Nur Muhammad, Makhluk Pertama?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan Rabiul Awwal tampak ramai dengan geliat peringatan Maulud Nabi. Tapi bukan masalah Maulud Nabi pembahasan kita kali ini. Melainkan konten yang sering disampaikan oleh penceramah, khathib maupun yang menulis tentang kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam. Salah satu konten yang berseliweran di mata dan telinga adalah tema Nur Muhammad. Segolongan kaum muslimin ada yang meyakini bahwa pertama yang dicipatakan Allah sebelum segala sesuatu ada adalah Nur Muhammad. Selanjutnya, penafsiran tentang Nur Muhammad berikut cerita tentangnya sangat banyak versi disebutkan oleh orang-orang yang meyakininya.

Ada yang menyebutkan bahwa segala sesuatu diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad. Ada lagi yang mengatakan bahwa Muhammad diciptakan dari nur Allah. Sebagian lagi mengatakan, “Kalaulah tidak ada dia (Muhammad), matahari, bulan, bintang, lauh, dan Qolam tidak akan pernah diciptakan.”Bahkan ada lagi yang berkata bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah nyawa suci yang merupakan penampakan dzat Tuhan. Serta pendapat-pendapat lain yang sebagiannya kelewat batas dalam mengagungkan Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Asal Penciptaan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam

Riwayat paling pokok yang dijadikan alasan meyakini nur Muhammad adalah,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قاَلَ، قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ، بأبى أنت وأمى! أَخْبِرْنِى عَنْ أَوَّلِ شيْئٍ خَلَقَهُ الله ُقَبْلَ ْالاَشْيَاءِ؟ قَالَ يَا جَابِرُ، إِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ قَبْلَ ْالاَشْيَاءَ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُوْرِهِ  (رواه عبد الرزاق بسنده.)

Dari Jabir bin Abdillah RA, ia berkata, Aku berkata, wahai Rasulullah, Ceritakanlah tentang awal perkara yang Allah ciptakan sebelum segala sesuatu ! Maka Rasul berkata, “Wahai Jabir, Sesungguhnya Allah Taala sebelum segala sesuatu, Ia menciptakan Nur Nabimu, yang berasal dari Nur-Nya.

Riwayatkan ini disandarkan pada Abdur Rozzaq, hanya saja banyak peneliti yang mengatakan tidak menemukan riwayat tersebut dalam mushannafnya, sehingga sulit untuk dilacak jalur sanadnya hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Padahal ini menyangkut keyakinan yang sangat krusial. Dan konsekuensi dari keyakinan yang dilandasi riwayat tersebut bertentangan dengan banyak ayat dan hadits, baik yang tersirat maupun tersurat.

Paham yang meyeakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diciptakan dari cahaya, bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang shahih,

خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api dan Adam tercipta dari apa yang disifatkan untuk kalian.” (HR. Muslim: 2996)

Syaikh al-Albani dalam Ash Shahihah setelah menyebutkan keshahihan hadits tersebut berkata, “Dalam hadits ini terdapat isyarat atas kebatilan sebuah riwayat yang populer di kalangan orang-orang yaitu, “Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah nur Nabimu wahai Jabir.” Dan riwayat-riwayat semisalnya yang menyatakan bahwa Rasulullah tercipta dari cahaya. Sementara, hadits yang shahih ini menjadi dalil yang sangat jelas bahwa hanya para malaikat saja yang tercipta dari cahaya, bukan Adam dan bukan pula anak keturunannya.”

 

Baca Juga: Nabi Muhammad Keturunan Jawa?

 

Al-Qur’an juga dengan jelas menyebutkan bahwa secara penciptaan, Nabi Muhammad adalah manusia sebagaimana rasul-rasul sebelumnya dan juga manusia pada umumnya. Allah berfirman,
“Katakanlah, “Maha suci Rabbku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul” (QS al-Isra’ 93)

Makhluk yang Pertama Diciptakan
Adapun tentang awal penciptaan, riwayat tentang nur Muhammad tersebut juga bertentangan dengan hadits yang jelas shahih secara sanad dan lebih sharih secara makna,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah qalam (pena), lalu Allah berfirman, “Tulislah!” Pena berkata, “Wahai Rabbi, apa yang harus aku tulis?” Allah berfirman, “Tulislah ketetapan segala sesuatu hingga tegaknya hari Kiamat.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi)

