Ukuran Mengangkat Tangan Saat Takbir dalam Shalat

Pertanyaan:

Assalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Ustadz, saya anak SMA yang ingin tahu lebih tentang shalat, Takbir yang benar itu tangan diangkat sampai mana? Karena saya sering lihat banyak orang yang berbeda-beda cara takbirnya?

Demikian pertanyaan dari saya, apabila kata yang tidak berkenan saya mohon maaf sebesarnya. Atas perhatian ustadz saya ucapkan terima kasih. Wassalaamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Hamba Allah, Semarang

 

Jawaban:

Mengenai posisi tangan ketika takbir dalam shalat, ada perbedaan pendapat diantara para ulama. Mereka berbeda pendapat karena adanya hadits yang berbeda dalam menerangkan masalah ini. Diriwayatkan Salim dari ayahnya, Abdullah bin Umar, ia berkata,

 

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ

Aku telah melihat Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bila memulai shalat dengan iftitah beliau mengangkat tangannya hingga berada di hadapan dua pundaknya.” (HR. Muslim)

Dan dalam riwayat Wa’il bin Hijr,

 

فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَكَبَّرَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا أُذُنَيْهِ

Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan menghadap kiblat, lalu takbir dan mengangkat kedua tangannya hingga berada di hadapan kedua telinganya.” (HR. Abu Daud)

Menyikapi kedua hadits yang zhahirnya berbeda ini, Imam An-Nawawi berkata, “Dalam madzhab kami dan kebanyakan madzhab lain, teknisnya yaitu mengangkat tangan di depan pundak, yaitu posisi ujung jari di depan telinga bagian atas, dan ibu jari berada di bawah telinga, di atas dua pundak. Ini yang disebut dengan posisi depan dua pundak. Dalam hal ini Imam Asy-Syafi’i telah mengkompromikan kedua hadits tersebut.”

Ada juga pendapat yang membenarkan keduanya, sebagaimana menurut sebagian ahli hadits, “Orang yang shalat dibolehkan memilih, boleh mengangkatnya hingga pundaknya, boleh juga mengangkat hingga kedua telinganya.” Menurut Ibnu Mundzir seperti ini adalah pendapat yang terbaik.

Dan ada juga yang lebih menguatkan riwayat dari Abdullah bin Umar. Ibnu Abdul Bar berkata, “Hadits Ibnu Umar lebih kuat dalam masalah ini, sebagaimana pendapat kebanyakan ulama tabi’in, Ahli fiqih dan Ahli hadits.” WaAllahu A’lam Bissawaab

(Lihat: Syarhu Al-Bukhari Ibnu Baththal: 3/436, Aunul Ma’bud: 2/257, Shahih fiqh sunnah: 1/343)

 

Oleh: Redaksi/Konsultasi

 

Baca Juga: 

Tak Shalat Berjamaah Karena Sibuk Bekerja

Yang Dilakukan Makmum Masbuk Saat Shaf Sudah Penuh

Hukum Menjalin Jari-jemari Saat Shalat

Hukum Menjamak Mandi Junub Dengan Mandi Jumat

Mandi Jumat dan mandi junub adalah dua amalan yang sama-sama bertujuan untuk mensucikan diri namun memiliki perbedaan faktor penyebab, hukum, dan konsekuensi. Meski demikian, apa benar mandi Jumat dan mandi junub itu boleh dijamak menjadi satu?

Seorang muslim yang hendak melaksanakan shalat Jumat disyariatkan untuk melaksanakan mandi Jumat. Mandi Jumat yang hukumnya sunnah ini dilaksanakan mulai sejak terbit matahari sampai sebelum berangkat menuju ke masjid.

Karena mandi Jumat ini hukumnya sunnah, maka ini berimbas pada konsekuensi hukumnya. Bagi seorang muslim yang telah melaksanakan mandi Jumat, tetap wajib untuk melaksanakan wudhu jika ingin melaksanakan shalat. Mandi Jumat tidak bisa mengangkat hadats yang ada pada tubuh.

