Kisah Pasangan Harmonis yang Paling Tragis

Abu Lahab adalah sosok yang tampan, wajahnya bersinar, termasuk figur publik di kalangan orang-orang Quraisy. Istrinya menonjol dalam hal kecantikan dan kehormatan. Saking cantiknya, dijuluki Ummu Jamil (Ibunya gadis-gadis cantik).

Keduanya merupakan pasangan yang sangat serasi dan sangat harmonis dipandang dari sisi hubungan suami istri. Tak hanya itu, keduanya juga seide dan seiya sekata dalam menyikapi dakwah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Yakni sikap untuk menolak dan melawan.

Sang istri menganggu dari depan, sang suami mengganggu dari belakang. Perihal Abu Lahab, Imam Ahmad meriwayatkan, “Ada seseorang yang bernama Rabi’ah bin ‘Abbad dari bani ad-Dail –yang dulunya dia seorang Jahiliyyah yang kemudian masuk Islam- berkata, ‘Aku pernah melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam sewaktu (aku) masih di masa jahiliyah di pasar Dzul Majaz, beliau berdakwah, “Wahai sekalian manusia, katakanlah, “Tidak ada Ilah yang haq selain Allah,”  niscaya kalian beruntung.”

Dan orang-orang pun berkumpul menemuinya sedang di belakang beliau ada seseorang yang wajahnya bersinar, yang memiliki dua kepang rambut mengatakan, “Sesungguhnya dia (Rasulullah) pembawa agama sesat lagi pendusta.” Dia mengikuti beliau kemana saja beliau pergi. Kemudian aku tanyakan mengenai dirinya, maka orang-orang menjawab, “Itu adalah pamannya, yang bernama Abu Lahab.”  , “istri Abu Lahab biasa memanggul kayu berduri lalu ditebar di jalan yang hendak dilalui Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk menganggu beliau dan para sahabatnya.”

Klop sudah, sang istri menganggu dari depan, suami menggembosi dakwah Nabi shallallahu alaihi wasallam dari belakang. Pada gilirannya, kisah keduanya menjadi kisah sepasang suami istri harmonis yang paling tragis.

Keduanya telah dinash oleh Allah bakal masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala. Bahkan tentangnya, Allah turunkan kabar kebinasaan keduanya dalam al-Qur’an yang dengan membacanya, kita mendapatkan pahala setiap hurufnya. Allah Ta’ala berfirman,

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)

 

“Binasalah kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS al-Lahab: 1-5)

Keharmonisan sepasang suami istri di dunia berujung derita di akhirat selamanya, dan kelak keduanya akan menjadi partner dalam menambah siksa sebagaimana keduanya menjadi partner dalam kemaksiatan dan memusuhi dakwah Islam. Inilah yang terkandung dalam salah satu makna ‘hammalatal hathab’, wanita pembawa kayu bakar.

Ibnu Katsier dalam tafsirnya menjelaskan makna ini, “Istrinya senada dengan suaminya dalam kekafiran dan penentangannya. Karena itulah pada hari Kiamat ia juga akan membantu suaminya untuk membakar suaminya di neraka jahannam. Maksud pembawa kayu bakar adalah membawa kayu untuk membakar suaminya agar semakin berat siksanya.”

Di samping ada dua makna lain; makna hakiki bahwa dia membawa kayu bakar berduri untuk mengganggu dakwah Nabi, juga makna majazi yakni dia menjadi provokator yang ‘mengompori’ manusia dan suaminya untuk memusuhi Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Pada kisah pasangan ini terdapat pelajaran berharga dalam hal berkeluarga. Bahwa harmonis saja tidak cukup. Apalah artinya keharmonisan rumah tangga jika kemudian berakhir dengan derita neraka dan kelak akan menjadi musuh satu dengan lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS az-Zukhruf 67)

Agar kita juga tidak latah meniru gaya hidup pasangan suami istri yang yang lalai dari akhirat dan hobi maksiat. Meskipun mereka tampakkan romatisme dan keharmonisannya dalam berkeluarga. Tak ada yang lebih indah dari akhlak Islam dalam berkeluarga, dan tak ada yang lebih kokoh dari pada pondasi takwa dalam membangun rumah tangga. Imam al-Qurthubi memiliki catatan menarik tentang firman Allah Ta’ala,

“Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam?” (QS at-Taubah 109)

Beliau mengatakan dalam tafsirnya, “Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dibangun di atas pondasi takwa kepada Allah Ta’ala, bertujuan mengharap wajah Allah, itulah bangunan yang akan langgeng, membawa kepada bahagia dan berpahala.”

Adapun keluarga yang dibangun melulu atas pertimbangan kecantikan, kehormatan di mata manusia, kekayaan dan tendensi dunia semata, itulah bangunan rumah tangga yang rapuh, serapuh bangunan yang dibangun di atas tepi jurang yang sedang runtuh.  wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)

Pelanggaran Janji Yahudi Madinah

Sejak awal membentuk masyarakat Madinah, Rasulullah sudah mengantisipasi pecahnya konflik diantara kelompok-kelompok masyarakat Madinah. Rasulullah membentuk persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin, mengadakan perjanjian damai dan kerjasama dengan kaum Yahudi, yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah.