Keyakinan bahwa semua yang di alam ini diciptakana karena Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, juga berlebihan. Tak ada dalil shahih yang menunjukkan hal ini. Yang pasti, diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzariyat/51:56)

Dan Allah menciptakan langit, bumi dan yang lain agar manusia menyadari dan mengakui kekuasaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu- Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. ath-Thalâq/65:12)

Kecintaan yang tulus kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak membutuhkan tambahan-tambahan kedustaan, atau sikap pengagungan yang melewati batas. Kemuliaan Nabi shallallahu alaihi wasallam tetaplah tinggi dan agung sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits yang shahih, dan tidak berkurang sedikitpun penghormatan kita dengan menampik riwayat-riwayat yang tidak jelas keshahihannya. Wallahu a’lam bishawab.

 

 

Oleh: Abu Umar Abdillah

Nabi Muhammad Keturunan Jawa?

Mungkin judul di atas terlalu aneh. Tapi begitulah, ternyata ramai tulisan di blog, web dan jejaring sosial membahas tentang ini.

Salah satu lini masa dari akun @SufiKota milik seorang penulis Chandra Malik memaparkan pandangan Cak Nun tentang garis keturunan Nabi Muhammad, yang mengarah pada dugaan bahwa Nabi Muhammad bukan berasal dari Arab asli, melainkan ada darah Jawanya. Di antara saduran dari tulisan tersebut adalah kalimat, “Muhammad SAW layak diduga sebagai seorang Arab-Jawa. Bukan Arab tulen.”

Ciri fisik Nabi Shallallahu alaihiwasallam

Entah ini hanya lucu-lucuan saja atau mencari sensasi, meskipun terlalu sembrono menjadikan Nabi Muhammad shallallahu sebagai bahan lelucon atau mencari sensasi. Memang belum sampai pada kesimpulan bahwa Nabi Muhammad adalah keturunan Arab Jawa dan statemen hanya mencapai ‘layak diduga seorang Arab-Jawa’, namun analisa-analisa yang dikemukakan cukup membahayakan fikrah dan keyakinan. Terlebih pada beberapa bagian sangat rawan dengan unsur buruk sangka terhadap Nabi dan sebagiannya ada unsur-unsur penodaan diri beliau.
Di antara yang dijadikan bahan analisa adalah seperti yang tertulis, “Muhammad SAW menolak digambar wajahnya demi menghindari kontroversi pada masa setelah ia wafat. Kontroversi itu terutama mengenai ciri fisik Muhammad SAW yang layak diduga tidak persis Arab tulen.”

Ungkapan ini mengandung sangkaan buruk terhadap beliau. Seakan beliau menyembunyikan nasab beliau yang asli atau ingin menyembunyikan jati dirinya yang diduga bukan keturunan Arab tulen. Untuk tujuan itu lalu Nabi menutupi dengan cara melarang umatnya menggambar fisik beliau.

Faktanya, meskipun ada larangan menggambar wajah dan fisik beliau tapi tak ada larangan untuk menggambarkan dengan kata-kata. Imam at-Tirmidzi bahkan mengumpulkan secara khusus hadits-hadits tentang karakter Nabi secara khalqiyah (fisik) maupun secara khuluqiyah secara detil. Yakni dalam kitabnya Syama’il Muhammadiyah, intinya bahwa secara fisik beliau adalah sebagus-bagus fisik orang Arab.

Nasab Nabi Shallallahi alaihiwasallam MemangArab Asli

Adapun tentang nasab beliau, alhamdulillah, telah beliau jelaskan sendiri asal usulnya, sehingga tidak perlu mengada-ada atau memaksakan diri. Jelas disebutkan dalam hadits yang shahih, bahwa beliau berasal dar Arab tulen. Sebagaimana sabda beliau shallallahu alaihi wasallam,

إنَّ اللهَ اصطفَى كِنانةَ من ولدِ إسماعيلَ . واصطفَى قريشًا من كنانةَ . واصطفَى من قريشٍ بني هاشمَ . واصطفاني من بني هاشمَ

“Allah telah memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, dan memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilih aku dari keturunan Bani Hasyim” (HR. Muslim 2276)

