Khutbah Jumat: Manusia Bervisi Akhirat

Khutbah Jumat:
Manusia Bervisi Akhirat

إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ ونستغفره ونستهديه و نتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله

فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له, أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صلى على محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلي يوم الدين

أما بعد, قال تعالى فى القران الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ

وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبا

ياأيها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله وؤسوله فقد فاز فوزا عظيما

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور

محدثتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وفي رواية أبى داود وكل ضلالة فى النار

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Saya wasiatkan kepada diri saya pribadi, juga kepada jamaah sekalian, marilah kita pergunakan sisa-sisa usia yang kita tidak tahu kapan berakhir, untuk lebih meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Antara lain dengan meletakkan kecintaan kita kepada Allah, Rasulullah, dan kepada jihad fi sabilillah di atas kecintaan kita kepada apa saja dan siapa saja di muka bumi ini.

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Allah dan Rasulullah mencela sikap tamak kepada dunia. Bahkan, Allah menjelaskan rendahnya kedudukan dunia dalam banyak ayat di dalam alQur-an. Di antaranya, Allah berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185).

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَالِيْ وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟ إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

 “Apalah arti dunia bagiku. Sesungguhnya perumpamaan dunia bagiku adalah seperti pengendara yang tidur siang di bawah rindangnya pohon di siang hari terik, lalu dia beranjak pergi dan meninggalkannya.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Jamaah jumat Rahimakumullah

Apabila seorang hamba menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dan mengesampingkan urusan akhiratnya,

maka Allah akan menjadikan urusan dunianya tercerai-berai, berantakan, serba sulit, serta menjadikan hidupnya selalu diliputi kegelisahan. Allah menjadikan kefakiran di depan matanya. Hatinya tidak pernah merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.

Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi manusia rezekinya. Dunia yang didapatkannya hanya seukuran ketentuan yang telah ditetapkan baginya, tidak lebih, meskipun ia bekerja keras, membanting tulang dari pagi hingga malam dengan mengorbankan kewajibannya beribadah kepada Allah, mengorbankan hak-hak istri, anak, orang tua, dan lainnya.

Imam Ibnul Qayyim berkata,“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Seorang muslim akan menjadikan akhirat sebagai tujuan utama hidupnya dan menjalani hidupnya sesuai tuntunan yang digariskan Allah. Allah berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّـهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّـهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ ﴿٧٧﴾

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, serta janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al-Qashash: 77)

Seorang mukmin selalu berusaha dan mengerahkan segala daya upaya untuk memperoleh rezeki yang halal, memakmurkan bumi sesuai aturan yang diridhai Allah Azza wa Jalla, serta menikmati dunia tanpa menimbulkan kemudharatan bagi agama dan akhiratnya. Inilah makna yang terkandung dalam tafsir firman Allah,

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّـهُ الدَّارَ

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat.”

Seorang muslim akan menjadikan dunia sebagai tempat mencari bekal untuk akhirat yang kekal. Dia jadikan dunia sebagai tempat untuk mempersiapkan diri dengan melakukan ketaatan dan mengerjakan amal-amal shalih dengan ikhlas karena Allah dan menjauhkan larangan-larangan-Nya, karena dia yakin pasti mati dan pasti menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat. Karena itu, dia selalu berusaha untuk menjadi penghuni surga dengan berbekal iman, takwa, dan amal-amal yang shalih.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Seorang Muslim akan menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya. Karena itu, ia menjadikan dunia sebagai tempat mengumpulkan bekal untuk akhirat dengan bekal terbaik yaitu takwa. Takwa, yaitu melaksanakan perintahperintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Apabila seorang Muslim beriman dan bertakwa kepada Allah, maka ia akan diberi rezeki dari arah yang tidak diduga dan diberikan jalan keluar dari problematikanya. Allah berfirman dalam surat thalaq: 2-3:

مَن يَتَّقِ اللَّـهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala maka Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq: 2-3)

Ibnu Abbas menjelaskan makna, “Dia akan mengadakan baginya jalan keluar,” maksudnya, Allah akan menyelamatkan ia dari setiap kesulitan di dunia dan akhirat.”

