Sa’ad bin Mu’adz, Kematiannya Menggetarkan ‘Arsy Ar-Rahman

Perang Badar menjelang. Rasulullah ﷺ dihadapkan pada pilihan harus menghadapi seribu pasukan kafir Quraisy, sementara jumlah pasukan kaum muslimin hanya sekitar tiga ratus orang. Beliaupun meminta pendapat para sahabat. Para pimpinan Muhajirin menyatakan siap menghadapi peperangan sampai titik darah penghabisan. Sedangkan para sahabat Anshar yang merupakan mayoritas peserta pasukan belum memberi pandangan. Beliapun meminta pendapat mereka.

Pemimpin pasukan Anshar yang tidak lain adalah Sa’ad bin Mu’adz dengan mantap berkata, “Kami sudah beriman dan membenarkan anda. Kami bersaksi bahwa apa yang anda bawa adalah kebenaran. Kami telah bersumpah dan berjanji untuk patuh dan taat. Maka majulah terus wahai Rasulullah seperti yang anda kehendaki. Demi Dzat Yang mengutus anda dengan kebenaran, andaikata anda berjalan bersama kami lalu terhalang lautan dan anda menghendaki untuk terjun, maka kami pun akan terjun pula bersama anda. Tak seorangpun yang akan mundur diantara kami. Sesungguhnya kami dikenal sebagai orang-orang yang sabar dan jujur di dalam pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepada anda apa yang menyenangkan anda. Maka majulah bersama kami dengan barokah Allah.”

Jaminan Sa’ad bin Mu’adz Radhiyallahu ‘anhu melegakan hati Rasulullah ﷺ. Dan pasukan Islam itu pun bertekad untuk menghadapi musuh meskipun jumlah dan kekuatan tidak berimbang. Akhirnya, peperangan tersebut disudahi dengan kemenangan gemilang kaum muslimin.

Musuh-musuh Islam tak pernah berhenti dari keinginan menumpas gerakan Islam. Kali ini mereka bersekutu untuk mengadakan penyerangan habis-habisan ke Madinah. Pasukan gabungan yang dimotori kaum Quraisy dan dibantu kaum Yahudi yang telah bersekongkol dan mengompori para kabilah Arab untuk menyerang Rasulullah, telah bergabung dalam jumlah besar, sekitar sepuluh ribu orang. Melebihi jumlah penduduk Madinah saat itu.

Sebelum musuh masuk, kaum muslimin pun bersiasat membuat parit, sehingga pertempuran itu disebut perang  Khandaq. Akibatnya pasukan musyrik tidak bisa masuk. Mereka hanya menyerang dari jarak jauh dengan lemparan panah dan tombak. Saat berjaga, sebuah anak panah melesat dan berhasil memutuskan urat lengan pemimpin Anshar, Sa’ad bin Mu’adz. Darah segar pun mengucur dari tangan beliau. Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu kemudian berdoa, ” Ya Allah, jika Engkau masih menyisakan peperangan dengan kaum Quraisy, maka berikanlah sisa kehidupan kepadaku. Sesungguhnya tidak ada yang lebih saya inginkan selain berjihad memerangi satu kaum yang telah menyakiti, mendustakan dan mengusir Rasul-Mu. Jika memang Engkau telah menyelesaikan peperangan antara kami dan mereka maka jadikanlah luka ini sebagai pintu syahidku. Dan Janganlah Engkau matikan diriku sampai aku merasa senang dengan apa yang terjadi pada bani Quraidhah.”

Doa lelaki shalih itupun terkabul. Darah di urat tangannya mulai terhenti. Meskipun akhirnya beliau harus menjalani perawatan di kemah perawat Islam, Rufaidah. Rasulullah ﷺ pun memerintahkan agar kemah perawatan Sa’ad diletakkan di masjid agar beliau bisa sering menjenguknya.

