Khutbah Jumat: Kezhaliman Sempurna Seorang Hamba

KHUTBAH JUMAT:

KEZHALIMAN SEMPURNA SEORANG HAMBA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنسْتعِينُهُ وَنسْتغْفِرُهُ وَنعُوذ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيّئاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

 وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون

يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أما بعد

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَديثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُورِ مُحْدَثاَتِهَا وَكُلَّ مُحْدَثــَةٍ بدْعَةٌ وَكُلَّ بدْعَةٍ ضَلاَلةٌ وَكُلَّ ضَلاَلةٍ فيِ النَّارِ

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Puji syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala . Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah kita dapat menunaikan tugas kita sebagai seorang hamba. Dengan rahmat-Nya pula, Kita dapat menghadiri majelis shalat jumat ini. Yang mana, majelis ini telah menjadi kebutuhan bagi kita. Agar ruhiyah kita semakin hidup.

Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, nabi Muhammad ﷺ. Kepada ahlu baitnya, sahabatnya dan para pengikutnya yang selalu meneladani sunnahnya hingga hari akhir. Amma Ba’du:

Melalui mimbar jumat ini, khatib wasiatkan kepada diri kami dan para jamaah pada umumnya. Marilah kita tingkatkan kualitas dan kuantitas takwa kita kepada Allah. Yaitu, dengan cara meningkatkan amal ibadah yang dikerjakan dengan penuh keihlasan, dengan penuh rasa khauf dan dengan segenap rasa raja. Dan, dengan meninggalkan kemaksiatan dengan segenap kemampuan kita. Semoga, takwa tersebut dapat menjadi bekal terbaik untuk hari akhirat. Dapat menjadi penerang di gelapnya alam barzakh. Dan, dapat menolong kita di hari akhir kelak. Amin ya rabbal ‘alamin.

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Ketika turun ayat,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَـٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿٨٢

“Orang-orang yang beriman dan tidak menodai iman mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat ketenteraman dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS al-An’am: 82)

Para sahabat resah. Rasanya tidak ada orang yang bersih dari segala bentuk kezhaliman. Untuk itu, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang tidak perah menzhalimi dirinya sendiri?”

Nabi menjawab, “(maksudnya) bukan seperti yang kalian katakan, mereka tidak menodai iman mereka dengan kezhaliman, maksudnya dengan kesyirikan. Tidakkah kalian mendengar perkataan Lukman kepada anaknya, “sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang besar.”

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Sungguh ini merupakan jawaban yang memuaskan. Karena kezhaliman yang sempurna adalah syirik, yakni mengalamatkan ibadah tidak pada tempatnya. Berdo’a, meminta rejeki, memohon perlindungan dan keselamatan, berkurban dan mengabdi kepada selain Allah. Dosa inilah yang menyebabkan hilangnya ketenteraman dan hidayah.

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Di dunia, orang musyrik tak pernah tenteram. Segala kejadian menjadi sumber ketakutan dan kehawatiran. Kejatuhan cicak, ia anggap sebagai tanda sial. Atau ketika ada binatang melintas di jalan yang dilaluinya, atau ada gelas terjatuh dan pecah. Semua itu menjadi sumber ketakutan baginya.

Mereka juga takut terhadap hari-hari tertentu, tempat-tempat tertentu atau makhluk tertentu, melebihi takutnya kepada Allah. Untuk mengenyahkan rasa takut itu, mereka meningkatkan volume kesyirikan dengan sesaji, ruwatan, mengalungkan jimat dan upacara kesyirikan lain.

Tidak pernah tenang orang yang menduakan pengabdian. Sesekali shalat untuk Allah, sesekali sesaji untuk tandingan Allah. Dia hendak mencari ridha seluruhnya, sementara masing-masing sesembahan menuntut loyalitas dirinya secara sempurna. Bagaimana orang semacam ini bisa tenang. Allah berfirman,

 

رَبَ اللَّـهُ مَثَلًا رَّجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِّرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا

 “Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (hamba) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang hamba yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua hamba itu sama halnya?” (QS az-Zumar: 29)

Ibnu Abbas menafsirkan, “Ini adalah perumpamaan antara orang  musyrik dan orang mukhlis (ikhlas).”

