Imtihan Syafi'i

Mengenal Firqah Khawarij (Bagian 1)

Dewasa ini berkembang pemikiran, setiap orang yang mengangkat senjata, memberontak, dan melawan penguasa adalah Khawarij. Bahkan meskipun yang melawan adalah orang-orang yang berkomitmen penuh kepada manhaj dan akidah Ahlussunnah wal Jamaah—termasuk sikap mereka terhadap penguasa. Bahkan meskipun penguasa yang dilawan adalah penguasa yang menolak pemberlakuan hukum Islam dimana para ulama telah sepakat mengenai kewajiban memerangi mereka. Bahkan jika mereka adalah para penguasa kafir. Untuk itulah penting bagi kita untuk mengenal Firqah Khawarij dan pemikirannya, agar kita dapat menyikapi segala sesuatu secara proporsional.

Definisi Khawarij

Secara bahasa “khawarij” adalah bentuk jamak (plural) dari “kharij” yang berarti “orang yang keluar.” Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinikannya.

Az-Zubaidiy berkata, “Mereka adalah golongan Haruriyah. Kharijiyah adalah salah satu kelompok mereka. Mereka terdiri dari 7 golongan.”

Asy-Syahrastani berkata, “Siapa saja yang keluar dari imam yang benar, imam yang disepakati oleh al-Jamaah, ia disebut dengan seorang Khawarij, baik ia keluar pada masa al-khulafa` ar-rasyidun ataupun setelah masa mereka, dan para imam sampai akhir zaman.” (Al-Milal wan Nihal, 1/114)

Ada pula ulama yang mengkhususkan Khawarij sebagai kelompok yang keluar dari ‘Ali bin Abu Thalib. Al-Asy’ariy berkata, “Sebab dari mereka disebut Khawarij adalah karena mereka keluar dari ‘Ali bin Abu Thalib.” (Maqalatul Islamiyin, 1/207)

Ibnu Hazm menambahkan, nama khawarij disematkan juga kepada orang-orang yang melakukan tindakan yang sama dengan yang khawarij lakukan kepada ‘Ali bin Abu Thalib pada zaman mana pun.

Dr. Nashir bin ‘Abdulkarim al-‘Aql mendefinisikan Khawarij dengan, “mereka adalah orang-orang yang mengkafirkan orang lain karena kemaksiatan dan keluar dari imam kaum muslimin dan jamaah mereka.” [al-Khawarij, 28]

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mendefinisikan Khawarij, para ulama firaq berbeda pendapat menjadi tiga:

  • Orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang benar pada zaman manapun.
  • Orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada ‘Ali bin Abu Thalib dan mereka yang setuju dengan pandangan mereka.
  • Orang-orang yang keluar setelah masa ‘Ali bin Abu Thalib dari kalanga Azariqah.

Ada juga pendapat lain tetapi bukan pendapat Ahlussunnah.

Hanya Sebagian yang Khawarij

Sejarah mencatat, mereka yang keluar dari ketaatan kepada imam tidak semuanya Khawarij. Ada yang keluar dari ketaatan karena imam yang zhalim dan meninggalkan sunnah. Ini seperti keluarnya al-Husain bin ‘Ali, penduduk Madinah dalam peristiwa Hurrah, dan Zaid bin Ali Zainul ‘Abidin. Para ulama berbeda pendapat mengenai bolehnya keluar seperti ini. Ada yang membolehkannya dan bahkan menganggapnya sebagai jihad dan ada pula yang tidak membolehkannya disebabkan mafsadat yang lebih banyak daripada manfaatnya. Ini adalah pandangan kebanyakan ulama Ahlussunnah, [al-Imamatul ‘Uzhma ‘inda Ahlissunnah wal Jamaah, ‘Abdullah ad-Dumayjiy, 502, 518, 547].

Ada yang keluar kepada pemegang kekuasaan dengan takwil yang masih dapat diterima. Ini seperti yang dilakukan oleh mereka yang keluar dalam perang Jamal dan Shifin. Mereka keluar dari ‘Ali bukan karena membelot dan hendak merebut kekuasaan. Mereka melakukannya lebih karena mengikuti pendapat atau ijtihad mereka. (Majmu’ Fatawa, 28/ 266, 275)

Ada yang keluar karena menginginkan kekuasaan saja. Peperangan mereka semata-mata karena dunia. Mereka ini adalah bughat yang sebenarnya. (Fathul Bari, 12/286)

Ada pula yang keluar dari ketaatan kepada imam dan dari jamaatul muslimin dan mereka menyeru orang lain untuk mengikuti pendapat mereka. Mereka keluar lantaran mereka menyelisihi prinsip Aswaja. (Fathul Bari, 12/285).