Setelah Allah hinakan pasukan gabungan dengan kegagalan menguasai Madinah dan mereka pulang dengan tangan hampa, tiba saatnya untuk memberesi para pengkhianat. Bani Quraidhah, salah satu kelompok Yahudi yang tinggal di Madinah telah bersekongkol dengan pasukan musuh untuk membantu menghancurkan kaum muslimin. Padahal sebelumnya mereka terikat perjanjian damai dengan Rasulullah ﷺ. Rasulullah pun kemudian mengepung mereka sampai mereka menyerah, dengan syarat yang menjatuhkan hukuman adalah Sa’ad bin Mu’adz. Mereka memilih Sa’ad bin Mu’adz karena sebelumnya telah terjadi pertemanan yang baik dengannya.

Rasulullah ﷺ pun mendatangkan Sa’ad bin Mu’adz ke bani Quraidhah. Sesampai di sana, kaumnya mengingatkan beliau agar jangan memberi hukuman terlalu berat karena bani Quraidhah sejak jaman dahulu adalah sekutu mereka. Dengan tegas beliau berkata, “Tibalah saatnya untuk tidak takut lagi di jalan Allah dengan celaan orang-orang yang suka mencela.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Berilah hukuman pada mereka.” Beliau berkata, “Saya memberi putusan pada mereka, hendaknya para lelakinya dibunuh, sedangkan para wanita dan anak-anak menjadi tawanan, dan harta bendanya dibagi sebagai ghanimah.” Beliau ﷺ menimpali putusan Sa’ad, “Engkau telah menghukumi mereka sesuai dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.”

Beberapa hari kemudian luka Sa’ad memecah sehingga darah banyak keluar dari tangannya. Pada saat kritis tersebut Rasulullah ﷺ memangku kepalanya dan berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya Sa’ad telah berjihad di jalan-Mu, membenarkan Rasul-Mu, dan telah melaksanakan kewajibannya. Maka terimalah ruhnya dengan sebaik-baik cara Engkau menerima ruh.”

Dengan susah payah, di akhir hayatnya Sa’ad pun berkata, “Semoga keselamatan bagimu wahai Rasulullah, saya bersaksi bahwa Engkau adalah utusan Allah.” Kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. Abu Bakar dan umar Radhiyallahu ‘anhuma yang juga berada di situ tak kuasa menahan tangis haru dan kesedihan atas kematian salah seorang pemimpin Anshar tersebut.

Saat kaum muslimin mengangkat jasad Sa’ad bin Mu’adz terjadi keanehan. Mereka merasa sangat ringan sekali padahal tubuh Sa’ad tinggi besar. Beliau ﷺ bersabda, “Tidak ada yang membuat tubuhnya ringan kecuali karena telah turun para malaikat dalam jumlah banyak, mereka belum pernah turun sebelumnya. Dan mereka ikut mengangkatnya bersama kalian.”

Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Inilah lelaki shalih yang kematiannya membuat Arsy bergoncang karena gembira dengannya, dibukakan pintu-pintu langit baginya, dan ada tujuh puluh ribu malaikat yang menyaksikannya yang sebelumnya mereka belum pernah turun ke bumi.”

Ya, lelaki shalih tersebut telah meninggalkan dunia di usianya yang ke tiga puluh tujuh. Beliau telah berhasil mengukir sejarah kehidupannya dalam jihad dan pengorbanan untuk tegaknya Islam. Semoga kita tidak terhalangi untuk mengikuti jejak lelaki shalih tersebut. Amin. (Maraji’: Siyar A’lamin Nubala’, Asadul Ghabah, Shifatu Shafwah, Rakhikul Makhtum).

