dan dia segera dikoreksi oleh tetangganya. Seorang perempuan dengan blus berenda oranye dan longyi (kain tradisional Burma) berwarna abu-abu dan ungu muda yang ketara, sangat bersemangat menceritakan kekerasan yang dilakukan orang-orang Muslim.

Baca Juga: Sakit Hati Sedunia Karena Rohingya

Kami kemudian dibawa ke sebuah kuil Buddha, tempat seorang biksu menggambarkan orang-orang Muslim membakar rumah mereka sendiri, di dekat tempat itu. Kami diberi foto-foto yang menggambarkan mereka tertangkap basah melakukan aksi itiu. Semuanya tampak aneh.

Di foto itu tampak sejumlah pria dengan topi haji putih berpose saat mereka membakar atap rumah yang terbuat dari rumbia. Beberapa perempuan mengenakan sesuatu yang tampak seperti taplak meja berenda di atas kepala mereka melambaikan pedang dan parang dengan melodramatis.

Kemudian saya mengetahui bahwa salah satu perempuan itu sebenarnya adalah perempuan Hindu dari sekolah tersebut yang tampak bersemangat, dan saya melihat bahwa salah satu dari pria yang tampak di foto itu juga hadir di antara orang-orang Hindu yang mengungsi.

Mereka membuat foto-foto palsu agar terlihat seolah-olah kelompok Muslimlah yang melakukan pembakaran.

Ketika berkesempatan temu wicara dengan Kolonel Phone Tint, pejabat keamanan perbatasan setempat, jurnalis diberikan foto-foto yang seakan ‘menangkap’ orang-orang Muslim sedang membakar rumah mereka sendiri, namun BBC kemudian mengidentifikasi perempuan yang sama di sebuah desa Hindu.

Dalam perjalanan tersebut, ia menyaksikan sendiri beberapa pemuda Myanmar sedang membakar rumah-rumah penduduk Rohingya. Pembakaran itu terjadi di dekat sejumlah barak polisi yang besar. Tidak ada yang melakukan tindakan apa pun untuk menghentikan semua itu.

 

Siapakah Rohingya?

Tentu kita sudah banyak mendengar tentang siapa Rohingya. Mereka adalah kelompok minoritas yang banyak tinggal di wilayah utara Arakan. Awalnya, Arakan bukanlah bagian dari Myanmar maupun Bangladesh, ia adalah wilayah yang terpisah sampai terjadinya invasi yang dilakukan oleh raja Burma yang bernama Bowdawpaya pada tahun 1784. Dinasti terakhir di Arakan berkuasa dari abad ke 15 hingga 18, dan sangat dipengaruhi oleh kultur Islami.

Dasar keyakinan Islam, yaitu Kalima, tertulis di seluruh mata uang mereka. Muslim Rohingya adalah penduduk asli wilayah Myanmar yang disebutkan dalam Asiatic Researches volume ke-5 tahun 1799. Seluruh konstitusi dan undang-undang kewarganegaraan Myanmar memberikan status pribumi pada seluruh orang yang secara permanen tinggal di Arakan atau di Myanmar sebelum tahun 1825. Muslim Rohingya sebelum tahun 1825 dianggap sebagai ras pribumi yang sah di Myanmar. Namun, hari ini rezim militer Myanmar menuduh etnis Rohingya sebagai imigran gelap asal Bangladesh dan menyangkal status mereka sebagai warga negara Myanmar.

 

Menolong, Bukti Kita Manusia

Ketika mendengar, membaca, dan menyaksikan bagaimana kondisi manusia yang kesulitan, dan tak terbetik empati di hati, kita perlu mempertanyakan kemanusiaan kita. Bukankah sudah seharusnya ketika ada manusia lain yang menderita kita bantu meringankan bebannya.

Jika seseorang mengalami kesulitan dalam hal harta, atau kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya seperti makan, minum dan pakaian maka cara membantunya adalah dengan memenuhi kebutuhannya.  Bila jarak berjauhan, kita bisa mengirimkan donasi untuk mereka. Bila belum mampu juga, setidaknya doa kita ada bersama mereka.

Baca Juga: Menolong Di Dunia, Tertolong Di Akhirat

Ketika kita menolong mereka, sesungguhnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Sebab, Allah akan menolong hambanya ketika hamba tersebut menolong saudaranya.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).

Membantu saudara yang kesulitan tidak dibatasi oleh sekat nasab, kekerabatan, maupun sekat wilyayah dan negara. Karena orang-orang mukmin itu bersaudara. (Redaksi/Rohingya)