Tanda Akhir Zaman, Aparat Berbuat Sewenang-wenang

Dalam pembahasan ini, dimulai dengan sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ وَأَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالاَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَأْتِيَنَّ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءٌ يُقَرِّبُوْنَ شِرَارَ النَّاسِ  وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ مَوَاقِيْتِهَا فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلاَ يَكُوْنَنَّ عَرِيْفًاوَلاَ شُرْطِيًّا وَلاَ جَابِيًاوَلاَ خَازِناً

Dari Abu Said al Khudri dan Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda, “Sungguh akan datang suatu zaman di saat mana para penguasa menjadikan orang-orang jahat sebagai kaki-tangan dan menunda-nunda pelaksanaan shalat dari awal waktunya. Barangsiapa mendapati mereka maka janganlah ia menjadi penasehat, polisi, penarik pajak atau bendahara bagi mereka.” (HR. Ibnu Hibban dinilai shahih oleh Syaikh al Albani).

Hadits ini dikategorikan para ulama sebagai hadits yang memberitakan tanda kiamat shugra. Artinya, fenomena yang diceritakan dalam hadits terjadi sebelum tanda-tanda kiamat kubro muncul. Jadi, jika mengukur dari zaman Nabi SAW, hal mana wafatnya beliau juga merupakan awal mula tanda kiamat kecil, zaman kita masuk dalam rentang waktu kemunculan tanda ini. Dan terbukti, setelah runtuhnya Khilafah Islam, yang ada tinggal para penguasa yang zhalim.

Baca Juga: Negara Gagal

Zhalim dalam arti suka berbuat sewenang-wenang dan menzhalimi rakyat, atau zhalim dalam arti mengabaikan syariat Allah dan sunah Rasul-Nya. Boleh jadi mereka peduli kepada rakyat, menyejahterakan dan memajukan perekonomian rakyat. Namun disamping itu mereka juga melegalkan kemaksiatan; zina, homoseksual, minuman keras dan membuang jauh-jauh syariat Islam. Ini juga penguasa yang zhalim. Yang paling zhalim adalah penguasa yang tidak menegakkan syariat sekaligus menyengsarakan rakyat, korup, tidak amanah dan sewenang-wenang.

Nah, dalam hadits di atas, Nabi SAW menganjurkan agar manakala kita menjumpai penguasa seperti ini, jangan sampai kita menjadi kaki tangannya. Sebab, menjadi kaki-tangan penguasa zhalim berarti ta’awun alal itsmi wal ‘udwan, tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Nabi SAW melarang kita membantu penguasa zhalim, khususnya pada jabatan-jabatan yang Beliau sebutkan. Hanya saja, wallahua’lam, penyebutan ini bukan batasan. Posisi lain yang strategis untuk membantu kekuasaan pemimpin zhalim tentunya juga terlarang.

Barangkali ada yang bertanya, bagaimana jika maksudnya untuk berdakwah dan memperbaiki dari dalam?

Wallahua’lam. Dalam dakwah, strategi apapun asal tidak menyelisihi syar’i dapat digunakan untuk memperbaiki umat. Hanya saja, nilai efektifitas dan resiko perlu dipertimbangkan. Perlu diingat, kekuasaan merupakan sebuah sistem. Seperti sistem komputer, apabila ada ada program-program yang tak sesuai, pasti tak akan bisa dijalankan, salah-salah justru dianggap virus dan dimusnahkan . Kekuasaan zhalim pun demikian, jika ada personal-personal yang tidak sesuai dengan pola sistemnya, pasti akan didepak atau diformat agar sesuai dengan pola yang berlaku.

Kalau jalan itu yang akan dipilih, hendaknya seorang dai membekali dirinya dengan bekal yang cukup. Resikonya terlalu besar. Sudah terlalu banyak para da’i yang mencoba melakukan hal ini, namun pada akhirnya gagal. Ia justru hanyut dalam lingkaran ombak kekuasaan yang dipenuhi nafsu dunia. Pola pikirnya berubah dan tindakannya melenceng dari visi-misi semula. Pilihan yang lebih selamat adalah berusaha memperbaiki dari luar. Memang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa. Jalan dakwah dan ishlah yang bersih dan sesuai syar’i memang biasanya tidak mudah.