Tetapi dengan kemenangan pasukan Muslim di perang Badar, membuat kekhawatiran kaum Yahudi atas melemahnya eksistensi mereka semakin besar. Yahudi Madinah memilih mengikuti moyang mereka yang melumuri tinta sejarah dengan pengkhianatan dan pelanggaran janji. Baik secara diam-diam maupun terang-terangan, mereka mulai memusuhi Muslimin Madinah.

Tipu Daya Orang Yahudi

Syais bin Qais adalah seorang tokoh Yahudi Madinah yang sudah renta, dia sangat membenci dan dengki terhadap kaum Muslim. Suatu saat Syais bin Qais berjalan dan melewati beberapa orang dari suku Aus dan Khazraj yang sedang berkumpul dan berbincang-bincang.

Syais bin Qais menjadi meradang karena melihat kerukunan dan keakraban di antara mereka karena Islam. Padahal semasa jahiliyah suku Aus dan Khazraj adalah suku yang selalu bermusuhan dan tak pernah akur.

Akhirnya Syais bin Qais menyuruh seorang pemuda Yahudi untuk duduk bersama orang-orang tersebut, “hampirilah orang-orang itu dan duduklah bersama mereka. Kemudian ungkitlah kembali perang Bua’ats yang pernah mereka alami. Lantunkan juga syair-syair yang pernah mereka ucapkan kala itu.”

Pemuda Yahudi tersebut melakukan apa yang diperintahkan Syais bin Qais, akibatnya mereka saling berdebat dan saling membanggakan kaumnya masing-masing. Bangkitlah dua orang di antara mereka dan beradu mulut dengan sengit, hingga akhirnya kedua belah pihak (Aus dan Khazraj) mulai terpancing dan mulai menghunuskan senjatanya masing-masing.

Rasulullah yang mendengar kejadian ini segera beranjak pergi menemui mereka bersama beberapa shahabat. “Allah, Allah ! apakah masih ada seruan-seruan jahiliyah padahal aku ada di tengah-tengah kalian, setelah Allah menunjukkan hidayah kepada kalian untuk memeluk Islam, memuliakan kalian, menyelamatkan kalian dari kekufuran dan menyatukan hati kalian dengan Islam?” Seru Rasulullah kepada orang-orang tersebut.

Mendengar seruan Rasulullah tersebut, mereka segera sadar bahwa ini adalah tipu daya dan bisikan setan. Akhirnya orang-orang Aus dan Khazraj saling berpelukan dan meninggalkan tempat tersebut bersama Rasulullah.

Perang Bani Qainuqa

Bani Qainuqa adalah kelompok Yahudi Madinah yang pertama melanggar perjanjian damai dengan Rasulullah. Bani Qainuqa mempunyai keahlian sebagai pandai besi, termasuk membuat senjata, mereka mempunyai pasukan terlatih berjumlah sekitar tujuh ratus orang. Karena itu mereka tidak segan untuk mengejek dan mengganggu kaum Muslim secara terang-terangan.

Rasulullah pernah mengingatkan mereka akan perjanjian damai dalam Piagam Madinah, tetapi mereka masih saja bersikap sombong bahkan menyepelekan kemenangan kaum Muslim di Perang Badar. Mereka berkata, “Wahai Muhammad, janganlah engkau terpedaya dengan dirimu sendiri karena berhasil membunuh beberapa orang dari kaum Quraisy.

Mereka itu orang-orang yang bodoh yang tidak tahu cara berperang. Jika engkau berperang melawan kami, tentulah engkau akan tahu kamilah lawan yang sepadan, engkau belum tentu pernah berperang dengan orang-orang seperti kami.”

Mendengar jawaban seperti itu Rasulullah tetap bersabar, dan berusaha mematuhi perjanjian damai yang telah disepakati. Melihat kesabaran Rasulullah, Bani Qainuqa malah semakin berani dan lancang. Puncaknya adalah peristiwa yang terjadi di pasar Bani Qainuqa, ketika itu seorang Yahudi mengganggu  seorang wanita Muslimah hingga terbuka auratnya. Wanita itu menjerit dan seorang lelaki Muslim datang menolong dan membunuh Yahudi pengganggu itu. Akhirnya, lelaki itu ditangkap lalu dihabisi beramai-ramai oleh orang Yahudi.

Karena peristiwa itu, Rasulullah mengerahkan pasukan untuk mengepung perkampungan Bani Qainuqa. Kaum Yahudi itu cukup kokoh bertahan di bentengnya karena persediaan makanan mereka juga melimpah. Setelah lima belas hari pengepungan, Allah menyusupkan rasa takut dan akhirnya mereka menyerah.

Ketika Rasulullah akan memutuskan hukuman bagi Bani Qainuqa, seorang tokoh munafik, Abdullah bin Ubay memaksa Rasulullah untuk meringankan hukuman bagi pengkhianat  perjanjian, bahkan kalau memungkinkan memaafkan Bani Qainuqa. Rasulullah akhirnya hanya melakukan pengusiran kaum Yahudi Bani Qainuqa dari Madinah. Dalam sejarah, peristiwa ini dikenal dengan Perang Bani Qainuqa.