 

Oleh: Redaksi/Kisah Sahabat

 

Khutbah Jumat: Umat yang Tersayat

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ

اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ

ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasulnya dengan hidayah dan agama yang lurus dan benar. Agama yang mampu mempersatukan suku-suku Arab bahkan menyatukan bangsa-bangsa di bawah satu panji, panji Islam.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallau ‘alaihi wasallam, Rasul teladan yang kesabarannya bagaikan samudera. Kebijaksanaannya seperti neraca yang tak pernah salah dalam menimbang. Dengan kesabaran dan kebijaksanaan ini beliau bina persatuan umat manusia. Sekali lagi, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Beliau, juga kepada para shahabat, tabi’in dan orang-orang yang teguh mengikuti sunah Rasulullah sampai hari Kiamat.

Rasulullah senantiasa menasihatkan takwa dalam setiap khutbahnya. Maka, khatib pun akan mengikuti sunah Beliau dengan menasehatkan wasiat serupa. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Takwa adalah inti diri kita, nilai diri kita di hadapan Allah. Apapun kini status kita, seberapa pun kekayaan kita, seperti apapun rupa kita, apapun organisasi keislaman yang kita ikuti, di mata Allah tetaplah takwa ukurannya. Seperti apapun kita membanggakan betapa tingginya status kita, betapa banyaknya harta kita, betapa eloknya rupa kita, betapa majunya organisasi keislaman kita, jika takwa dalam hati tak seberapa, maka di mata Allah seperti itulah nilai kita.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

jika perpecahan umat kita ibaratkan luka, sementara usaha pemersatuan adalah penyembuhannya, maka tubuh Umat Islam memang telah tergores di sana-sini. Sampai saat ini, tubuh umat islam serasa hampir penuh dengan luka akibat pertikaian antar sesama muslim.

Perseteruan antara Ibunda Aisyah dengan Khalifah Ali menjadi luka besar pertama yang telah mengering diterpa angin zaman. Terasa perih, tapi semua berusaha melupakan rasa yang ada. Pada akhirnya semua sadar bahwa manusia, setinggi apapun derajat imannya, tetaplah berada di atas kodrat yang telah digariskan Sang Pencipta, dia bisa salah dan lupa.

Luka kedua yang mengucurkan darah dengan deras adalah luka akibat pertikaian antar pengikut mazhab Syafi’i dan Hanbali. Terjadi antara tahun 467 hingga 490 an Hijriyah. Kedua pengikut mazhab saling gontok, saling provokasi sampai terjadi tawuran yang yang berakibat terbunuhnya 20 orang muslim di tangan saudaranya sendiri. Fanatisme mazhab yang begitu kental dan kuat membutakan mata dan hati hingga tega melukai saudara sendiri. Padahal pendiri mazhab yang mereka ikuti adalah guru dan murid yang saling belajar satu kepada yang lain.

Syaikh Muhammad Suud, salah seorang pakar mazhab asy Syafi’i menuturkan, pada masa fanatisme mazhab tengah berkecamuk, para orangtua bahkan melarang anaknya menikahi atau dinikahi oleh muslim yang beda mazhab. Wallahul musta’an.

Lantas muncullah al-Imam al-Ghazali yang berusaha mengembalikan hati kaum mukminin agar pulang menuju rumah takwa dan persatuan yang damai. Dalam majelisnya, Imam al-Ghazali mengijinkan siapapun untuk belajar dari Beliau tanpa harus terikat dengan mazhab tertentu. Jika apa yang dilakukan Imam al-Ghazali adalah obat, mungkin memang tidak bisa menyembuhkan secara langsung dan total, namun lambat laun, obat ini meredakan panasnya fanatisme yang ada.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Dua luka itu hanya secuil sejarah yang tercatat dalam buku tarikh mengenai luka di tubuh Islam akibat pertikaian dengan saudara sendiri. Bukan bermaksud mengungkit-ungkit luka lama, namun pada kenyataannya pola sejarah memang sering berulang. Hingga kini, luka-luka baru dari sebab yang serupa masih sering menggores.

Jika dahulu orang fanatik terhadap mazhab, kini orang seperti tak peduli dengan mazhab. Mereka memilih pendapat mazhab seperti memilih snack di toko roti. Pendapat yang dirasa enak diambil, yang sulit ditinggal. Meski masih ada klaim mengikuti mazhab tertentu, pada kenyataanya, tidak ada yang mampu mengikuti semua ketetapan dan pendapat satu mazhab.

