Yahudi dan Runtuhnya Khilafah

Juli lalu, di tengah kisruh pelarangan ormas yang konsisten meneriakkan khilafah, kita diingatkan dengan satu negara di dunia yang sangat terkait dengan keruntuhan khilafah Utsmaniyah. Israel.

Pendirian negara israel dan khilafah Islamiyah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Daulah Utsmaniyah dibawah kekuasaan Sultan Abdul Hamid merupakan perintang terbesar gagasan pendirian Israel.

Mereka mengiming-imingi dengan berbagai imbalan yang ditolak tegas oleh sultan Abdul Hamid. Kalimatnya yang sangat masyhur, “sesungguhnya, andaikata tubuhku disayat dengan pisau atau salah satu anggota badanku dipotong maka itu lebih aku sukai daripada aku perkenankan kalian tinggal di bumi palestina yang merupakan negara kaum muslimin. Sesungguhnya bumi palestina telah direbut dengan pengorbanan darah. Dan sekali-kali bumi itu tidak akan dapat dirampas dari mereka melainkan dengan pertumpahan darah. Dan sesungguhnya Allah telah memuliakanku sehingga dapat berkhidmat kepada Agama Islam selama tiga puluh tahun. Dan aku tidak akan mencoreng sejarah leluhurku dengan aib ini. Simpanlah uangmu itu Hertzl. Jika Abdul Hamid telah mati maka kalian akan mendapatkan negeri Palestina dengan Cuma-Cuma.”

Baca Juga: Khilafah dan Syariat Islam, Dua Pondasi Inti

Sejak penolakan tersebut, kekuatan lobi Yahudi mulai bermain keras. Mereka berupaya membunuh sultan Abdul Hamid. Mereka datang dengan sebuah mobil berisi bahan peledak dan meletakkanya disamping mimbar tempat sultan Abdul Hamid shalat. Alhamdulillah, Allah menyelamatkan nyawa Sultan Abdul Hamid.

Setelah rencana itu gagal mereka “membeli” satu persatu orang yang yang berada disekitar sultan. Media mereka kuasai untuk menumbuhkan sikap anti kepada kepribadian muslim. Setelah itu mereka mulai membangkitkan gerakan anti sultan Abdul Hamid II. Salah satu yang mengambil peran besar adalah gerakan pemuda yang diasuh oleh zionis. Agenda utamanya adalah menentang dan dan memberontak kepada sultan Abdul Hamid. Setelah itu mereka melakukan gerakan masif dan mengklaim diri telah menguasai sebagian besar kekuatan militer, temasuk pemimpin tertingginya, Mustafa Kamal Ataturk.

Pada tahun 1928 mereka berhasil meruntuhkan khilafah dan ditegaskan bahwa negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama.

1948 israel diakui sebagai negara merdeka di tanah umat Islam, Palestina. Israel menjadi negara Yahudi satu-satunya didunia. Meskipun dikenal sebagai negara demokrasi modern, Israel tetap mengaitkan eksistensinya dengan teks-teks agama Yahudi. Meskipun memang dalam pemerintahan teks-teks keagamaan Yahudi bukanlah pertimbangan utama, tetapi seringkali hanya dimanfaatkan untuk kepentingan negara. (Redaksi/Terkini

 

Tema Lainnya: Khilafah, Yahudi, Sekulerisme

Mulia Dengan Islam

Agama Islam merupakan agama terakhir dari seluruh agama yang pernah Allah turunkan ke muka bumi ini. Melengkapi agama samawi yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad. Sehingga Islam adalah satu-satunya agama yang Allah terima dan Allah ridhai. 

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

 Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya(QS. ali-Imran: 19)

Dalam tafsirnya Ibnu Katsir mengatakan : “Tidak ada satupun agama dimuka bumi ini yang diterima oleh Allah  selain agama Islam. Islam adalah agama yang dibawa oleh semua Rasul, telah sempurna dengan diutusnya Nabi Muhammad. Barangsiapa yang mati setelah diutusnya Nabi Muhammad dengan memeluk agama selain Islam maka Allah tidak akan menerimanya”  (tafsir al-Qur’an al-‘adzim, 2/25)

Agama Islam diturunkan di tanah Arab disaat kebobrokan dan kehancuran moral tengah melanda bangsa Arab, membawa masyarakatnya dari zaman keterpurukan menjadi sebuah bangsa yang berperadaban. Tanpa memilih dan memilah si kaya dan si miskin, rakyat jelata atau para raja, berkulit hitam maupun berkulit putih.