Jika Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diklaim sebagai Arab keturunan Jawa, kenapa tidak sekalian seluruh orang Arab atau seluruh orang Quraisy diklaim sebagai keturunan Jawa, termasuk di dalamnya Abu Jahal.
Alasan yang sangat tidak ilmiah juga dikemukakan dalam tulisan itu, “Mn Kamba mengkonfirmasi bahwa tidak ada nama Siti di masyarakat Arab tulen. Siti bukan Bahasa Arab. Muhammad SAW berasal dari garis silsilah Ibrahim AS dari Siti Hajar. Hajar juga bukan Bahasa Arab. Siti Hajar layak diduga bukan araab tulen, melainkan imigran. “Kalau bukan dari Klaten, ya dari Solo.

” Siti Hajar didatangkan untuk diperistri dan penghibur atas hati Ibrahim yg gundah. Bukan Arab tulen. Siti dan Hajar adalah Bahasa Jawa. Siti = tanah = bumi. Hajar = ajar = mengajar. Tulen Jawa.”

Ini argumen yang menggelikan. Karena tidak ada satupun dalil dan nash yang menyebut kata “Siti”. Tambahan itu hanya dikenal oleh masyarakat Jawa, yang menambahi orang Jawa, lantas kenapa kemudian ibu beliau Aminah dan Hajar diklaim sebagai keturuan Jawa. Tafsiran yang lebih dekat adalah, kata “siti” berasal dari kata “sayyidah” (puan, yang dimuliakan), yang kemudian diucapkan oleh lidah Jawa dengan sebutan Siti.

Perilaku dan Kebiasaan Nabi

Lebih lanjut tulisan itu menggiring opini pembaca dengan kalimat, “Muhammad SAW suka bertapa [khalwat]. Bangsa Arab tulen tak punya tradisi ini. Bertapa itu khas Jawa.”

Padahal, cara semedi atau bertapanya orang Jawa itu mengadopsi dari tradisi Hindu di India, atau setidaknya lebih mirip dengan perilaku penganut Hindu di India, kenapa orang-orang India tidak diklaim sekalian sebagai keturunan Jawa. Adapun tahannuts (mengasingkan diri dari orang banyak) yang dilakukan oleh Nabi adalah hal yang dilakukan oleh kaum-kaum terdahulu non Jawa, seperti banyak disebutan kisah-kisah tentang kaum Bani Israel. Kisah Ashhabul Ukhdud yang mengasingkan diri dari kaumnya juga menjadi salah satu contoh.

Pada paragraf yang lain disebutkan juga,

“Tutur kata Muhammad SAW lemah-lembut. Mana ada orang Arab [tulen] yang begitu, terutama pada masa itu? Tutur kata lemah-lembut ini khas Jawa, berbeda jauh dari style Arab yang suka bicara kasar dan meledak-ledak. Gesture dan tutur kata Muhammad SAW ini menjadi magnet sehingga kehadirannya menyedot perhatian Arab-Arab tulen.”

Baca Juga: Nur Muhammad, Makhluk Pertama?

Ini adalah analisa orang yang Arab phobia dan terlalu membanggakan kejawennya. Padahal faktanya, saat di mana Nabi diutus, di sana banyak para penyair, sastrawan dan ahli bahasa. Kelembutan tutur kata juga telah menjadi nilai plus di kalangan orang Arab. Dan sayangnya, sisi ketegasan Nabi tidak ditampakkan dalam tulisan itu, karakter yang lebih dekat dimiliki kebanyakan orang-orang Arab dibanding orang-orang Jawa.

Walhasil, untuk memuliakan kaum, tak perlu menyeret paksa nasab Nabi supaya pantas menjadi keturunan Jawa, sehingga Pulau Jawa terangkat namanya. Cukup dengan mengusahakan takwa untuk mewujudkannya. Karena tak ada bedanya antara kemuliaan orang Arab maupun non Arab, yang menentukan kemuliaan antara satu dengan yang lain adalah tingkatan takwanya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا أَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بِالتَّقْوَى

“Ketahuilah, tak ada keutamaan orang Arab di atas non Arab, atau orang non Arab di atas orang Arab, yang berkulit merah di atas orang yang berkulit hitam, yang berkulit hitam di atas orang yang berkulit merah, melainkan dengan takwa. “ (HR Ahmad dengan sanad yang shahih)

Wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Abu Umar Abdillah