Nah, kembali ke hadits di atas. Dari beberapa jabatan tersebut, ada satu jabatan yang perlu kita garis bawahi, yaitu jangan sampai menjadi tentara atau polisi mereka. Mengapa hal ini perlu ditekankan? Sebab, faktor utama yang bisa membuat penguasa berbuat zhalim dan sewenang-wenang adalah loyalitas tentaranya. Tanpa mereka, apalah artinya seorang penguasa? Mereka kuat karena tentaranya banyak dan bersenjata. Kalau murni kekuatan sendiri, boleh jadi seorang presiden tak akan menang berduel lawan tukang becak.

Menjadi tentara mereka, selain membantu mereka dalam dosa, kita juga akan terkena hadits berikut;

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ، يَقُولُ:”سَيَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شَرَطَةٌ، يَغْدُونَ فِي غَضِبِ اللَّهِ، وَيَرُوحُونَ فِي سَخَطِ اللَّهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ”

Dari Abu Umamah berkata, Aku mendegar Rasulullah bersabda, “Akan datang di akhir zaman polisi-polisi yang berangkat pagi-pagi dalam keadaan dimurkai Allah dan pulang sore hari juga dimurkai oleh-Nya, maka janganlah kalian menjadi teman dekat mereka.” (HR. Thabrani dinilai shahih oleh Syaikh al Albani.)

Juga hadits berikut;

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ

 “Dua macam manusia dari ahli neraka yang aku belum melihatnya sekarang, yaitu: (salah satunya) kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor-ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya; …” (HR Muslim, dan Ahmad dari Abi Hurairah, Shahih).

Di dalam kitab Faidhul Qadir dijelaskan, orang-orang tersebut bukan lain adalah para algojo dan polisi bawahan penguasa yang dikenal sebagai “Jalladin” alias tukang cambuk. Jika mereka disuruh memukul, mereka melakukannya secara berlebihan dari batasan hukuman yang diberlakukan syariat. Mereka juga sering terbawa nafsu saat menghukum. Ditambah sifat bawaan mereka yang zhalim, orang-orang yang terhukum pun sering celaka karena ulah mereka. Ada juga yang berkata bahwa mereka adalah para pengawal penguasa zhalim yang membawa cambuk untuk menghalau manusia. (Faidhul Qadir IV/275).

Baca Juga: Tanda Kiamat, Pengkhianat Diberi Amanat

Nah, itulah nasihat dari Rasulullah SAW. Kita berharap semoga kita bisa melaksanakannya. Dan kalau ada yang merasa sudah terlanjur melanggar pesan Rasulullah SAW di atas dengan menjadi pembantu para penguasa zhalim, lalu bertanya apakah saya harus berhenti? Tentunya pertanyaan itu tak ubahnya orang yang bajunya kena kotoran kemudian bertanya, apakah saya harus ganti baju? Wallahua’lam. (Taufik Anwar/Akhir Zaman)

 

Tema Terkait: Akhir Zaman, Kiamat, Aparat

 

Tanda Kiamat, Pengkhianat diberi Amanat

Suatu ketika, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan didengar oleh Abdullah bin Amru, kata beliau:

“Kiamat tidak akan terjadi sampai merajalelanya omongan kasar dan saling umpat, pemutusan tali rahim serta buruknya hubungan antar tetangga, dan sampai pengkhianat diberi amanat sedang yang terpercaya di anggap pengkhianat.”  (HR. Ahmad)

Prediksi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam akan senantiasa terbukti.  Kalau para shahabat dahulu hanya bisa merasakan kekhawatiran akan munculnya tanda-tanda kiamat, saat ini kita ditakdirkan menjadi generasi umat ini yang menyaksikannya. Omongan kasar dan umpatan, pemutusan silaturahmi dan buruknya hubungan dengan tetangga, gambaran nyatanya dapat kita saksikan setiap hari. Omongan kasar  danmesummenjadi bumbu di setiap obrolan, anak bersengketa dengan bapaknya bahkan tega membunuhnya, ibu-ibu membunuh atau membuang bayinya, individualisme yang semakin parah serta hubungan tetangga yang buruk. Tetangga yang semestinya menjadi ‘saudara dekat’, tak jarang malah jadi rival abadi. Tak pernah rukun meski satu Rukun Tetangga (RT). Kini, fenomena-fenomena buruk semacam itu laksana kawah lumpur yang menyemburkan kotoran ke muka bumi, saban hari.