Tetaplah Berdoa Meski Ijabah Belum Menyertainya

Syaikh Khalid bin Sulaiman Ar Rabi’ dalam kitabnya, Min Ajaaibid Du’a’ berkisah: Ada seorang ibu yang senantiasa mendoakan anaknya yang banyak melakukan perbuatan dosa. Di suatu malam ia melakukan shalat tahajud dengan khusyu’, memohon kepada Allah supaya buah hatinya dijadikan sebagai anak yang shalih dan bermanfaat baginya di dunia dan akherat. Tanpa terasa waktu Subuh pun tiba, terdengar suara muadzin ‘asshalatu khairum minan naum.’

Saat itulah terdengar suara langkah kaki turun dari lantai atas. Suara kaki itu semakin mendekati kamar dan akhirnya masuk ke dalamnya. Ibu itu pun mengangkat kepalanya dan didapatinya anak yang  tadi didoakan, tangannya basah oleh air wudhu. Diciumnya kepala buah hatinya yang akan berangkat menunaikan shalat Subuh. Dipandanginya sosok buah hatinya itu dengan mata sembab oleh air mata. Dan sejak itu pula buah hatinya terus berada dalam ketaatan.

Kisah di atas adalah salah satu contoh dari sekian banyak pengaruh dari sebuah doa. Ibnu Qayyim rhm. Berkata, “Doa merupakan sarana paling kuat untuk mencegah musibah maupun mendatangkan apa yang diinginkan.”

Pentingnya Doa

Sebagai hamba yang lemah, manusia senantiasa membutuhkan pertolongan Allah. Bahkan setiap hela nafas dan derap langkahnya tidak bisa terlepas dari pertolonganNya. Salah satu upaya yang bisa ditempuh agar bisa mendapatkan pertolongan dari Allah adalah melalui doa.

Begitu sombongnya manusia, jika merasa tidak membutuhkan Allah karena mengandalkan kekuatan dan kecerdasan yang dimilikinya sehingga tidak mau berdoa. Rasulullah saw saja sebagai manusia pilihan Allah terus berdoa kepadaNya di malam perang Badar, begitu mengetahui jumlah pasukan musuh lebih banyak dan persenjataan mereka lebih lengkap. Beliau berdoa dengan sungguh-sungguh hingga selendang beliau terjatuh. Akhirnya Allah pun mengabulkan doanya.

Ternyata para Nabi sebelum Muhammad saw sudah melazimi doa dalam setiap masalah yang dihadapinya. Disebabkan doa, Nabi Nuh beserta orang-orang yang beriman bersamanya diselamatkan oleh Allah dan orang-orang kafir ditenggelamkan. Nabi Yunus selamat dari perut ikan paus setelah tiga malam berada dalam kegelapannya, disebabkan oleh doa. Karena doa pula, kesulitan yang menimpa Nabi Ayyub diangkat oleh Allah. Dan Nabi Musa pun diselamatkan oleh Allah karena doa yang dilantunkannya.

Para salaf shalih juga terbiasa berdoa untuk kebaikan diri, keluarga dan kaum muslimin. Juga secara khusus mendoakan orang yang telah berjasa terhadap dirinya dan umat Islam. Kabarnya, Imam Ahmad selalu mendoakan ustadznya, Imam Syafi’i setelah menunaikan shalat. Pernah beliau berkata kepada putra Imam Syafi’i, “Ayahmu termasuk enam orang yang aku doakan setiap selesai shalat. Ka’ab bin Malik selalu mendoakan As’ad bin Zurarah setiap kali mendengar adzan Jum’at. Ketika ditanya alasannya, Ka’ab menjawab, “Karena saya teringat jasa beliau, beliaulah orang yang pertama kali mengimami shalat Jumat di Madinah.”

Mereka juga berdoa untuk kebinasaan musuh-musuh Allah yang selalu berusaha menghalangi tegaknya Islam di muka bumi. Rasulullah saw, selama satu bulan penuh mendoakan kebinasaan untuk Ri’al, Dzakwan dan ‘Usyayah yang telah mengekskusi para sahabatnya di sumur Ma’unah. Bilal bin Rabah memiliki kebiasaan yang menakjubkan.

Setiap waktu sahur menjelang adzan Subuh, sambil menunggu masuknya waktu, ia berdiri untuk berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memuji-Mu dan memohon pertolongan-Mu untuk kehancuran  orang-orang Quraisy dalam menegakkan dien-Mu.” Setelah itu barulah ia mengumandangkan adzan.