Meskipun diturunkan di Tanah Arab, Arab bukanlah patokan standar kebenaran Islam. Allah menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman dan panduan hidup bagi seluruh manusia. Agama islam tidak pernah membedakan ras, suku dan bangsa. orang yang paling mulia di dalam islam adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah

…إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“ …Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat:13)

Agama Islam cocok dan bisa terima disetiap tempat dan waktu. Namun, sebelumnya ada dua hal yang harus diperhatikan oleh ummat Islam. Pertama, dalam Islam ada perkara-perkara yang bisa berubah seiring waktu dan perubahan dinamika kehidupan manusia, perkara ini terletak pada perkara yang bersifat fiqih dan pada perkara yang para ulama berbeda pendapat (furu’iyah), adapula perkara yang bersifat baku atau ushuli (dasar-dasar) yang tidak mengalami perubahan sampai kapanpun, perkara ini terletak pada perkara aqidah yang berhubungan dengan keyakinan atau keimanan.

Perbedaan yang terjadi pada perkara-perkara fiqih adalah hal yang diperbolehkan dalam islam dan ini merupakan rahmat Allah bagi manusia. Sebagaimana firman Allah:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…” (QS. al-Hujurat:13)

Perbedaan yang kedua adalah perbedaan dalam masalah aqidah dan keyakinan dasar. Perkara ini tidak diperbolehkan dalam Islam, ummat Islam wajib bersatu,  berbeda dalam perkara ini keislamannya akan berdampak buruk bagi keimanannya. Allah berfirman:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara…” (QS. ali-Imran:103)

Inti kekuatan kaum muslimin ada pada persatuan dan kesatuan mereka yang dibangun diatas landasan aqidah yang benar dan sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah. Selama ummat islam bersatu dan berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnah, agama Islam tidak akan terkalahkan oleh bangsa dan peradaban manapun. Tetapi, ketika kaum muslimin berpecah belah dan mulai cenderung kepada dunia maka Allah akan menghinakan kaum muslimin dihadapan musuh-musuhnya.

Perkara inilah yang sangat dipahami oleh musuh-musuh Islam, bersatunya Islam merupakan sebuah momok dan bencana besar bagi orang kafir, mereka tidak akan pernah rela melihat ummat ini bersatu padu, orang kafir tidak ingin peradaban islam kembali bangkit mereka selalu mencari seribu cara untuk memecah belah dan menjauhkan ummat Islam dari pedoman hidupnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Allah berfirman :

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

 Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. al-Baqarah:120)

Orang-orang kafir berusaha memutus mata rantai yang akan membuat kuat aqidah dan persatuan kaum muslimin. Caranya adalah dengan menjauhkan mereka dari pedoman hidupnya yaitu al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Samuel Zwemmer, seorang tokoh Yahudi berkata dalam pidatonya di Yerussalem tahun 1935 berkata “…perlu saudara-saudara ketahui adalah bahwa tujuan misi yang telah diperjuangkan bangsa Yahudi dengan mengirim saudara-saudara ke negeri-negeri Islam, bukanlah untuk mengharapkan kaum muslim beralih ke agama Yahudi atau Kristen. Bukan itu. Tetapi tugasmu adalah mengeluarkan mereka dari islam, menjauhkan mereka dari islam, dan tidak berpikir mempertahankan agamanya. Di samping itu saudara-saudara harus menjadikan mereka jauh dari keluhuran budi, jauh dari watak yang baik…”

Dari sinilah kemudian aliran-aliran yang merusak aqidah islam berkembang pesat. Terjadinya infiltrasi Liberalisme, Sekularisme, dan Pluralisme kedalam dunia Islam menjadi hal yang harus kita wasapadai, terutama kepada generasi muda muslim yang masih labil. Semua pemahaman itu menggiring kepada tasykik (keraguan) terhadap agama sendiri. Sehingga mengasilkan fikiran untuk mendekontruksi al-Qur’an dan mengkaji ulang seluruh tafsir para ulama karena penafsiran mereka sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan tidak mampu menjawab berbagai macam problematika kontemporer.