Ditambah tanda yang terakhir, lumpur-lumpur yang menyembur pun kian pekat warnanya dan makin menusuk baunya. Dari semua fenomena akhir zaman yang disebutkan dalam hadits di atas, sepertinya tanda yang terakhir memiliki dampak paling merugikan, tidak hanya bagi yang melakukan, yang tidak tahu apa-apa pun akan merasakan akibatnya.

“Pengkhianat justru diberi amanat”, kalau yang dimaksud sekadar amanat berupa barang titipan, lalu yang dititipi kabur membawa titipan itu, dampak buruknya tidaklah seberapa. Tapi jika amanat yang dimaksud adalah amanat kepemimpinan dan jabatan, apalagi jabatan dalam skup negara tentu akan lain urusannya. Dampak buruknya akan jauh lebih besar dan mengenai banyak orang. Kalau pejabat tidak amanat dan suka korupsi, rakyat yang tidaktahu apa-apa akan merasakan dampaknya berupa terpuruknya perekonomian.

Imam al Qurthubi dalam kitabnya “at Tadzkirah” menjelaskan:

“Apa yang Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam beritakan kepada kita dalam bab ini(hadits ini) dan yang lainnya, dari apa yang telah terjadi dan yang akan datang, kebanyakan di antaranya sudah muncul dan merajalela di tengah manusia. Jabatan diembankan kepada orang yang bukan ahlinya hingga jadilah orang-orang yang memimpin justru manusia-manusia rendahan, orang-orang kelas budak dan manusia-manusia bodoh. Mereka menguasai negeri dan kepemerintahan, dengan itu mereka menumpuk harta dan meninggikan gedung-gedung, sebagaimana yang bisa kita saksikan pada zaman ini. Mereka tidak mau mendengarkan nasihat dan tidak pernah istirahat dari maksiat. Mereka adalah manusia-manusia bisu, tuli dan buta.” (I/726)

Jika pada zaman Imam al Qurthubi saja fenomena ini bisa dirasakan, di zaman ini tentunya jauh lebih nyata wujudnya. Sekarang ini orang begitu mengagungkan demokrasi. Semua orang berhak dan merasa berhak menjadi pemimpin dan pejabat. Kompetensi diri, skill manajemen dan leadership bukanlah syarat penentu terpilihnya seseorang. Lebih-lebih soal apakah mereka adalah orang yang amanah atau tidak, lebih tidak menjadi bahan pertimbangan. Uang dan pengaruhlah yang menjadi juri penentu kemenangan.Yang lebih mampu mencetak banyak pamflet, spanduk, banner, bendera partai, menggelar acara-acara kepartaian dan memberikan sokongan dana, dialah yang berpeluang mendapat kursi jabatan. Atau kalaupun yang menjabat adalah orang yang benar-benar mampu dan bukan yang menyokong dana, kebijakan-kebijakannya pun tidak akan jauh-jauh dari pesanan “orang tua asuh”-nya yang telah mendanai.

Karenanya tidak mengherankan jika setelah menjabat, fokus utamanya bukanlah menunaikan amanah tapi lebih kepada usaha mengembalikan modal yang harus keluar dimasa perjuangan merebut suara. Sekarang, pagelaran drama dengan tema “mengembalikan modal dengan cepat” itu tersaji dalam potongan-potongan berita korupsi, suap dan permainan hukum. Sekian puluh pejabat yang ditangkap karena suap, mata rantai mafia hukum yang menyeret pejabat satu demi satu, korupsi yang dilakukan secara berjamaah dan sistemik membuktikan bahwa mereka adalah “al kha`inun al mu`tamanun” para pengkhianat yang diberi kepercayaan. Selain itu, seperti dikatakan imam al Qurthubi di atas, banyak kegiatan-kegiatan yang tidak penting semisal pembangunan gedung tinggi nan mewah menjadikanpengkhianatan itu kian jelas terpampang diatas lukisan kemiskinan rakyat.