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Kegundahan yang selalu meliputi orang musyrik di dunia, akan berbuah penderitaan neraka yang tiada tara di akhirat, selamanya. Kecuali jika dia bertaubat sebelum matinya. Allah tidak akan mengampuni dosanya. Berbeda dengan dosa lain, betapapun besarnya, masing mungkin Allah mengampuninya. Nabi juga telah memastikan bahwa orang seperti ini masuk neraka. Beliau bersabda,

 

وَ مَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً دَخَلَ الناَّرَ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” ( HR Muslim)

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Jika ingin perbandingan yang klimaks, orang yang suka mencuri, berjudi namun terhindar dari syirik, itu jauh lebih baik dari orang yang dermawan, ramah tamah tapi musyrik. Mengapa? Tanpa mengecilkan dosa mencuri dan berjudi, kedua dosa itu masih mungkin diampuni (dengan kehendak Allah), dan dosa itu merupakan kezhaliman atas sesama manusia. Akan tetapi syirik, tidak terampuni. Karena berlaku zhalim terhadap Allah, dan inilah kezhaliman yang paling besar. Wallahu a’lam.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ  إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ

 

Khutbah Kedua

 

الْحَمْدُ للهِ وَلِيِّ الإِحْسَانِ، لا يَحُدُّهُ الزَّمَانُ وَالمَكَانُ، وَنَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ الوَلِيُّ الحَمِيدُ، وَأشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّـنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَاحِبُ الخُلُقِ العَظِيمِ، أَدَّبَهُ رَبُّهُ فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهُ، وَأَكْرَمَهُ فَجَعَلَهُ خَلِيلَهُ وَحَبِيبَهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الأَبْرَارِ، وَعَلَى تَابِعِيهِمْ مِنْ عِبَادِ اللهِ الأَخْيَارِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

 : فَيَا عِبَادَ اللهِ

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ

رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

: عِبَادَ اللهِ

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

وَ أَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ لَذِكْرَ اللهِ أَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Sabar dan Shalat, Kunci dari Semua Maslahat

Hidup memang tak mudah. Dengan kelemahan manusia, banyak kewajiban yang senantiasa menunggu untuk ditunaikan. Godaan dan rayuan dunia, berikut setan yang selalu menggoda sewaktu-waktu bisa menjerusmukannya ke dalam dosa. Tentu, untuk mampu menjalani hidup dengan selamat dan aman hingga tujuan, membutuhkan bekal dan sarana yang tidak ringan.

Dalam hal dunia, tidak gampang pula bagi manusia untuk menggapai apa yang menjadi cita-cita dan harapannya. Sementara musibah dan perkara yang tak dikehendaki, justru datang bertubi-tubi. Untuk ini, manusia juga membutuhkan alat bantu untuk menggapai tujuannya, juga sarana yang membuatnya tegar dan tidak goyah saat menghadapi peristiwa yang tak diharapkan terjadinya.

 

Sabar dan Shalat, Kunci dari Semua Maslahat

Di antara bukti kasih sayang Allah kepada manuasia, Dia telah menunjukkan dua sarana untuk itu. Jika kita memiliki keduanya, segalanya akan menjadi mudah. Dua hal itu adalah sabar dan shalat. Allah berfirman,

 

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya (yang demikian itu) sulit, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 45)

Secara eksplisit bahwa sabar dan shalat adalah dua instrumen yang bisa kita gunakan sebagai alat penolong. Dalam hal apa? Tidak ada keterangan khusus. Ini menunjukkan bahwa sabar dan shalat bisa menjadi sarana penolong kita dalam hal apa saja. Dalam menjalani ibadah, mencegah maksiat, menggapai cita-cita, dan menjauhkan dari marabahaya, baik di dunia maupun di akhirat. Ibnu Katsier rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, “Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong dalam mencapai kebaikan dunia dan akhirat.” Artinya, dengan sabar dan shalat, segala hal menjadi mudah.

 

Sabar Sebagai Penolong

Makna sabar adalah al-habsu, menahan diri. Yakni menahan diri terhadap perkara yang tidak disukai, dan maupun menahan diri dari kemauan hawa nafsunya. Demikian urgen arti kesabaran, hingga kata ini disebut tidak kurang dari 90 tempat dalam al-Qur’an, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah. Bahkan saat kita menelusuri kebaikan, keutamaan serta tuntutan keimanan, maka kita akan menemukan bahwa sabar selalu menjadi ruh dan nyawanya. Shaum misalnya. Inti shaum adalah kesabaran. Karena dia  harus menahan diri dari makan, minum, ‘bercampur’ dengan istri di siang hari dan hal-hal lain yang disukai hawa nafsunya.

Jihad fie sabilillah juga hanya mampu dikerjakan oleh orang yang memiliki kesabaran. Sabar dalam meninggalkan keluarga yang dicintainya, melawan rasa takut di dada, dan dalam bersusah payah tatkala harus menghadapi musuh. Birrul walidain juga membutuhkan kesabaran, apalagi jika orangtua telah lemah dan pikun. Sabar dalam merawatnya, menerima sikapnya yang kembali seperti anak-anak, juga ucapannya yang makin tua makin ngelantur. Begitulah, segala amal kebaikan dan tuntutan iman membutuhkan kesabaran untuk menjalaninya. Tepat sekali jika shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menggambarkan sabar dengan ungkapan,

 

وَاعْلَمُوا أَنَّ مَنْزِلَةَ اْلصَّبْرِ مِنَ الْإِيْماَنِ كَمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ اْلجَسَدِ فَإِذاَ ذَهَبَ الرَّأْسُ ذَهَبَ الْجَسَدُ فَإِذاَ ذَهَبَ الصَّبْرُ ذَهَبَ اْلإِيْماَنُ

“Ketahuilah bahwa kedudukan sabar bagi iman laksana kedudukan kepala bagi jasad. Jika kepala hilang, lenyaplah (tiada bernyawa) jasad, jika sabar lenyap, lenyap pula keimanan.” (Mukhtashar Tarikh Dimasyq).

Kesabaranlah yang membuat seseorang mampu menahan beratnya cobaan. Dengannya, orang menjadi tidak berputus asa, tidak stress, tidak mencela takdir, tidak berprasangka buruk kepada Allah dan tidak terhalang mendapatkan pahala kesabaran yang tak terhitung banyaknya (bighairi hisab).

Baca Juga: Bahagia di Penghujung Usia

Dengan kesabaran pula seseorang akan mampu mencegah dirinya dari dosa dan maksiat. Andai seseorang tidak memiliki kesabaran, maka tak ada lagi alat penahan bagi nafsu untuk melampiaskannya. Dengan ringan mengumbar pandangan mata, atau bahkan berzina, ia akan makan dan minum sepuasnya yang ia bisa hingga yang haram sekalipun, atau akan berbicara dan berbuat sesukanya. Belum lagi jika ada kondisi yang memantik amarahnya, caci maki, pukulan atau bahkan membunuh menjadi kemungkinan yang tak jauh darinya. Sejauh mana tingkat kesabaran yang dimiliki seseorang, sejauh itulah ia mampu meninggalkan dosa dan maksiat.

Ringkasnya, kesuksesan manusia dalam menjalani misi hidup di dunia tergantung pada tingkat kesabaran. Termasuk hasil akhirnya kelak, kesabaran menjadi penentu utama. Kesabaran akan menuntun pemiliknya ke dalam Jannah. Karena itulah, ucapan selamat malaikat penjaga Jannah bagi mereka yang masuk Jannah adalah,

Salamun `alaikum bima shabartum (Selamat atas kalian, karena kalian telah bersabar).” (QS. ar-Ra’du: 24).