Yang disebut terakhir inilah orang-orang yang berlaku pada mereka hadits-hadits Nabi tentang orang-orang Khawarij; tentang perintah untuk memerangi mereka. Ibnu Taymiyah berkata, “Para sahabat dan para ulama sesudah mereka sepakat mengenai wajibnya memerangi mereka.” [Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 5/ 243]

 Beda Pendapat yang Lain

Para ahli tarikh berbeda pendapat mengenai awal kemunculan kelompok Khawarij. Ada yang berpendapat, mereka sudah muncul sejak zaman Nabi saw. ada yang berpendapat mereka muncul pada masa ‘Utsman bin ‘Affan, dan apa pula yang berpendapat Khawarij muncul pada masa ‘Ali bin Abu Thalib, yakni ketila Thalhah dan Zubair keluar terhadap ‘Ali—ada pula yang menyatakan bahwa Khawarij muncul pasca peristiwa tahkim. Pendapat yang rajih adalah pendapat yang terakhir ini.

Pendapat pertama, bahwa Khawarij muncul pada masa Nabi, yakni Dzul Khuwayshirah atau ‘Abdullah bin Dzul Khuwayshirah at-Tamimiy yang keluar pertama kali terhadap Nabi saw saat beliau membagi harta Fa’i dimana ia menuduh Nabi saw tidak adil. Peristiwa itu dikabarkan dan dimuat oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih beliau. Abdullah inilah kharij pertama (kharij, bentuk tunggal dari khawarij). Di antara mereka yang berpendapat bahwa Dzul Khuwayshirah adalah khawarij pertama adalah Ibnul Jawzi, Ibnu Hazm, asy-Syahrastani.

Pendapat kedua, pendapat Ibnu Abil ‘Izz—pensyarah Aqidah Thahawiyah. Beliau menyatakan bahwa khawarij muncul pada masa ‘Utsman, yakni masa fitnah yang berakhir dengan terbunuhnya ‘Utsman. Ini disebut dengan fitnah pertama. Ibnu Abul ‘Izz berkata, “Khawarij dan Syi’ah muncul pada masa fitnah yang pertama.” (Syarh Akidah Thahawiyah, 472)

Ibnu Katsir juga menamai mereka yang memberontak terhadap ‘utsman dan membunuhnya sebagai orang-orang Khawarij. Beliau menulis, “Maka datanglah orang-orang Khawarij, mereka mengambil harta dari baitulmal, padahal di sana ada harta yang banyak sekali.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 7/189)

Ketiga adalah pendapat yang menyatakan bahwa Khawarij muncul pasca mundurnya sejumlah pasukan dari tentara ‘Ali bin Abu Thalib dan mereka keluar darinya, yakni setelah peristiwa tahkim. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama Ahlussunnah. Di antara mereka adalah Abul Hasan al-Asy’ariy—orang pertama yang mencatat sejarah Khawarij. Al-Asy’ariy berkata, “Sebab mereka dinamai Khawarij adalah karena mereka keluar dari ‘Ali bin Abu Thalib,” (Maqalatul Islamiyyin, 1/207).

Kesimpulan al-Asy’ariy diamini oleh al-Baghdadi dimana ia memulai tarikh Khawarij dengan menyebut tentang orang-orang yang keluar dari ‘Ali, (Al-Ibadhiyah baynal Firaq al-Islamiyah, hal. 377).

Demikian pula pendapat Abul Husain al-Malthiy yang menyatakan bahwa kelompok pertama dari Khawarij adalah al-Muhakkimah, (at-Tanbih war Radd, hal. 15)

Pendapat terakhir ini pula yang banyak diikuti oleh para ahli sejarah kontemporer seperti Ahmad Amin, Syaikh Abu Zahrah, dan al-Gharabi.

Syaikh Abu Zahrah menulis, “Kemunculan kelompok ini—yakni Khawarij—diikuti dengan kemunculan kelompok Syi’ah. Keduanya muncul sebagai firqah pada masa ‘Ali bin Abu Thalib setelah sebelumnya mereka berpihak dan menjadi pasukan ‘Ali, (Tarikhul Madzahib al-Islamiyah, 1/65).

Demikianlah, benih ketidaktaatan telah muncul pada masa Nabi, namun ini masih merupakan sikap pribadi, bukan kelompok atau firqah.

Masa kenabian berlalu. Demikian pula dengan masa Abu Bakar dan ‘Umar bin Khattab. Tak sekalipun disebut tentang penentangan Dzul Khuwayshirah selain pada kasus pembagian harta Fa’i. tidak disebut pula adanya orang-orang yang sepaham dengannya. Tidak disebutkan Dzul Khuwayshirah menyebarkan pemikiran khusus. Tidak disebut pula Dzul Khuwayshirah termasuk mereka yang memberontak pada masa ‘Utsman. Tidak pula disebut di antara mereka ada anak-anak atau keturunan Dzul Khuwayshirah.

Mereka yang memberontak terhadap ‘Utsman jelas merupakan satu kelompok orang yang tidak taat kepada imam yang sah. Hanya, mereka tidak memiliki keyakinan/akidah yang berbeda secara spesifik dengan kaum muslimin pada masa itu.

Sebagai satu kelompok/firqah yang memiliki pemahaman/akidah secara spesifik, orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada pasca peristiwa tahkim, merekalah yang disebut sebagai Khawarij.

Semoga Allah menjaga kita dari pemikiran sesat Khawarij.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *