Melunasi Cicilan Barang Haram

Saya membeli biola kepada B seharga 500 ribu rupiah dengan cara mencicil. Saya sudah membayarnya 200 ribu rupiah. Lalu saya mendapatkan hidayah dan membakar biola tersebut. Apakah saya masih harus membayar kekurangannya? Apakah saya berdosa melakukannya? (Abi—Semarang)

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اتَّبَعَ هُدَاهُ
Dalam kasus yang saudara hadapi, harus dilihat siapakah si B ini, apakah ia seorang muslim ataukah seorang kafir. Jika ia seorang muslim, maka saudara tidak perlu melunasinya. Sebab, ketika Allah mengharamkan sesuatu, maka Allah pun mengharamkan harganya. Jika ia bersikeras dan memaksa saudara untuk melunasinya, maka hendaklah saudara melunasinya dan memohon ampun kepada Allah karena telah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh-Nya.

 

Baca Juga: Transaksi Ribawi Yang Sering Dianggap Bukan Riba

 

Adapun jika si B adalah seorang kafir, maka saudara harus melunasinya. Sebab orang kafir tidak memandang halal-haramnya suatu barang. Tentu saja seiring dengan itu saudara tetap harus memohon maghfirah kepada Allah. Wallahu a’lam.

 

 

Baca Juga:

 

Kredit, Apa Ada Ribanya?

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Ustadz, sebenarnya boleh tidak sih jual beli secara kredit? Jaman sekarang ini hampir semua kredit menerapkan sistem denda jika telat membayar atau molor. Bukankah itu riba?

Trima kasih atas jawabannya.

Dari Hamba Allah di Kartasura

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Jual beli secara kredit dibolehkan dengan beberapa ketentuan harga ditentukan di awal dan tidak ada denda ketika pembayaran (angsuran) mundur.

Misalnya, si A menawarkan motor kepada si B seharga 10 juta jika cash dan 12 juta jika dibayar angsuran. Penambahan 2 juta dari harga 10 juta disini dibolehkan karena si penjual rugi dalam hal tempo atau waktu. Kemudian si B membayar secara angsur dalam tempo yang disepakati.

Ketentuan di atas perlu diperhatikan sebab jika tidak kredit dapat berubah menjadi jual beli yang dilarang.

Pertama, jika harga tidak ditentukan di awal, jual beli bisa menjadi jual beli dengan dua harga. Misalnya, si menawarkan kepada si B motor dengan harga 10 juta jika cash dan 12 juta jika kredit. lalu keduanya sepakat untuk melakukan transaksi tanpa menentukan apakah si B akan membayar cash atau kredit.

Kedua, jika harga tidak ditentukan, akad kredit dapat menjadi riba. Misalnya, harga cash 10 juta sedang kredit 10 juta plus 2 % dari sisa angsuran, atau 2 % dari 10 juta untuk setiap angsuran. Contoh: pada angsuran pertama si B membayar 1 juta. Ditambah 2% x 9 juta = 180.000. Pada angsuran kedua, jika si B menyicil 2 juta, maka dia harus membayar 2 juta plus 2 % x 7 juta= 140.000. dalam hal ini, uang 2 % tersebut adalah riba.

Ketiga, denda ketika angsuran macet adalah riba. Misalnya, setelah 10 kali mengangsur, si B pada bulan tersebut tidak dapat membayar karena suatu kebutuhan. Kemudian si A memberi denda sekian rupiah. Maka denda tersebut adalah riba yang sangat dicela di dalam Islam. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.(QS. Ali Imran: 130)

Berikut fatwa dari

Jika seorang menjual mobil atau barang lainnya kepada orang lain dengan harga 10 ribu riyal jika dibayar tunai atau 12 ribu riyal jika di angsur/kredit, kemudian keduanya berpisah dari tempat transaksi tanpa  adanya kesepakatan dari kedua belah pihak terhadap salah satu dari kedua harga tersebut, tunai atau kredit, jual beli tersebut tidak diperbolehkan dan tidak sah. Hal ini karena tidak diketahui keadaan akhir jual beli diantara keduanya, apakah dilakukan dengan tunai atau kredit. Dalam hal ini banyak ulama yang mendasari hal tersebut dengan adanya larangan Nabi untuk melakukan dua akad dalam satu jual beli, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, an Nasai dan Tirmidzi dan dia menilainya sohih. Namun jika kedua belah pihak bersepakat sebelum berpisah dari tempat transaksi untuk memilih salah satu dari kedua harga, tunai atau kredit, maka jual beli itu sah. Karena diketahuinya harga dan keadaan jual beli.(Fatwa-fatwa Jual Beli hal. 191)