Setelah ummat Islam jauh dari al-Qur’an dan Sunah, dan kehancuran generasi Islam telah mulai nampak. Berbagai kasus seperti maraknya perzinahan, tawuran, kasus narkoba, belakangan kasus kampanye LGBT yang jelas dilarang oleh syari’at Islam menjadi perbincangan hangat di tengah massa ummat Islam,  menjadi pertanda bahwa jika suatu generasi sudah meninggalkan aturan Allah, tidak lagi mempedulikan halal dan haram maka kehancuranlah yang akan didapat. Di sisi lain, dalam dunia pemikiran  dimunculkan pula berbagai istilah-istilah baru seperti Islam Radikal, Islam garis keras, Ektrimis,  Islam ala Nusantara, Islam versi Liberal dan lainnya, yang tidak lain tujuannya hanya untuk memecah belah Islam.

Dalam al-Qur’an, Allah telah menetapkan bahwa ummat Islam adalah ummat yang terbaik sepanjang masa. Allah berfirman :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik  (QS. ali-Imran:110)

Para ulama mufassirin menjelaskan bahwa ummat Islam dilahirkan dari sebaik-baik manusia untuk ummat yang terbaik. Namun semua itu tidak berlaku, jika ummat Islam meninggalkan amar ma’ruf dan nahyi munkar dan saling nasehat-menasehati antara satu dengan yang lain.

Serupa dengan ayat diatas Allah juga menegaskan dalam surat al-Ashr:

إِنَّ الْإِنْسَانَ لفي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran(QS. al-Ashr: 2-3)

 Mengenai surat ini Imam Syafi’i berkata,“ Seandainya Allah hanya  menurunkan surat ini dalam al-Qur’an, tentu itu sudah cukup”.  Ini menunjukkan kepada kita urgensi sebuah nasehat bagi seorang muslim, karena sangat wajar sekali kita sebagai pribadi muslim lupa akan hal ini, memang kita hanya manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa. Dan manusia Allah adzab bukan karena kesalahan dan kealpaannya. Akan tetapi diadzab karena kengganannya untuk memperbaiki kesalahan layaknya kaum Yahudi.

Kejayaan ummat ini akan bangkit kembali ketika ummat ini diingatkan, dinasehati dan dibimbing untuk menyadari kemuliaan agamanya, sehingga tidak silau dengan berbagai ragam ideologi diluar islam. Kuncinya ada ditangan para ulama rabbani yang ikhas. Maka, tak heran jika hari ini musuh-musuh Islam mulai melirik para ulama dan mencoba mengebiri peran mereka ditengah ummat. Meski begitu kita harus tetap yakin, orang kafir memang mempunyai makar, tapi Allahlah sebaik-baik pembuat makar. Wallahu a’lam.

 

Yahudi-Yahudi Nyeleneh

Meskipun banyak mendapat kritik tajam dalam al-Quran, ada saja diantara kaum Yahudi yang nyeleneh. Ia tidak seperti Yahudi kebanyakan. Di masa Rasulullah SAW, ada Abdullah bin Salam dan Mukhairiq, dua orang pemuka Yahudi yang akhirnya menerima kebenaran Islam. Namun, keduanya menjadi bahan olok-olokan oleh kaumnya. Mukhairiq bahkan akhirnya gugur sebagai syuhada dalam Parang Uhud.

Di masa modern ini, ada juga sejumlah Yahudi yang nyeleneh. Di antara mereka ada yang masuk Islam dan menjadi cendekiawan Muslim yang hebat. Ada juga yang belum sampai masuk Islam. Tapi, memberikan kritik-kritik yang keras terhadap ajaran agama Yahudi dan kekejaman negara Israel. Salah satu tokoh Yahudi jenis yang kedua adalah Prof. Dr. Israel Shahak, seorang pakar biokimia dari Hebrew University.

Prof. Dr. Israel Shahak memang bukan Yahudi biasa. Dia tidak seperti sebagaimana kebanyakan Yahudi lainnya, yang mendukung atau hanya bengong saja menyaksikan kejahatan kaumnya. Suatu ketika, saat dia berada di Jerusalem, pakar biokimia dari Hebrew University ini menjumpai kasus yang mengubah pikiran dan jalan hidupnya. Saat itu, hari Sabtu (Sabath) Shahak berusaha meminjam telepon seorang Yahudi untuk memanggil ambulan, demi menolong seorang non-Yahudi yang sedang dalam kondisi kritis.