Umar bin Utsman as-Shadafi berkata, “Siapa saja yang bertakwa kepada Allah, lalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi maksiat maka Allah akan mengeluarkannya dari yang haram menuju yang halal, dari kesempitan menuju kelapangan, dari neraka menuju surga, serta diberi rezeki dari arah yang tidak ia sangka dan harapkan.”

Semoga Allah menjadikan kita orangorang yang bervisi akhirat. Senantiasa memudahkan urusan dunia dan akhirat kita. Memberikan jalan keluar atas setiap masalah dan memberikan rezeki halal dari arah yang tak disangka-sangka.

 

Khutbah Kedua

 

إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ ونستغفره ونستهديه و نتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله

فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له, أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صلى على محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلي يوم الدين

 الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

 اللهم اغفِرْ لِلْمُسْلِمينَ وَالمسْلِمَاتِ والمؤمنينَ والمؤمناتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ

اللهمَّ انْصُرْ جُيُوسَ المُسْلِمِيْنَ وَعَسَاكِرَ المُوَحِّدِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّينِ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إلي يَوْمِ الدِّينِ اللهُمَّ انْصُرْ دُعَاتَنَا وَعُلَمَائنَاَ المَظْلوُمِيْنَ تَحْتَ وَطْأَةِ الظالِمِين وَفِتْنَةِ الفَاسِقِينَ وَحِقْدِ الحَاقِدِيْنَ وَبُغْضِ الحَاسِدِين وَخِيَانَةِ المُنَافِقِيْنَ

اللَّهُمَّ ارزُقنا حُبَّكَ، وحُبَّ مَنْ يَنْفَعُنا حُبُّهُ عندَك، اللَّهُمَّ مَا رَزَقْتَنا مِمَّا أُحِبُّ فَاجْعَلْهُ قُوَّةً لَناَ فِيمَا تُحِبُّ، اللَّهُمَ مَا زَوَيْتَ عَنِّا مِمَّا نحِبُّ فَاجْعَلْهُ فَرَاغاً لنا فِيمَا تُحِبُّ

اللَّهُمَّ إِنِّا نعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

اللهُمَّ اكْفِنَا بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

وَصَلِّ عَلي خَيْرِ خَلْقِكَ وَأَفْضَلِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلي آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا

وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالمَين

 

 

Khutbah Jumat: Minder Taat Akhirnya Maksiat

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ

اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ

ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Alhamdulillah…! Alhamdulillahi Rabbil alamiin…! Segala puji bagi Allah atas segala nikmat, anugerah dan hidayahnya kepada kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabiyullah Muhammad, kepada keluarga, shahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunahnya.

               

Jamaah Jumat rahimakumullah

Islam adalah agama yang luhur, agung, dan mulia. Tak ada aturan apa pun di dunia ini yang mengungguli Islam. Nilai-nilai Islam tidak pernah berubah, kapan pun, dalam kondisi apa pun, dan di mana pun. Hanya saja, sikap manusia terhadap Islam selalu mengalami pasang surut, dari sisi dukungan dan penentangan terhadapnya. Ibarat roda berputar, kadang di atas kadang di bawah.

Di awal kehadirannya, Islam dianggap aneh, asing, sesat dan dimusuhi oleh para penentangnya. Orang yang menentang Islam jumlahnya lebih banyak dari pendukungnya. Selang beberapa tahun kemudian, seiring dakwah dan jihad yang dilakukan Nabi dan para sahabatnya, Islam berjaya. Islam menjadi agama yang dibanggakan oleh penganutnya, dan berwibawa di mata musuh-musuhnya.

Namun, roda sejarah terus berputar. Generasi demi generasi datang pergi silih berganti. Kewibawaan Islam di mata manusia pun tidak selalu pasti. Adakalanya menurun, naik, turun kembali, meningkat, jatuh lagi, begitu seterusnya. Hingga yang kita alami sekarang ini, Islam berada dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kondisi pada zaman keemasannya. Islam kembali menjadi asing seperti saat mula datangnya.