Ketika doa belum dikabulkan

Sangat mungkin ada diantara kita yang sudah berdoa kepada Rabbnya, memohon sesuatu, ia terus berdoa dan terus berdoa, namun selama itu doanya belum dikabulkan oleh Allah. Lalu saat itu juga ia berhenti berdoa dan berputus asa, merasa doanya tidak akan terkabul selamanya. Padahal Rasulullah telah bersabda:

 يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ فَلَا أَوْ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

            Doa seseorang dari kalian akan senantiasa dikabulkan selama ia tak tergesa-gesa hingga mengatakan, ‘Aku telah berdoa kepada Rabbku, namun tidak atau belum juga dikabulkan untukku.’ (HR. Muslim)

Ada banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan terkabulnya sebuah doa. Dan mesti kita yakini bahwa Allah memiliki hikmah di balik keterlambatan ini. Boleh jadi hamba yang berdoa tersebut belum memenuhi syarat terkabulnya doa, seperti menghadirkan hati, waktu yang kurang tepat atau tidak memperhatikan adab ketika berdoa.

Bisa jadi karena dosa yang telah ia kerjakan sehingga menjadi penghalang terkabulnya doa. Bisa jadi juga Allah mengabulkan dalam bentuk yang lain, yaitu dijauhkan dari sesuatu yang buruk yang akan menimpanya. Atau boleh jadi Allah akan menyimpan pahala doa itu dan kelak akan mendapatkan balasannya di akherat.

Atau, mungkin saja terhalangnya kita dari ijabah karena memang Allah ingin agar kita terus-menerus memohon dan bersimpuh di hadapan-Nya. Tsabit rhm. pernah berkata, “Tidaklah seorang mukmin berdoa kepada Allah dengan satu doa kecuali malaikat Jibril diutus untuk memenuhi kebutuhannya, lalu Allah berfirman, ‘Janganlah kamu bersegera mengabulkan doanya. Sungguh Aku suka mendengar suara hamba-Ku yang mukmin’.”

Maka, marilah kita terus berdoa, karena doa adalah ibadah. Jika toh Allah belum mengabulkan permintaan kita, kita tetap akan mendapat pahala karenanya. (abu hanan)

Merenung Dan Berdoa

Ubaid bin Umair berkata kepada Aisyah, “kabarkan kepada kami kejadian paling menakjubkan dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasalla,” maka Aisyah terdiam dan kemudian berkata, “pada suatu malam Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam berkata kepadaku, “Wahai Aisyah biarkan aku malam ini beribadah kepada Rabbku,” aku berkata, “demi Allah aku sangat suka dekat denganmu dan sangat suka terhadap apa yang membuatmu senang.” Maka beliau bangkit, berwudhu dan shalat, beliau menangis sampai basah janggutnya, kemudian tetap dalam keadaan menangis sampai basah tanah yang dibawahnya. Maka datanglah bilal mengkhabarkan datangnya subuh, ketika melihat beliau menangis bertanyalah bilal, “wahai Rasulullah, engkau menangis padahal telah diampuni dosa dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Rasul bersabda, “Tidaklah boleh aku menjadi hamba yang bersyukur?, sungguh telah turun kepadaku malam ini ayat ayat, celaka dan binasa bagi siapa yang membacanya namun tidak memfikirkannya (merenungkan makna dan pelajaran padanya), innafii khalqissamaawatii wal ardh..” (HR. Ibnu Hibban)

Inilah ayat- ayat yang turun kepada Rasulullah di malam itu, terselip dalam ayat ini doa doa :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Anjuran untuk memikirkan alam semesta, memperhatikan ayat-ayat kauniyah dan merenungkan ciptaan-Nya. Menghantarkan hamba kepada keagungan Allah, keagungan kerajaan-Nya dan menyeluruhnya kekuasaanNya.

Teraturnya ciptaan Allah, rapi dan indahnya menunjukkan kebijaksanaan Allah dan tepat serta luas ilmuNya. Terlebih dengan adanya manfaat bagi makhluk yang ada di dalamnya menunjukkan keluasan rahmat-Nya, merata karunia dan kebaikanNya, dan semua itu menghendaki untuk disyukuri. Semua itu juga menunjukkan butuhnya makhluk kepada khaliqnya dan tidak pantas Penciptanya disekutukan dan hanya kepadaNyalah setiap hamba bertawakkal.

“(orang orang yang berakal adalah) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”

Tafakkur, merenungi ayat ayat Allah  merupakan ibadah dan termasuk sifat dari wali-wali Allah yang mengenalNya. Setelah mereka memikirkannya, mereka pun tahu bawa Allah tidaklah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Dan Allah mencela orang yang tidak mengambil pelajaran dari ayat- ayat kauniyahNya yang menunjukkan kepada dzat-Nya, sifat-Nya, syari’at-Nya, kekuasaan-Nya dan tanda-tanda (kekuasan)-Nya, “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya. Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 105-106)

Engkau tidak menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, tetapi dengan penuh kebenaran, agar Engkau memberikan balasan kepada orang-orang yang beramal buruk terhadap apa-apa yang telah mereka kerjakan dan juga memberikan balasan orang-orang yang beramal baik dengan balasan yang lebih baik (Surga).

Maha suci Allah, Wahai Dzat yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia-siaan, peliharalah kami dari adzab Neraka dengan daya dan kekuatan-Mu. Dan berikanlah taufik kepada kami dalam menjalankan amal shalih yang dapat mengantarkan kami ke Surga serta menyelamatkan kami dari adzabMu yang sangat pedih.

“Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.”

Ya Allah hindarkan kami dari KemurkaanMu, karena yang Engkau masukkan ke dalam neraka (sebab kedzliman dirinya) tidak akan dapat lolos dari pedihnya neraka dan tiada seorang penolongpun yang bisa menghindarkan dari Adzab yang Engkau timpakan.

“Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Rabbmu”, Maka Kamipun beriman. Ya Rabb Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.”

Berilah Taufiq kepada kami untuk beriman, dan menjalankan kebaikan serta meninggalkan keburukan, golongkanlah kami termasuk orang yang berbakti dan wafatkan kami bersama mereka.

“Ya Rabb Kami, berilah Kami apa yang telah Engkau janjikan kepada Kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau hinakan Kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran : 190 -194)

Janji Allah kepada Rasul-Nya di antaranya adalah mendapatkan kemenangan di dunia dan di akhirat mendapatkan keridaan Allah dan surgaNya. Dengan keimanan kami kepada RasulMu, berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui lisan Rasul-rasul Mu.

Dari Kuraib bahwa Ibnu ‘Abbas mengabarkan kepadanya, bahwa dia pernah bermalam di rumah Maimunah, bibinya dari pihak ibu. Ia mengatakan, “Aku tidur pada sisi tikar sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan isterinya berbaring pada bagian tengahnya. Beliau tidur hingga pertengahan malam atau kurang sedikit, kemudian beliau bangun dan mengusap sisa tidur pada wajahnya, membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Ali ‘Imran. Kemudian beliau berdiri mengambil geriba berisi air yang digantung, beliau berwudlu dengan wudlu yang sempurna lalu mendirikan shalat..” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah mudahkan bagi kita semua untuk bangun malam, tafakkur, berdoa dan qiyamullail, amin Ya Rabb..

Ketaatan Adalah Ujian

Banyak orang telah paham bahwa musibah dan bencana itu adalah ujian. sedikit orang yang menyadari bahwa kemudahan rezeki, kesehatan dan kenikmatan itu adalah ujian. Makin sedikit lagi orang yang memahami dan menyadari bahwa ternyata kemudahan dalam ibadah itu adalah ujian. Ketika kita dimudahkan bangun malam untuk shalat, ini masih berstatus ujian, belum merupakan hasil akhir. Hingga kita bisa menjaga keikhlasan, tidak disertai ujub, tidak meremahkan orang lain yang belum melakukan hal seperti yang kita lakukan dan menjaga istiqamah hingga akhir hayat, itulah hasil akhirnya.

Ketaatan Adalah Ujian

Ketika kita diberi kemudahan untuk berhaji, pun juga masih bersifat ujian, bukan jaminan bahwa kita dipilih karena ikhtiar dan jerih payah yang kita lakukan. Belum tentu juga orang yang tidak bisa berhaji lebih rendah derajatnya dari yang bisa berhaji. Termasuk ketika seseorang dimudahkan untuk bersedekah, menghafal a-Qur’an atau dimudahkan untuk menjadi seorang yang berilmu.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan firman Allah Ta’ala, “Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian” (QS al-Anbiya’ 35)

“Yakni Kami menguji dengan kesempitan dan kelapangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram ketaatan dan kemaksiatan, hidayah dan kesesatan.”

Alangkah indah dan jeli nasihat Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah dalam bukunya Madaarijus Saalikin bagi orang yang diuji Allah dengan kemudahan amal, “Jika Allah mudahkan bagimu mengerjakan shalat malam, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur. Jika Allah mudahkan bagimu melaksanakan puasa, maka janganlah memandang orang-orang yang tidak berpuasa dangan pandangan remeh. Jika Allah memudahkan bagimu pintu untuk berjihad, maka janganlah memandang orang-orang yang tidak berjihad dengan pandangan hina. Jika Allah mudahkan pintu rezeki bagimu, maka janganlah memandang orang-orang yang berhutang dan kurang rezekinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela. Karena itu adalah titipan Allah yang kelak akan dipertanggung jawabkan. Jika Allah mudahkan pemahaman agama bagimu, janganlah meremehkan orang lain yang belum paham agama dengan pandangan nista. Jika Allah mudahkan ilmu bagimu, janganlah sombong dan bangga diri karenanya. Sebab Allah lah yang memberimu pemahaman itu.

baca juga: Ujian Untuk Orang Beriman

Beliau melanjutkan, “Dan boleh jadi orang yang tidak mengerjakan qiyamul lail, puasa (sunnah), tidak berjihad, dan semisalnya lebih dekat kepada Allah darimu. Sungguh engkau terlelap tidur semalaman dan pagi harinya menyesal, itu lebih baik bagimu darpada qiyamul lail semalaman namun pagi harinya engkau “merasa” takjub dan bangga dengan amalmu. Sebab tidak layak orang merasa bangga dengan amalnya, karena sesungguhnya ia tidak tahu amal mana yang Allah terima darinya.”