Di luar dugaannya, si Yahudi menolak meminjamkan teleponnya. Orang non-Yahudi itu pun akhirnya tidak tertolong lagi. Prof. Shahak kemudian membawa kasus ini ke Dewan Rabbi Yahudi – semacam majlis ulama Yahudi – di Jerusalem. Dia menanyakan, apakah menurut agama Yahudi, tindakan si Yahudi yang tidak mau menyelamatkan orang non-Yahudi itu dapat dibenarkan oleh agama Yahudi. Lagi-lagi, Prof. Shahak terperangah. Dewan Rabbi Yahudi di Jerusalem (The Rabbinical Court of Jerusalem) menyetujui tindakan si Yahudi yang mengantarkan orang non-Yahudi ke ujung maut. Bahkan, itu dikatakan sebagai ”tindakan yang mulia”. Prof. Shahak menulis: ”The answered that the Jew in question had behaved correctly indeed piously.”

Kasus itulah yang mengantarkan Prof. Shahak untuk melakukan pengkajian lebih jauh tentang agama Yahudi dan realitas negara Israel. Hasilnya, keluar sebuah buku berjudul  Jewish History, Jewish Religion (London: Pluto Press, 1994). Dalam penelitiannya, ia  mendapati betapa rasialisnya  agama Yahudi dan juga negara Yahudi (Israel). Karena itulah, dia sampai pada kesimpulan, bahwa negara Israel memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia. Katanya, “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.”

Sebagai satu ”negara Yahudi” (a Jewish state), negara Israel adalah milik eksklusif bagi setiap orang yang dikategorikan sebagai ”Jewish”, tidak peduli dimana pun ia berada. Shahak menulis: “Israel ’belongs’ to persons who are defined bu the Israeli authorities as ‘Jewish’,   irrespective of where they live, and to them alone.” Shahak menggugat, kenapa yang dipersoalkan hanya orang-orang yang bersikap anti-Yahudi. Sementara realitas pemikiran dan sikap Yahudi yang sangat diskriminatif terhadap bangsa lain justru diabaikan.

Kaum Yahudi, misalnya, dilarang memberikan pertolongan kepada orang non-Yahudi yang berada dalam bahaya. Cendekiawan besar Yahudi, Maimonides, memberikan komentar terhadap salah satu ayat Kitab Talmud: “It is forbidden to save them if they are at the point of death; if, for example, one of them is seen falling into the sea, he should not be rescued.” Jadi, kata Maimonides, adalah terlarang untuk menolong orang non-Yahudi yang berada di ambang kematian. Jika, misalnya, ada orang non-Yahudi yang tenggelam di laut, maka dia tidak perlu ditolong. Israel Shahak juga menunjukkan keanehan ajaran agama Yahudi yang menerapkan diskriminasi terhadap kasus perzinahan. Jika ada laki-laki Yahudi yang berzina dengan wanita non-Yahudi, maka wanita itulah yang dihukum mati, bukan laki-laki Yahudi, meskipun wanita itu diperkosa.

Tidak banyak orang Yahudi yang berani bersuara keras terhadap agama dan negaranya, seperti halnya Prof. Israel Shahak, sehingga dia memang bisa dikategorikan Yahudi yang nyeleneh.

Yahudi lain yang nyeleneh, bahkan kemudian menjadi seorang Muslim yang hebat adalah Margareth Marcus. Ia seorang Yahudi Amerika yang sangat tekun dalam mempelajari berbagai agama dan pemikiran-pemikiran modern. Akhirnya, sinar hidayah datang  padanya, dan mengantarkannya menjadi seorang Muslimah. Ia kemudian berganti nama menjadi Maryam Jameela. Sejak remaja, Margareth Marcus sudah berbeda dengan kebanyakan teman sebayanya. Dia sama sekali tidak menyentuh rokok atau minuman keras. Pesta-pesta dan dansa-dansa pun dia jauhi. Ia hanya tertarik dengan buku dan perpustakaan.

Ia bercerita tentang kisah ketertarikannya kepada Islam. Pada tahun kedua di Universitas New York, Margareth mengikuti mata kuliah tentang Yudaisme dan Islam. Dosennya seorang rabbi Yahudi. Pada setiap kuliah, sang dosen selalu menjelaskan, bahwa segala yang baik dalam Islam sebenarnya diambil dari Perjanjian Lama (Bibel Yahudi), Talmud, dan Midrash. Kuliah itu juga diselingi pemutaran film dan slide propaganda Zionis. Tapi, kuliah yang menyudutkan Islam itu justru berdampak sebaliknya bagi Margareth. Dia justru semakin melihat kekeliruan ajaran Yahudi dan semakin tertarik dengan Islam.

Margareth Marcus kemudian memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Dalam salah satu tulisannya, Margareth menulis: ”… saya percaya bahwa Islam adalah jalan hidup yang unggul dan merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran.”  Namun, Margareth mengaku keheranan, banyak orang Islam sendiri yang tidak meyakini keunggulan Islam. Ia menulis tentang hal ini: ”Berkali-kali saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Islam yang belajar pada universitas-universitas di New York yang berusaha meyakinkan saya bahwa Kemal Attaturk adalah orang Islam yang baik, dan bahwa Islam harus menerima kriteria filsafat kontemporer, sehingga bila ada akidah Islam dan periabadatannya yang menyimpang dari kebudayaan Barat modern, maka hal itu harus dicampakkan. Pemikiran demikian dipuji sebagai ”liberal”, ”berpandangan ke depan”, dan ”progresif”. Sedang orang-orang yang berpikiran seperti kita dicap sebagai ”reaksioner dan fanatik”, yakni orang-orang yang menolak untuk menghadapi kenyataan masa kini.”

Sebelum resmi menyatakan diri sebagai Muslimah, Margareth Marcus telah menulis berbagai artikel yang membela Islam di sejumlah jurnal internasional. Ia dengan tegas memberikan kritik-kritiknya terhadap paham-paham modern. Dalam suratnya kepada Maududi, 5 Desember 1960, ia  menulis:

”Pada tahun lalu saya telah berketetapan hati untuk membaktikan kehidupan saya guna berjuang melawan filsafat-filsafat materialistik, sekularisme, dan nasionalisme yang sekarang masih merajalela di dunia. Aliran-aliran tersebut tidak hanya mengancam kehidupan Islam saja, tetapi juga mengancam seluruh umat manusia.”

Setelah masuk Islam, Margareth kemudian memilih untuk berhijrah ke Pakistan, setelah mendapat izin dari kedua orang tuanya. Maryam Jameela pun termasuk sedikit diantara kaum Yahudi yang memiliki sikap kejujuran dan keberanian untuk menerima Islam. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah beberapa kaum Yahudi yang nyeleneh tersebut

Misi Yahudi Merusak Agama

Bagi umat Islam, nama Free Masonry sudah tidak asing lagi. Organisasi ini pernah beroperasi di Indonesia selama 200 tahun. Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, karya Dr. Th Steven dijelaskan misi organisasi yang memiliki simbol Bintang David ini: ”Setiap insan Mason Bebas mengemban tugas, dimana pun dia berada dan bekerja,untuk memajukan segala sesuatu yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.”

Cermatilah misi Free Mason ini! Yakni, “menghapus pemisah antar manusia!”. salah satu yang sianggap sebagai pemisah antar manusia adalah ”agama”. Maka, jangan heran, jika banyak manusia berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”. Atau, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.” Siapa pun Tuhan itu, tidak dipedulikan. Yang penting Tuhan! Ada yang menulis bahwa agama adalah sumber konflik, sehingga perlu dihapuskan secara perlahan-lahan. Free Mason menyatakan tidak memusuhi agama, tetapi misinya jelas menghapus pemisah antar manusia, termasuk di dalamnya adalah agama.

Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS, misalnya, sejak didirikan pada 1733, Free Mason segera menyebar luas ke negara itu, sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin menjadi anggotanya. Prinsip Freemasonry adalah “Liberty, Equality, and Fraternity”.  (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books, 1996).