Dalil syariat mandi Jumat dapat dijumpai dalam kitab-kitab hadits. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Mandi di hari Jumat wajib bagi setiap muhtalim (orang yang telah mimpi basah; dewasa).” (HR. Al-Bukhari no. 879 dan Muslim no. 846).

Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ

“Apabila salah seorang di antara kalian akan mendatangi shalat Jumat, hendaklah dia mandi.” (HR. Muslim no. 1399)

Dalam kesempatan lain beliau bersabda,

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ

“Barangsiapa berwudhu di hari Jumat, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih utama.” (HR. An-Nasai no. 1380, At-Tirmidzi no. 497 dan Ibnu Majah no. 1091). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Baca Juga: Hukum Membangunkan Orang di Sela-sela Khutbah Jumat

Lain halnnya dengan mandi junub atau mandi janabah. Mandi junub dilakukan untuk mengangkat hadats besar yang ada pada tubuh karena sebab keluar mani, melakukan hubungan suami istri, selesai haidh, selesai nifas, orang kafir masuk Islam, dan muslim yang meninggal. Sehingga, mandi junub ini hukumnya wajib. Disebut juga dengan mandi wajib.

Dalilnya, firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al-Maidah: 6)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Fathimah binti Abi Hubaisy tentang perintah mandi setelah haidh berhenti. Beliau bersabda,

فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى

“Apabila kamu mendapati haidh, tinggalkanlah shalat. Apabila darah haidh berhenti, segeralah mandi dan mendirikan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 320 dan Muslim no. 333)

Karena dalam tata cara mandi junub telah ada wudhu, maka bagi orang yang telah mandi junub jika hendak melaksanakan shalat tidak perlu wudhu lagi.

Berkaitan dengan menjamak mandi Jumat dengan mandi junub menjadi satu, mayoritas Ulama Fikih membolehkan seseorang yang menjamak niat mandi Jumat dan mandi junub dalam satu mandi.

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa meskipun ketika mandi seseorang meniatkan diri untuk mandi junub dan mandi Jumat, maka ia akan mendapat keduanya dan sah. (Al-Majmu’, 1/368)

Senada dengan itu, Imam Ibnu Qudamah juga berpendapat bahwa jika mandi dengan dua niat; mandi Jumat dan mandi junub, itu boleh. Beliau melihat tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam masalah tersebut. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/257)

Salah seorang ulama kontemporer, syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah, juga pernah ditanya tentang masalah hukum menjamak mandi Jumat dengan mandi junub. Jawaban beliau sama, boleh, jika dilakukan di siang hari (sebelum shalat Jumat).

Baca Juga: “Sunnah Rasul Malam Jumat”, Katanya

Beliau menegaskan bahwa yang lebih utama adalah tetap meniatkan dengan dua mandi; mandi Jumat dan mandi junub. Dengan demikian, dia mendapat pahala keutamaan mandi Jumat juga. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/406)

Sementara itu, syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan lebih rinci lagi hukum menjamak mandi Jumat dengan mandi junub. (ar.islamway.net)

Jika seseorang mandi di hari Jumat dengan niat mandi junub, maka ia tak perlu melakukan mandi Jumat. Asalkan mandi dilakukan setelah terbitnya matahari. Kemudian jika meniatkan untuk dua mandi; mandi Jumat dan mandi junub, maka ia akan mendapat pahala keduanya.

Namun jika dia hanya meniatkan mandi Jumat saja, itu belum cukup untuk mengganti mandi junub. Sebab mandi junub itu hukumnya wajib yang bertujuan untuk mengangkat hadats, sehingga harus ada niat. Jika demikian, ia harus mandi lagi dengan niat mandi junub. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 16/137) Wallahu a’lam.

 

Oleh: Redaksi/fikih

Klik Di Sini Untuk Membaca Artikel Serupa