Wallahul muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)

 

# Ketaatan Adalah Ujian # Ketaatan Adalah Ujian # Ketaatan Adalah Ujian

Gout Artritis, Penyakit Asam Urat

Banyak orang menyamakan asam urat dengan penyakit. Padahal asam urat merupakan senyawa alami yang diproduksi tubuh. Selama kadarnya normal,  tidak menimbulkan masalah. Tetapi ketika kadarnya tinggi dapat memicu penyakit gout dan penyakit ginjal. Mengenali tentang gout dan gejala-gejalanya dapat mengendalikan penyebaran penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Gout dapat menyerang siapa saja, terutama pada pria dewasa dengan berat badan berlebih dan  dengan  penyakit tersebut serta pada perempuan yang memasuki masa menopause.

 

Definisi

Gout adalah suatu proses inflamasi/peradangan yang terjadi karena penumpukan asam urat dalam jaringan sekitar sendi. Umumnya  Gout menyerang jempol kaki,  tetapi jika dibiarkan, dapat menyerang bagian sendi lain, seperti pergelangan kaki dan lutut

 

Penyebab

Penyebab utama gout adalah penupukan asam urat dalam tubuh. Seseorang yang sering mengonsumsi makanan dengan kandungan asam urat tinggi (contohnya jeroan, hidangan laut, daging merah) berisiko tinggi terkena penyakit asam urat. Selain itu, penyakit ini juga rawan dialami oleh orang-orang yang menderita obesitas, diabetes, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik

Faktor-faktor lain  yang menyebabkan timbulnya penyakit  gout adalah:

  1. Faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam keluarga
  2. Obesitas, diabetes dan hipertensi.
  3. Konsumsi alkohol berlebih, karena alkohol merupakan salah satu sumber purin yang juga dapat menghambat pembuangan urin melalui ginjal.
  4. Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu, terutama penyakit ginjal kronis.
  5. Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat, terutama diuretika

 

Gejala-gejala utama

Tanda dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:

  • Nyeri pada persendian yang datang dan pergi,biasanya paling terasa pada ibu jari kaki
  • Sendi yang nyeri berwarna kemerahan,
  • Pembengkakan sendi, umumnya terjadi secara asimetris ( satu sisi tubuh )
  • Ruam kulit, kulit kemerahan
  • sulit bergerak pada bagian yang terkena.
  • fjika dibiarkan ,rasa nyeri dapat bertahan 7-10 h

 

DIAGNOSA

Untuk mengetahui bahwa seseorang dinyatakan menderita gout artritis adalah dengan memperhatikan :

  • Gejala-gejala yang muncul seperti nyeri sendi, bengkak, kemerahan.
  • Pemeriksaan darah,

Kadar asam urat normal:

Wanita     : 2,4-6.0 mg/dl

Laki-laki  : 3,4-7,0 mg/dl

  • pengambilan cairan sendi
  • pemeriksaan rontgen

 

PENGOBATAN GOUT ARTRITIS

Pengobatan gout meliputi

1. Diet rendah purin

Tujuan utama diet adalah menurunkan kadar asam urat darah dan mengendalikan  berat badan . Diet yang dianjurkan bagi penderita  gout artritis antara lain :

  • Menghindari makanan berlemak purin tinggi

–  Purin Tinggi (100 – 1000 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dihindari : otak, hati, ginjal, jeroan, ekstrak daging, bebek, ikan sardin, makarel dan  kerang.

–   Purin sedang (900 – 100 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi : daging, ikan, unggas, ayam, udang, kepiting atau rajungan, tahu, tempe, kacang kering, bayam, asparagus, daun singkong, kangkung, daun dan biji mlinjo

–   Purin rendah ( dibawah 50 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi: gula, telur, dan susu.

  • Perbanyak minum air, 8 sampai 10 gelas setiap hari untuk memperlancar pembuangan asam urat melalui ginjal. Hindari minuman yang mengandung alkohol, kopi, bir karena banyak mengandung senyawa purin yang dapat memperberat fungsi ginjal.

 

  •  Konsumsi makanan rendah purin, meliputi buah-buahan dan sayuran . Buah yang mengandung vitamin C dan bioflavonoid dapat mencegah radang, seperti: jeruk,apel,pisang,melon, stroberi, tomat, paprika hijau, terutama buah ceri yang merupakan nutrisi penyembuh dan pengurang kadar asam urat. Selain itu konsumsi sayuran seperti: jamur, selada, kentang wortel,i, seledri juga dapat menurunkan kadar asam urat.

