Jual Beli Makanan Kaleng Untuk Hewan

Tanya :
Bagaimana hukum menjual makanan kaleng untuk hewan peliharaan termasuk untuk anjing?

Jawab :

Alhamdulillah wasshalatu wassalamu’ala rasulillah wa’ala aalihi washahbihi waman tabi’a hudah, wa ba’du

Memelihara hewan di dalam Islam pada asalnya diperbolehkan bahkan tiap muslim diperintahkan untuk memiliki akhlaq yang baik termasuk didalamnya adalah berbuat ihsan kepada hewan, hanya saja perlu diperhatikan dalam pemeliharaannya dan tidak menzhaliminya misalnya dengan mengurung dan tidak memberinya makan. Dan tidak semua hewan boleh dipelihara, misalnya Ular, tikus, memelihara anjing tanpa ada keperluan yang diperbolehkan syar’i.

Rasulullah shallalahu’alihi wasalam bersabda :

مَنْ اقْتَنى كَلْباً لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلاَ مَاشِيَةٍ وَلاَ أرْضٍ فَإنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أجْرِهِ قِيْرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ

Siap saja yang meiliki anjing selain anjing pemburu, anjing penjaga ternak atau penjaga tanah (tanaman), maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qirath (satu qirath adalah sebesar gunung uhud). (HR. Muslim)

Menjual makanan hewan peliharaan termasuk makanan untuk anjing pada asalnya boleh, namun bila dalam makanan hewan yang dijual tersebut terkandung materi yang diharamkan harganya maka hukumnya menjadi haram, misalnya terdapat campuran daging babi, campuran bangkai, atau darah.

Baca juga : Istri Bekerja Membantu Suami Memenuhi Kebutuhan Keluarga

Rasulullah shallalahu’alihi wasalam bersabda :

إنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخَمْرِ وَالمَيْتَةِ وَ الخِنْزِيْرِ وَ الأصْنَامِ

“Sesungguhnya Allah dan RasulNya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan patung” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Utsamin pernah ditanya tentang makanan kaleng untuk kucing yang didalamnya terdapat campuran daging babinya apakah boleh membelinya?, beliau menjawab “tidak boleh membeli makanan kaleng tersebut disebabkan ketidak bolehan menjual dan membeli daging babi, namun bila ada yang membuangnya dan ia menemukan dijalan dan kemudian diberikan ke kucingnya maka hal ini tidak mengapa, wallahua’lam.

Begitu pula tidak boleh menjadi pekerja pada suatu perusahaan yang memproduksi makanan tersebut atau bekerja menjadi pelayan toko yang menjual barang tersebut, dikarenakan tidak boleh tolong menolong dalam dosa dan maksiat. Walahua’lam bis shawab

Bercelak Bagi Laki-Laki

Tanya :
Bolehkah bagi laki-laki bercelak ?

Jawab :

Alhamdulillah wasshalatu wassalamu’ala rasulillah wa’ala aalihi washahbihi waman tabi’a hudah, wa ba’du

Memakai celak merupakan sunnah, dan pemakaian celak ini tidak dibatasi hanya untuk muslimah tetapi juga bagi muslim.

Kesunahannya adalah sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam :

“اكْتَحِلُوا بِالإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو البَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ”

“Bercelaklah kalian dengan itsmid, karena ia bisa menjernihkan/mempertajam pandangan dan menumbuhkan bulu mata” (HR. Tirmiidzi, di shahihakan al Albani)

Perintah ini umum berlaku bagi muslim maupun muslimah, dan dari perbuatan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam diketahui  bahwa beliau bercelak dengan hitungan ganjil :

Diriwayatkan beliau shallallahu’alaihi wasallam memakai celak di mata kanan sebanya tiga kali dan di mata kirinya sebanyak dua kali. (HR. Ibnu Sa’ad dalam at thabaqat kubra, disahahihkan al Albani)

Tentunya bagi muslimah memakai celak hanya dihadapan mahramnya, karena mereka memakai untuk mempercantik mata dan faidah kesehatan. Adapaun bagi laki laki  maka tidak ada kebutuhan untuk mempercantik mata, akan tetapi lebih untuk menyehatkan mata, syaikh utsaimin dalam fatwanya tawaqquf dari bercelaknya laki laki untuk berhias, dan diperinci bila laki laki tua yang melakukannya dan tidak menimbulkan fitnah.

Baca juga : Hukum Mengasuransikan Barang

Dan yang perlu diperhatikan bagi yang ingin bercelak adalah bahan untuk bercelak, yang terbaik adalah itsmid, yaitu batu hitam kemerahan, ditumbuk halus dan dipakai untuk bercelak, banyak terdapat di negri negri hijaz,  maghrib dan asbahan.

Teliti kandungan atau bahan bahan yang terkadung dalam celak yang sekarang beredar, pastikan tidak tercampur dengan bahan bahan yang najis dan haram.

Waktu bercelak adalah sebelum tidur, bukan ketika hendak keluar rumah baru memakai celak, hal ini untuk menghindari fitnah dan memakainya untuk berhias bagi laki laki. Terdapat hadits yang diriwayatkan imam Ibnu Majah, Tirmidzi dan Ahmad, dari sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu :

كَانَ يَكْتَحِلُ بِالْإِثْمِدِ كُلَّ لَيْلَةٍ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bercelak dengan itsmid setiap malam sebelum tidur..”

Namun hadits ini dho’if jiddan (sangat lemah), sebagaimana catatan syaikh Nashir al Albani dalam irwa al Ghalil 1/119.

Wallahua’alam bis shawab