Kondisi ini persis seperti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

 

إِنَّ الإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ

“Sesungguhnya Islam itu bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana awalnya.” (HR. Muslim)

Allah menghendaki semua itu terjadi, bukan karena Allah tidak kuasa menjadikan Islam senantiasa berjaya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas itu. Tapi Allah hendak menguji orang-orang beriman, sehingga terbukti siapa yang tetap iman dan taat dalam segala kondisi dan situasi.

“…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir)..” (QS. Ali Imran: 140)

Begitu pun dengan keterasingan Islam, juga menjadi ujian. Adakah mereka tetap beredar bersama Islam dimana pun posisinya, ataukah lepas dari peredarannya saat Islam dan syariatnya dicampakkan oleh manusia.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Keterasingan Islam bukan pada sisi sedikitnya penganut, bukan pula karena sulitnya mendapatkan Kitab Suci, atau tak adanya guru mengaji. Keterasingan Islam terjadi akibat runtuhnya kekuasaan, hilangnya hukum dan syariatnya, juga lenyapnya tradisi dan akhlak-akhlaknya. Kita semua tahu, hukum apa yang mendominasi dunia saat ini. Tradisi mana pula yang menjadi budaya masyarakat dunia, juga masyarakat kita hari ini. Selain adat, tradisi Barat begitu kentara mewarnai setiap celah kehidupan, hingga menjadi pola hidup masyarakat kebanyakan.

Akibatnya, orang yang konsisten dengan ciri khas keislamannya menjadi aneh. Begitu pun orang-orang yang tidak mau melebur dengan tradisi kebanyakan. Maka, hanya ada dua pilihan, setia dengan Islam tapi menanggung risiko celaan dan keterasingan, ataukah larut dengan arus kebanyakan yang didominasi oleh hawa nafsu sebagai unsur terkuatnya.

Pada saat posisi Islam sedang dipinggirkan seperti ini, tak sedikit yang merasa gamang untuk tetap berputar bersama Islam. Tidak sedikit orang Islam yang lantas mencari wilayah ‘aman’ dengan mencelupkan dirinya dengan ‘sibghah’ hawa nafsu yang menjadi warna kebanyakan.

Mereka minder untuk menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslim atau muslimah. Yang muslimah, tidak pede tampil dengan jilbab syar’inya, kurang gaul jika tak hafal lagu-lagu barat, dan merasa rendah diri jika belum bisa berjoged dan berdansa. Mereka lebih pede dengan pakaian ketat, berlenggak-lenggok, kepalanya miring ke sana kemari, persis seperti kaum yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penghuni neraka yang perlakuannya belum pernah beliau saksikan di zamannya, yaitu:

“Wanita yang berpakaian tapi telanjang, menyimpang dari ketaatan, berjalan melenggak-lenggok (berjoged), kepalanya seperti punuk onta, mereka tidak masuk jannah, bahkan tidak mencium baunya, padahal baunya bisa dapat dirasakan dari jarak perjalanan sekian-sekian (yakni sangat jauh).” (HR. Muslim)

Yang laki-laki merasa minder untuk melazimi shalat jamaah di masjid dengan meninggalkan teman ngobrolnya. Atau menampakkan sunnah Nabi seperti memanjangkan jenggot dan mengenakan celana di atas mata kaki. Mereka juga minder jika hendak membaca al-Qur’an, atau berargumen dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Lebih merasa terangkat wibawanya jika bisa menukil petuah-petuah orang Barat.

Belum lagi kelompok muda-mudi yang merasa rendah diri jika belum pernah berpacaran. Takut dikatakan tidak laku, kurang gaul atau culun.

Munculnya rasa minder untuk taat tersebut disebabkan karena menganggap nilai ketaatan itu rendah, Islam dan iman tak begitu berarti. Pada saat yang sama, muncullah kekaguman terhadap tradisi dan kebiasaan di luar Islam. Maka mereka pun lebih memilih untuk mengikuti tradisi orang kafir, meskipun sesuatu yang diikuti itu jelas-jelas buruk dan kotor. Fenomena ini sebenarnya sudah pernah dikabarkan oleh Nabi,

 

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ   قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ  فَمَنْ

“Sungguh (sebagian) kalian nanti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kalian akan mengikuti juga.” Kami (para sahabat bertanya), “Wahai Rasulullah, apakah yang Anda maksud adalah (mengikuti) Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Bukhari)