2. Pengobatan dengan obat-obatan  diberikan untuk mengatasi nyeri dan menurunkan kadar asam urat.

3. Tindakan operasi dilakukan pada kasus yang berat, yang tidak bisa teratasi dengan diet dan obat. Biasanya sudah muncul komplikasi berupa benjolan keras/tofi

 

 KOMPLIKASI GOUT

Meskipun jarang ditemukan namun gout dapat menimbulkan komplikasi berupa:

 

  1. Munculnya benjolan keras (tofi) di sekitar area yang mengalami radang.
  2. Kerusakan sendi permanen , biasanya terjadi pada kasus penyakit asam urat yang diabaikan selama bertahun-tahun.
  3. Batu ginjal yang disebabkan oleh pengendapan asam urat yang bercampur dengan kalsium di dalam ginjal

Penyakit gout artritis yang tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu aktivitas  karena rasa nyeri yang ditimbulkan hingga sulit untuk bergerak atau berjalan sampai munculnya komplikasi. Untuk itu.diagnosa secara dini dan penanganan yang benar serta diet yang tepat diharapkan dapat mengatasi masalah penyakit gout ini sehingga seseorang bisa sembuh bahkan terhindar dari penyakit ini.

 

 

Di Dunia Menolong Di Akhirat Tertolong

Kesempitan, kesulitan, dan kesedihan betapapun manusia tidak menginginkan, namun sedikit banyak semua pernah mengalaminya. Dan semua manusia tentu cenderung untuk menjauhi kondisi yang tidak disukai. Pada saat terjadi, di antara masalah bisa diatasi secara spontan meski tanpa persiapan.

Namun, ada kesempitan dan kesedihan yang hanya bisa diatasi dengan modal yang telah disiapkan sebelumnya. Itulah kesulitan yang terjadi di akhirat. Kesulitan ini jauh lebih pelik dan lebih panjang dari apa yang terjadi di dunia.

Dari sempitnya kubur dan kegelapannya, kesulitan saat digiring ke makhsyar, kegundahan menunggu hari keputusan, kegelisahan saat pembagian kitab, ditimbangnya amal maupun penghitungannya di yaumul hisab, juga ketakutan dan kengerian saat melintas shirath, hingga aneka siksa dan derita yang dialami di neraka. Semua itu tak bisa di atasi secara spontan. Ia hanya bisa terhindari atau terlewati dengan aman ketika telah ada persiapan atau modal yang dimiliki sebelumnya.

Di Dunia Menolong

Di antara modal yang bisa menyelamatkan dari kesulitan akhirat adalah membantu saudaranya muslim dari kesulitan dan kesempitan. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).

Ini sesuai dengan kaidah al-jaza’ min jinsil ‘amal, balasan itu sesuai dengan jenis amal yang dilakukan. Namun kesamaan di sini adalah dari sisi jenisnya, bukan dari kadar atau derajatnya. Karena dari sisi kadar maupun durasi waktunya, kesulitan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kesulitan akhirat.

Di Akhikrat Tertolong

Maka alangkah pemurahnya Allah, amal yang ringan, namun bisa menghindarkan dari kesulitan dan kesusahan akhirat yang begitu dahsyat. Di antaranya yang disabdakan Nabi shallallahu alaihi wasallam,

يَـجْمَعُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْأَوَّلِيْنَ… وَالْآخِرِيْنَ فِـيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ ، فَيُسْمِعُهُمُ الدَّاعِي ، وَيَنْفُذُهُمُ الْبَصَرُ ، وَتَدْنُو الشَّمْسُ مِنْهُمْ ، فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَالاَ يُطِيْقُوْنَ ، وَمَالاَ يَحْتَمِلُوْنَ. فَيَقُوْلُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ : أَلاَتَرَوْنَ مَا أَنْتُمْ فِيْهِ ؟ أَلاَتَرَوْنَ مَاقَدْ بَلَغَكُمْ ؟ أَلاَتَنْظُرُوْنَ مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ ؟

“Allah mengumpulkan manusia dari generasi pertama hingga generasi terakhir di satu tempat, kemudian penyeru memperdengarkan suara kepada mereka, penglihatannya dapat meliputi mereka seluruhnya, matahari mendekat ke mereka, dan manusia menanggung kegelisahan dan kesempitan yang tak tertahankan. Sebagian manusia berkata kepada sebagian yang lain, ‘Tidakkah kalian lihat apa yang terjadi atas kalian? Tidak adakah yang bisa meminta syafa’at untuk kalian kepada Rabb kalian…” (HR. Bukhari).

Begitu beratnya kesusahan dan ketakutan pada hari itu, hingga mereka tak memikirkan apa-apa selain terlepas dari kegundahan. Aisyah Radhiyallahu anhuma menuturkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

تُحْشَرُوْنَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا. قَالَتْ : فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ ؟ قَالَ : اَلْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكَ

“Kalian akan dikumpulkan (pada hari Kiamat) dalam keadaan telanjang kaki, telanjang (tidak berpakaian) dan tidak berkhitan.” Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimana jika kaum laki-laki dan perempuan saling melihat (aurat)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Masalah yang mereka hadapi terlampau dahsyat daripada apa yang mereka inginkan.” (HR Muslim).

Itu baru kesulitan di makhsyar, belum lagi pada perjalanan akhirat berikutnya yang lebih panjang dan bahayanya lebih besar bagi orang yang tidak memiliki bekal dan persiapan. Terlebih bagi orang kafir, akhirat menjadi hari-hari sulit yang tak berujung bagi mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا

“Dan itulah hari yang sulit bagi orang-orang kafir.” (QS al-Furqan: 26).