Sebaliknya, “yukhawanul amin” orang-orang yang terpercaya dianggap sebagai pengkhianat. Orang-orang yang jujur dan berusaha amanah, adalah ‘parasit’ dalam sistem yang korup. Perangkap demi perangkap pun akan dipasang guna menjatuhkan mereka dari jabatannya. Apalagi yang berani gembar-gembor menghapus korupsi dan mengambil langkah nyata untuk itu, ancamannya akan lebih besar.

Wallahul musta’an. Inilah realita yang harus kita hadapi. Cukup sulit menjelaskan bagaimana solusi untuk keluar dari masalah ini. Masalah pengkhianatan dalam jabatan bukan problem ringan. Ditambah dengan munculnya berbagai keburukan akhir zaman yang lain, persoalan jadi kian runyam. Ada banyak hal yang harus kita hindari serta waspadai sekaligus menjadi PR bagi kita, dan begitu sedikitnya teman yang bisa menguatkan. Barangkali hanya semangat dan keyakinan untuk tetap menjaga iman serta usaha perbaikan sesuai kemampuanlah yang bisa kita lakukan. Harapannya, kita bisa selamat sampai di penghujung periode hidup yang kita tempuh.Wallahua’lam. (anwar)

Pembunuhan Merajalela, Kiamat Segera Tiba

Shakespere bilang “apalah arti sebuah nama..”. Tapi kalau kita melihat berita kriminal yang saban hari tayang, ungkapan itu mungkin bisa diplesetkan menjadi “Apalah arti sebuah nyawa..”. Lihat saja, hampir setiap hari ada saja berita pembunuhan. Nyawa manusia tak lagi dihargai, dibunuh dengan alasan yang remeh bahkan sama sekali tidak rasional. Membunuh gara-gara rebutan jabatan atau wanita secara rasio masih dapat diterima, meski nurani tidak. Artinya, dua faktor itu memang wajar jika sampai membuat orang kalap dan akhirnya saling bunuh. Tapi membunuh  gara-gara tim bola yang didukung kalah, membunuh ayah gara-gara tidak mau membelikan sepeda motor, membunuh gara-gara salah paham SMS dan lainnya? La haula wala quwata illa billah, motif-motif yang sangat remeh dan tidak sebanding dengan hilangnya nyawa yang berarti juga hilangnya hak hidup seseorang.

Lebih mengerikan lagi, hari ini banyak bermunculan para psikopat alias jagal-jagal pelaku pembunuhan berantai. Manusia-manusia sadis yang melakukan pembunuhan bukan karena kalap dan juga  tidak memerlukan motif, tapi lebih sebagai sebuah pemuasan. Mirip seperti nafsu birahi para pezina yang selalu minta dipuaskan secara periodik, para jagal ini juga akan membunuh secara periodik untuk memuaskan dirinya, meski antara dia dan korbannya bisa jadi tidak pernah ada masalah.

Dan itu tidak hanya terjadi di luar negeri, atau hanya difilm-film horor buatan Hollywood, di dekat kita pun orang-orang semacam itu sudah mulai bermunculan. Tahun 1996 mencuat kasus Siswanto alias si robot gedhek yang membantai anak jalanan di Jakarta, Ahmad Suraji alias dukun AS, pembantai 42 wanita, si jagal Jombang dan Prakas si jagal dari Boyolali yang entah sudah berapa nyawa yang  sudah mereka habisi. Mengerikan. Itu yang terungkap, yang belum? Wallahua’lam, semoga Allah melindungi kita.

Itu baru pembunuhan yang dilakukan oleh individu, belum pembunuhan atau lebih tepatnya pembantaian yang dilakukan kelompok atau bahkan rezim. Adolf Hitler yang membantai orang-orang abnormal karena dianggap mengganggu evolusi, Benito Musollini yang menyerang Ethiopia karena menganggap, ras Ethiopia adalah ras rendahan. Atau kasus-kasus lokal semisal pembantian Ambon, Poso, Sampit, Tanjung Priok, DOM Aceh, hingga tawuran antar desa dan sekolah atau para pendukung tim sepak bola. Aksi-aksi brutal penghilangan nyawa tergelar dimana-mana. Belum lagi kematian yang diakibatkan peperangan. Mulai dari perang dunia, sampai perang Korea yang baru saja ‘dilaunching’. Pencabutan ratusan bahkan ribuan nyawa secara paksa dapat terjadi dalam waktu kurang dari sehari.