Fanatisme itu kini beralih ke organisasi keislaman atau jamaah yang dianut. Kentalnya sama, kuatnya pun seperti dahulu kala. Kita bisa lihat sekarang, Hanya karena beda jamaah dan organisasi, sesama muslim bertikai. Majeis taklim yang semestinya berisi ilmu dan pencerahan berubah menjadi majelis hujatan yang secara spesifik ditujukan kepada personal. Sesama muslim saling membubarkan pengajian. Sesama muslim rebutan masjid, semata agar bisa memastikan bahwa pengisi ceramahnya adalah ustadz dari organisasinya. 

Wallahul musta’an, semua ini adalah sayatan-sayatan pedih yang menimpa tubuh umat Islam. Islam pun lemah karena tubuhnya sendiri tercabik-cabik. Jangankan bangkit melawan musuh-musuhnya, berdiri tegak saja tak mampu. Energi, pikiran dan daya kekuatannya terkuras untuk mengurus luka-luka ini.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Meskipun perbedaan pendapat akan selalu ada, usaha pemersatuan pun harus tetap diserukan. Wihdatul ummah, perasatuan umat adalah hal paling penting dalam usaha penegakan dien ini.

Mempersatukan umat adalah mengembalikan mereka pada pokok-pokok dien (ushuluddien) dan prinsip-prinsip utama dalam Islam (al- mabadi’ al-asasiyah). Membangun toleransi dalam masalah iktilaf serta menjalin silaturahmi yang baik. Terus memperdalam ilmu agar tidak gegabah dalam menyimpulkan segala hal. Mendalami ragam pendapat para ulama agar paham bahwa perbedaan pendapat dalam memahami ayat dan hadits adalah keniscayaan yang sulit dihindari.

Dan pada akhirnya, usaha ini tidak akan berhasil jika tidak dikembalikan ke pribadi umat masing-masing. Kesadaran yang harus dibangun adalah, pertama, kembali pada dien dan ketakwaan. Sekuat dan sebangga apapun kita mengklaim diri sebagai anggota sebuah jamaah atau organisasi keislaman, jika tiang-tiang agama kita lemah, jamaah yang kita ikuti tidak akan bisa membela kita di hadapan Allah. Shalat terlambat bahkan bolong, puasa dipenuhi hal sia-sia, tidak pernah zakat, dosa-dosa besar terus saja dikerjakan; berzina, memakan riba dan menzhalimi orang. Apakah kita berpikir, dosa-dosa ini akan diampuni begitu saja hanya gara-gara kita adalah member sebuah organisasi yang telah banyak memberikan kontribusi untuk Islam?

Kedua, hendaknya setiap pribadi meluaskan dada dan melebarkan toleransi pada masalah khilafiyah, pada  masalah yang memang menjadi keragaman yang diijinkan dalam Islam. Memahami bahwa khilafiyah dalam mazhab adalah kekayaan berpikir yang perlu dihormati.

Ketiga, berusaha fokus untuk memberikan kontribusi nyata pada Islam, bukan sekadar berbangga pada jamaah dan organisasi. Memberi apa yang dimampui dan berusaha menjadi pribadi muslim yang baik. Jika islam adalah bangunan, pastikan kita adalah batu-bata yang baik yang turut membantu menyusun dan menguatkan. Wallahua’lamu bishawab.