Oleh karenanya, tidakkah kita ingin terhindar dari semua kesulitan di akhirat?

Syariat telah menjelaskan caranya, yakni dengan melapangkan kesempitan atau kesusahan (al-kurbah) sesama muslim di dunia. Semakian banyak kita melakukannya, semakin banyak pula rintangan teratasi ketika di akhirat.

Ibnu Rajab al-Hambali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam menjelaskan maksud dari al-Kurbah atau kesempitan ialah beban berat yang mengakibatkan seseorang sangat menderita dan sedih. Sedangkan maksud meringankan di sini adalah usaha untuk meringankan beban tersebut dari penderita. Sedangkan at-tafriij adalah usaha untuk menghilangkan beban penderitaan dari penderita sehingga kesedihan dan kesusahannya sirna. Balasan bagi yang meringankan beban orang lain ialah Allah akan meringankan kesulitannya. Dan balasan menghilangkan kesulitan adalah Allah akan menghilangkan kesulitannya.

Seorang Muslim hendaknya berupaya untuk membantu meringankan atau menghilagkan kesulitan muslim lainnya. Banyak jenis kesulitan yang dialami manusia, maka banyak pula cara untuk menolongnya.

Jika seseorang kesulitan untuk memahami ilmu syar’i, maka cara membantunya adalah dengan mengajarkan ilmu syar’i kepadanya. Atau menunjukkan tempat, memberikan fasilitas dan sarana yang diperlukan sementara dia masih kesulitan. Dengan cara itu semoga Allah menolongnya di akhirat sehingga tidak tersesat jalan ketika di akhirat dengan sebab membantu orang lain menunjukkan jalan hidayah.

Jika seseorang mengalami kesulitan dalam hal harta, atau kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya seperti makan, minum dan pakaian maka cara menghilangkan kesusahannya adalah dengan memenuhi kebutuhannya. Ketika kita menolong mereka, sesungguhnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Di akhirat, alangkah butuhnya kita akan pertolongan Allah agar terlepas dari kehausan, kelaparan maupun panasnya terik yang menyengat badan. Bukankah tak ada lagi harta dunia kita yang bisa dibawa untuk memenuhi kebutuhan di akhirat, selain harta yang telah kita sedekahkan? Kemana lagi kita akan mencari makan, mendapatkan minuman, menikmati buah-buahan, pakaian dan tempat tinggal? Tak ada lagi yang bisa memberi pinjaman atau mengirimkan bantuan selain Allah. Pertolongan Allah itu akan datang jika di dunia kita sudi membantu saudara kita yang kesulitan. Rasulullah bersabda:

وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Dan Allah senantiasa menolong hamban-Nya selagi hamba itu sudi menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Membantu saudara yang kesulitan tidak dibatasi oleh sekat nasab, dikenal atau belum, maupun sekat wilyayah dan negara. Karena orang-orang mukmin itu bersaudara.

Para salaf dahulu, karena rasa takutnya terhadap derita akhirat dan karena besarnya pengharapkan mereka untuk bisa selamat di akhirat, mereka berusaha menolong orang-orang yang dalam kesulitan meski tanpa sepengetahuan orang yang ditolongnya.

Disebutkan dalam Hilyatul Auliya bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu sering mendatangi seorang  janda tua dan mengambilkan air untuknya menjelang malam. Pada suatu malam Thalhah Radhiyallahu anhu memergoki beliau sedang masuk ke rumah janda tersbut. Kemudian Thalhah Radhiyallahu anhu masuk ke rumah janda tersebut di siang harinya. Ternyata wanita itu sudah sangat tua, buta, dan lumpuh. Thalhah Radhiyallahu anhu bertanya, “Apa yang diperbuat laki-laki yang datang kemari tadi malam?” Wanita itu menjawab, “Sudah lama orang itu datang kepadaku dengan membawa sesuatu yang bermanfaat bagiku dan mengeluarkanku dari kesulitan.”

Anas Radhiyallahu anhu juga pernah mengisahkan, “Suatu hari kami bersama Rasulullah di perjalanan. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak. Di hari yang panas kami berhenti di suatu tempat. Orang yang paling terlindung dari panas adalah pemilik pakaian dan ada di antara kami yang melindungi dirinya dari terik matahari dengan tangannya. Orang-orang yang berpuasa pun jatuh, sedang orang-orang yang tidak berpuasa tetap kokoh. Mereka memasang kemah dan memberi minum kepada para pengendara kemudian Rasulullah bersabda, “Pada hari ini, orang-orang yang tidak berpuasa pergi dengan membawa pahala.” (HR Bukhari)

baca juga:

Ingatlah Allah NIscahya Kesedihan Akan Sirna

Mereka Saling Menolong atau Saling Melawan

 

Semoga Allah hindarkan kita dari kesulitan di dunia dan akhirat. Aaamiin (Abu Umar Abdillah)

# di dunia menolong # di dunia menolong # di dunia menolong # di dunia menolong