Harun Yahya, dalam bukunya, Ksatria-kstaria Templar Cikal Bakal Gerakan Free Masonry (Terj.), mengungkap upaya kaum Free Mason di Turki Utsmani untuk menggusur Islam dengan paham humanisme. Dalam suratnya kepada seorang petinggi Turki Utsmani, Mustafa Rasid Pasya, August Comte menulis, “Sekali Utsmaniyah mengganti keimanan mereka terhadap Tuhan dengan humanisme, maka tujuan di atas akan cepat dapat tercapai.”  Comte yang dikenal sebagai penggagas aliran positivisme juga mendesak agar Islam diganti dengan positivisme.

Paham humanisme sekular adalah paham Free Mason, yang kemudian diglobalkan – salah satunya – melalui konsep HAM. Maka, jangan heran, jika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang ditetapkan tahun 1948 sarat dengan muatan humanisme dan tidak berdasarkan agama tertentu. Karena itulah, sejumlah pasalnya jelas-jelas bertabrakan dengan konsep Islam.  Kata mereka, konsep HAM itu universal dan bisa diterima semua umat manusia. Faktanya, dunia Islam menolak pasal 16 dan 18 DUHAM (tentang kekebasan perkawinan dan kebebasan untuk pindah agama). Dunia Islam mengajukan gagasan alternatif dalam Deklarasi Kairo yang tetap mempertahankan faktor agama dalam konsep perkawinan dan kebebasan beragama.

Kaum Yahudi tentu saja banyak yang aktif di organisasi seperti Free Mason ini. Di Turki Utsmani, tokoh-tokoh Yahudi di Free Mason memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran para aktivis Gerakan Turki Muda. Bahkan, kuat sekali indikasinya, Yahudi merancang dan mendominasi arah organisasi lintas agama ini.  Dan ini sangat bisa dipahami. Selama ribuan tahun Yahudi menjadi korban penindasan kaum Kristen di Eropa. Dengan berkembangnya aktivitas Free Mason, maka secara otomatis,  penindasan terhadap Yahudi bisa semakin diminimalkan.  Karena itulah, di Eropa organisasi yang membawa misi kaum Templar ini menjadi musuh Gereja.

Meskipun mengaku bukan sebagai satu agama tersendiri, tetapi Free Mason juga memiliki ajaran ketuhanan dan tata cara ritual tersendiri. Buku Dr. Th Steven dihiasi dengan banyak foto tempat-tempat pemujaan Free Mason di Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan, Palembang, dan sebagainya. Sejumlah tokoh nasional  juga disebutkan menjadi anggotanya. Siapakah Tuhan yang dipuja pengikut Free Mason? Tidak jelas!

Dengan memposisikan dirinya di luar agama-agama yang ada, maka Free Mason lebih mengedepankan problematika kemanusiaan, lintas agama. Humanisme menjadi paham panutan. Misi kemanusiaan yang tidak berdasarkan agama inilah yang ironisnya, kini dicoba dikembangkan dalam berbagai buku studi dan pemikiran Islam. Sadar atau tidak, masuknya misi ini dimulai dengan upaya untuk menghilangkan klaim kebenaran (truth claim). Jika umat beragama tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri, maka dia menjadi pembenar semua agama. Sikap netral agama dianggap sebagai sikap ilmiah, elegan, dan terpuji. Orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri dianggap sebagai orang jahat, arogan, dan tidak toleran.

Simaklah berbagai pernyataan berikut yang sejalan dengan pemikiran limtas agama gaya Free Mason. Dalam buku Agama Masa Depan, karya Prof. Komaruddin Hidayat (rektor UIN Jakarta) dan M. Wahyuni Nafis, ditulis: “Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan pada setiap agama, walaupun masing-masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkusnya yang berbeda-beda.” (hal. 130).

Dalam sebuah buku berjudul Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama (2008) dikatakan:  “…bila Anda telah menancapkan komitmen untuk membangun rumah tangga beda iman, jalani dengan tenang dan sejuk dinamika ini. Tidak perlu dirisaukan dan diresahkan. Yang terpenting, mantapkan iman Anda dan lakukan amal kebaikan kepada manusia. Semua itu tidak percuma dan sia-sia. Beragama apapun Anda, amal kebaikan dan amal kemanusiaan tetap amal kebaikan. Pasti ada pahalanya dan akan disenangi Tuhan.” (hal. 235).

Mudah-mudahan kita waspada dengan berbagai upaya untuk merusak agama, baik yang berasal dari kaum Yahudi atau yang para pengikut jejak Yahudi.