Tanda Kiamat

Rasulullah bersabda,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَأْتِىَ عَلَى النَّاسِ يَوْمٌ لاَ يَدْرِى الْقَاتِلُ فِيمَ قَتَلَ وَلاَ الْمَقْتُولُ فِيمَ قُتِلَ ».فَقِيلَ كَيْفَ يَكُونُ ذَلِكَ قَالَ « الْهَرْجُ. الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ ».

“Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, dunia ini tidak akan berakhir sampai datang suatu masa atas manusia, pembunuh pada saat itu tidak tahu untuk apa dia membunuh, dan yang dibunuh juga tidak tahu karena apa dia dibunuh.” Beliau ditanya, “Bagaimana itu bisa terjadi?” sabda beliau, “ al Harj (kekacauan). Pembunuh dan yang dibunuh di neraka.”

Hadits ini adalah  salah satu dari hadits-hadits asyratus sa’ah (tanda-tanda hari Kiamat). Meski kita tidak bisa memastikan bahwa fenomena di atas adalah perwujudan dari sabda nabi tersebut, tapi wallahua’lam, fenomena tersebut hampir mirip dengan yang disinyalir Nabi dalam sabdanya.

Dalam riwayat lain disebutkan, ketika ditanya apa itu hari al harj, Nabi bersabda:

حِينَ لاَ يَأْمَنُ الرَّجُلُ جَلِيسَهُ

“Ketika seseorang tidak merasa aman dari teman duduknya.”(HR. Ahmad)

DR. Muhammad bin Abdurrahman al Arifi dalam kitabnya, Nihayatul ‘Alam mengaitkan hadits ini dengan banyaknya kematian akibat peperangan dan pembunuhan. Orang-orang membunuh tanpa tahu pasti mengapa ia harus membunuh, sebaliknya banyak pula korban pembunuhan tiba-tiba tercabut nyawanya tanpa alasan pasti. Adapun keterangan Nabi bahwa yang membunuh dan yang dibunuh akan masuk neraka, jika yang terjadi adalah usaha saling bunuh untuk urusan duniawi yang tidak dibenarkan syar’i. Yang dibunuh masuk neraka karena sebenarnya ia juga berniat membunuh, hanya saja lawannya mendahuluinya. (Mirqatul Mafatih, Kitabul Fitan 352).

Tak perlu risau

Tak dapat kita pungkiri bahwa kita memang hidup dizaman yang dekat dengan Hari kiamat. Dimulai diutus dan wafatnya Nabi Muhammad, gerbang kiamat telah terbuka. Berbagai pertanda kiamat yang disampaikan Nabi melalui sabda-sabdanya akan terbukti seiring berjalannya waktu. Namun begitu, dengan bekal keimanan di hati, kita tak perlu khawatir. Seperti yang Nabi sabdakan, bagi seorang mukmin, semua urusannya adalah baik. Jika dikaruniai kesenangan, dia bersyukur dan jika diuji dengan musibah dia bersabar. Termasuk musibah akhir zaman berupa maraknya pembunuhan dan kejahatan.

Bagi seorang mukmin, mati ditempat tidur, mati karena kecelakaan,penyakit, bencana alam atau bahkan karena dibunuh secara zhalim tidaklah masalah. Karena faktor-faktor tersebut merupakan bagian dari takdir yang tak terduga. Asalkan keimanan dapat terjaga sampai ajal tiba, insyaallah akan selamat saat menempuh perjalanan di alam baka. Karenanya, maksud dari “ wala tamutunna illa waantum muslimun” (janganlah kalian mati melainkan dalam kondisi sebagai orang yang berserah diri (muslim)” adalah jagalah keimanan kalian, sampai ketika ajal yang terduga datangnya menjemput, kalian tetap dalam kondisi muslim, sebagaimana dijelaskan para mufasir.

Karenanya, dengan bekal iman di hati, kita tak perlu risau meski kejahatan merajalela dan pembunuhan terjadi dimana-mana. Yang penting kita selalu waspada, bertawakal kepada-Nya dan berharap fitnah akhir zaman itu tak mengenai kita. Wallahua’lam. (T. anwar)