Dan hari ini, tradisi orang-orang kafir sudah mulai menjadi tradisi masyarakat kita. Dari tradisi ulang tahun, valentine day, kumpul kebo, pergaulan bebas, dan berlomba-lomba membuka aurat.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Tidak selayaknya seorang muslim mengekor dan membebek tradisi orang kafir. Karena umat Islam adalah ‘ummatan wasatha’, yang diartikan oleh sebagian ahli tafsir sebagai, “kaum yang tingkatannya berada di bawah para nabi, namun di atas semua umat yang ada.” Maka tidak selayaknya kita yang seharusnya menjadi contoh, malah mencontoh. Allah berfirman:

 

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kalian merasa hina dan bersedih, kalian lebih tinggi derajatnya jika kalian beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

Ya, orang beriman itu tinggi dan mulia, meskipun sedikit sekali orang yang sepaham dengan mereka. Walaupun mereka minoritas, sekalipun mereka ditindas. Karena kemulian itu melekat pada Islam, iman dan takwanya. Bukan pada rupa, harta, status sosial atau banyak sedikitnya teman yang mendukungnya. Dengan ukuran inilah Islam menilai, dengan takaran ini pula para pendahulu kita di kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in menimbang.

Karena keimanannya, Bilal bin Rabah, seorang budak hitam dari Habsyi, kurus dan berambut keriting, justru diberi gelar oleh Umar bin Khattab dengan ‘sayyidina’, sebagaimana disebutkan dalah hadits:

“Abu Bakar pemimpin kita telah memerdekakan pemimpin kita juga (yakni Bilal).” (HR Bukhari).

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendengar suara terompah Bilal di jannah, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Begitulah, dengan ketaatannya, Bilal dimuliakan oleh orang-orang shalih di dunia, dan diangkat derajatnya oleh Allah di akhirat.

Ada juga Abdullah bin Mas’ud, sahabat nabi yang berperawakan kecil, kurus, miskin, dan bukan keturunan bangsawan. Tapi beliau memiliki kedudukan yang istimewa dan dipercaya Rasulullah dalam hal yang sifatnya privasi. Sehingga beliau dujuluki dengan shahibu sawaadi (sirri) Rasulillah. Abdullah bin Mas’ud juga dibercaya Umar untuk menjadi gubernur di Kufhah pada masa pemerintahannya. Adapun kemuliaannya di sisi Allah, Nabi saw bersabda, “Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya (pada Hari Kiamat) lebih berat timbangannya daripada gunung Uhud.” (HR Ahmad, Thabarani)

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Orang-orang yang melampiaskan hawa nafsu maupun kafir yang dianggap terhormat dan diikuti, sebenarnya berkebalikan dengan hakikatnya. Jangan disangka kehidupan mereka serba menyenangkan. Semua manusia pernah memiliki masalah, baik mukmin maupun kafir. Jika kita pernah merasakan sakit dan menderita, mereka pun sama. Bedanya, jika kita beriman, maka kita masih berharap pahala di sisi Allah, ganti yang jauh lebih baik dan lebih kekal di akhirat, sedangkan mereka tidak.

“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS. an-Nisa’: 104)

Jikalau mereka mengklaim sedang mengenyam kesenangan, maka itu tak lebih sebagai istidraj, tipu daya yang membiarkan mereka berada dalam kesenangan, padahal siksa akhirat telah menanti. Allah berfirman:

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. al-An’am: 44)

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Akhirnya, kita bisa simpulkan bahwa kemuliaan sejati itu ukurannya adalah iman. Orang  yang memiliki iman, dialah yang menyandang gelar hamba mulia. Adapun seberapa tinggi derajat kemuliaanya, tergantung seberapa tinggi kualitas imannya. Semoga iman di hati kita senantiasa terjaga dan tumbuh subur hingga ajal tiba. amin.

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِمَامُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى

إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Khutbah Jumat

 

Materi Khutbah Lainnya: 

Pejabat, Orang yang Paling Butuh Nasihat

Takwa, Pondasi Paling Paripurna

Mendulang Manfaat Kala Sakit dan Sehat