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِمَامُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى

إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Khutbah Jumat

 

Baca Khutbah Jumat Lainnya: Minder Taat Akhirnya MaksiatKandas Karena Malas,Pejabat; Orang yang Paling Butuh Nasihat

 


Belum Baca Majalah Ar-risalah Edisi Terbaru? Dapatkan Di Sini

Majalah hati, majalah islam online yang menyajikan khutbah jumat, artikel islam keluarga dan artikel islam lainnya

Setelah Peperangan Uhud

            Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menguburkan jasad korban uhud di tempat masing-masing menemui ajalnya, tanpa dimandikan. Jasad mereka dikuburkan beserta pakaian yang melekat dibalik baju besi mereka. Diatas liang kubur mereka, Rasulullah berkata:

“Aku menjadi saksi atas mereka, bahwa tidaklah ada yang terluka karena Allah melainkan Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat, lukanya berdarah, warnanya merah darah namun baunya adalah bau minyak kasturi.”

            Imam Ahmad meriwayatkan, setelah orang-orang kafir Quraisy kembali, Rasulullah berkata kepada para sahabat, “Berbarislah yang lurus. Aku akan memuji Allah dan berdoa kepada-Nya.” Para sahabat pun berjajar membuat beberapa saf di belakang Rasulullah, lalu Rasulullah mendoakan korban Uhud.

            Seusai mengubur dan mendoakan para syuhada Uhud, Rasulullah dan pasukan Muslim kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan, pasukan Muslim berjumpa dengan seorang wanita dari bani Dinar, yang suami, saudara dan ayahnya terbunuh dalam perang Uhud. Setelah diberitahu bahwa orang-orang tersayangnya telah syahid, wanita tersebut bertanya, “Lalu apa yang terjadi pada diri Rasulullah?”

“Beliau baik-baik saja wahai ummu Fulan.” Jawab para sahabat.

“Tunjukkan padaku agar aku bisa memastikannya.” Pinta wanita tersebut. Setelah melihat dan memastikan bahwa Rasulullah baik-baik saja, wanita tersebut berkata, “Setiap musibah asal tidak menimpa Rasulullah, itu kecil.”

            Lalu datanglah Kabsyah binti Rafi’, ibu dari Saad bin Muadz sambil berlari-lari, sementara Saad sedang memegang tali kekang kuda Rasulullah. Setelah mendekat, Saad berusaha menghiburnya. Namun, Ibu Saad berkata kepada Rasulullah, “Selagi kulihat engkau selamat wahai Rasulullah, maka musibah yang menimpa kuanggap ringan.”

            Kemudian Rasulullah berkata, “Wahai Ummu Saad, bergembiralah dan sampaikanlah kabar gembira kepada keluarga yang ditinggalkan, bahwa mereka yang terbunuh dalam perang Uhud saling menyayangi di surga, dan mereka juga memintakan syafaat bagi keluarga mereka semua.”

“Kami ridha wahai Rasulullah. Siapakah yang masih ingin menangis setelah ini. Juga doakanlah bagi orang-orang yang menggantikan keluarga mereka wahai Rasulullah.”

“Ya Allah, singkirkanlah duka hati mereka, gantikanlah yang hilang dan baguskanlah orang-orang yang menggantikan mereka.” Doa Rasullah.

            Sore hari di tanggal 7 Syawal tahun ketiga Hijriyah, Rasulullah dan pasukan Muslim tiba di Madinah. Sesampainya di Rumah, Rasulullah menyerahkan pedang kepada Fathimah seraya berkata, “Bersihkanlah darah di pedang ini wahai putriku. Demi Allah, ia telah memperlihatkan kehebatannya pada perang kali ini.”

            Beberapa riwayat sejarah menyebutkan bahwa korban meninggal di pihak Muslim sebanyak tujuh puluh. Empat puluh orang dari bani Khazraj, dua puluh empat orang dari bani Aus, seorang dari kalangan Yahudi, dan empat orang dari Muhajirin. Sedangkan korban dari kaum kafir Quraisy sebanyak tiga puluh tujuh.

            Malam harinya, meskipun suasana duka menyelimuti Madinah dan keadaan badan yang letih, Muslim Madinah tetap berjaga di luar dan dalam Madinah. Mereka berjaga-jaga bila sewaktu-waktu ada serangan terhadap Rasulullah.