 

Shalat Sebagai Penolong

Makin sempurna sarana untuk meraih multi maslahat, ketika kesabaran dipadu dengan shalat. Karenanya, tidak hanya di satu ayat Allah menggandengkan sabar dengan shalat. Para sahabat juga berusaha mempraktekkan keduanya secara beriringan untuk merealisasikan ayat tersebut. Seperti Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Zaid bin Ali mengisahkan, ketika dalam perjalanan, ada kabar yang sampai kepada beliau bahwa seorang anaknya meninggal. Beliaupun turun dari kendaraan, shalat dua rakaat kemudian membaca istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un), lalu beliau berkata, “Kami melakukan sebagaimana yang Allah perintahkan, “ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.

Shalat merupakan sarana paling efektif untuk teguh di atas ketaatan. Ia memengaruhi seseorang dalam segala aktivitas. Tidak heran jika Umar bin Khathab mengatakan, “man dhayya’ash shalah, fahuwa limaa siwaaha adhya’,” barangsiapa yang meremehkan shalat, pasti untuk urusan lain lebih meremehkan. Makna sebaliknya, jika shalatnya baik, urusan yang lain akan ikut baik.

Baca Juga: Masuk Surga Bermodal Cinta

Hal ini tak terbatas pada baiknya karakter di dunia, tapi juga pahala di akhirat, shalat menempati urutan pertama yang akan dihisab, sekaligus menjadi penentu bagi amal-amal yang lain. Bila shalat baik, ia akan selamat. Jika tidak baik, apalagi tidak shalat, siksa neraka menanti di hadapannya. Allah menceritakan apa yang akan terjadi besok di hari Kiamat, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,” (QS. al-Mudatsier: 42-43)

Shalat juga menjadi pencegah paling efektif dari dosa. Allah berfirman,

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. al-Ankabut: 45)

Abu al-Aliyah menjelaskan kronologinya, mengapa shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Beliau berkata, “Sesungguhnya pada shalat itu terdapat tiga unsur, maka setiap shalat yang tidak mengandung tiga unsur ini, bukan shalat namanya. Ketiga unsur itu adalah ikhlas, khasyyah (rasa takut) dan dzikrullah. Ikhlas akan mendorongnya untuk berbuat baik, rasa takut akan mencegahnya dari perbuatan mungkar, sedangkan dzikrullah akan memerintah yang baik dan mencegah dari keburukan sekaligus.”

Jika dalam suatu kasus, ada orang yang shalat, namun ia belum berhenti dari perbuatan keji, bukan berarti resepnya yang salah. Allah tidak mungkin salah. Hasil yang sempurna akan didapat dengan usaha yang sempurna, begitupun sebaliknya. Perbuatan mungkar yang dilakukannya otomatis menunjukkan bahwa shalatnya belum beres.

Mungkin dari sisi kaifiyah (tata cara) atau dari kekhusyu’an dan keikhlasannya. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, bahwa seseorang datang melapor kepada Rasulullah SAW, “Sesungguhnya si fulan shalat malam, tapi pagi harinya dia mencuri!” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat yang ia lakukan itu akan mencegah ia dari apa yang kamu katakan itu.” Artinya, jika memang ia benar-benar shalat, dan shalatnya benar-benar betul, maka pasti ia tidak akan mencuri. Shalat membuatnya mudah untuk menghindar dari perbuatan mungkar. Wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Telaah

 


tags: majalah islam online, majalah islam di indonesia, majalah islam wanita, majalah islam remaja, majalah islam pdf, majalah islami, media islam update, media cetak islam, majalah muslim 212, produk kaum muslimin, majalah islam semua usia, majalah keluarga muslim, artikel islami masa kini, artikel keluarga muslim