Nur Muhammad, Makhluk Pertama?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan Rabiul Awwal tampak ramai dengan geliat peringatan Maulud Nabi. Tapi bukan masalah Maulud Nabi pembahasan kita kali ini. Melainkan konten yang sering disampaikan oleh penceramah, khathib maupun yang menulis tentang kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam. Salah satu konten yang berseliweran di mata dan telinga adalah tema Nur Muhammad. Segolongan kaum muslimin ada yang meyakini bahwa pertama yang dicipatakan Allah sebelum segala sesuatu ada adalah Nur Muhammad. Selanjutnya, penafsiran tentang Nur Muhammad berikut cerita tentangnya sangat banyak versi disebutkan oleh orang-orang yang meyakininya.

Ada yang menyebutkan bahwa segala sesuatu diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad. Ada lagi yang mengatakan bahwa Muhammad diciptakan dari nur Allah. Sebagian lagi mengatakan, “Kalaulah tidak ada dia (Muhammad), matahari, bulan, bintang, lauh, dan Qolam tidak akan pernah diciptakan.”Bahkan ada lagi yang berkata bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah nyawa suci yang merupakan penampakan dzat Tuhan. Serta pendapat-pendapat lain yang sebagiannya kelewat batas dalam mengagungkan Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Asal Penciptaan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam

Riwayat paling pokok yang dijadikan alasan meyakini nur Muhammad adalah,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قاَلَ، قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ، بأبى أنت وأمى! أَخْبِرْنِى عَنْ أَوَّلِ شيْئٍ خَلَقَهُ الله ُقَبْلَ ْالاَشْيَاءِ؟ قَالَ يَا جَابِرُ، إِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ قَبْلَ ْالاَشْيَاءَ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُوْرِهِ  (رواه عبد الرزاق بسنده.)

Dari Jabir bin Abdillah RA, ia berkata, Aku berkata, wahai Rasulullah, Ceritakanlah tentang awal perkara yang Allah ciptakan sebelum segala sesuatu ! Maka Rasul berkata, “Wahai Jabir, Sesungguhnya Allah Taala sebelum segala sesuatu, Ia menciptakan Nur Nabimu, yang berasal dari Nur-Nya.

Riwayatkan ini disandarkan pada Abdur Rozzaq, hanya saja banyak peneliti yang mengatakan tidak menemukan riwayat tersebut dalam mushannafnya, sehingga sulit untuk dilacak jalur sanadnya hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Padahal ini menyangkut keyakinan yang sangat krusial. Dan konsekuensi dari keyakinan yang dilandasi riwayat tersebut bertentangan dengan banyak ayat dan hadits, baik yang tersirat maupun tersurat.

Paham yang meyeakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diciptakan dari cahaya, bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang shahih,

خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api dan Adam tercipta dari apa yang disifatkan untuk kalian.” (HR. Muslim: 2996)

Syaikh al-Albani dalam Ash Shahihah setelah menyebutkan keshahihan hadits tersebut berkata, “Dalam hadits ini terdapat isyarat atas kebatilan sebuah riwayat yang populer di kalangan orang-orang yaitu, “Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah nur Nabimu wahai Jabir.” Dan riwayat-riwayat semisalnya yang menyatakan bahwa Rasulullah tercipta dari cahaya. Sementara, hadits yang shahih ini menjadi dalil yang sangat jelas bahwa hanya para malaikat saja yang tercipta dari cahaya, bukan Adam dan bukan pula anak keturunannya.”

 

Baca Juga: Nabi Muhammad Keturunan Jawa?

 

Al-Qur’an juga dengan jelas menyebutkan bahwa secara penciptaan, Nabi Muhammad adalah manusia sebagaimana rasul-rasul sebelumnya dan juga manusia pada umumnya. Allah berfirman,
“Katakanlah, “Maha suci Rabbku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul” (QS al-Isra’ 93)

Makhluk yang Pertama Diciptakan
Adapun tentang awal penciptaan, riwayat tentang nur Muhammad tersebut juga bertentangan dengan hadits yang jelas shahih secara sanad dan lebih sharih secara makna,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah qalam (pena), lalu Allah berfirman, “Tulislah!” Pena berkata, “Wahai Rabbi, apa yang harus aku tulis?” Allah berfirman, “Tulislah ketetapan segala sesuatu hingga tegaknya hari Kiamat.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi)

Keyakinan bahwa semua yang di alam ini diciptakana karena Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, juga berlebihan. Tak ada dalil shahih yang menunjukkan hal ini. Yang pasti, diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzariyat/51:56)

Dan Allah menciptakan langit, bumi dan yang lain agar manusia menyadari dan mengakui kekuasaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu- Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. ath-Thalâq/65:12)

Kecintaan yang tulus kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak membutuhkan tambahan-tambahan kedustaan, atau sikap pengagungan yang melewati batas. Kemuliaan Nabi shallallahu alaihi wasallam tetaplah tinggi dan agung sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits yang shahih, dan tidak berkurang sedikitpun penghormatan kita dengan menampik riwayat-riwayat yang tidak jelas keshahihannya. Wallahu a’lam bishawab.

 

 

Oleh: Abu Umar Abdillah

Islam Nusantara dan Islam Arab

Shalat bilingual (dwibahasa), Jilbab versi pakaian adat, shalawat koplo dan musik disko, dan kini tilawah al Quran dengan langgam jawa. Dan katanya, tak salah pula jika tilawah dengan nada lagu daerah bahkan hip hop. Setelah ini akan ada apa lagi? Kain kafan batik?

Islam tak melarang seorang muslim mengekspresikan budaya lokalnya. Memakai batik misalnya, atau belajar seni sastra, tulis dan ornamen etnisnya, bahkan melestarikan tradisi masyarakatnya. Syaratnya hanya satu, tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Jadi, acuan baku seorang muslim adalah Islam. Tentu saja karena Islam adalah manhaj, jalan hidup seorang muslim. Ia boleh memamaki aksesoris apapun; nusantara, melayu atau Arab sekalipun. Tapi semuanya harus dipasang di rel syariat. Jika pas dan sesuai berarti layak jalan, jika tidak harus dibuang dan ditinggalkan.

Islam bukan produk budaya Arab atau adopsi dari sebagian atau seluruh budaya arab. Hanya saja, Islam memang turun di Arab. Bahasa wahyu menggunakan bahasa Arab, tapi isinya murni berasal dari Dzat yang menciptakan Arab, bumi dan dunia seisinya. Demikian pula as sunnah adalah murni ajaran dari Alalh meskipun disampaikan melalui lisan orang Arab. Wahyu berbahasa Arab itu diperuntukkan bagi manusia di seluruh dunia.

Pakaian yang menutupi aurat itu bukan budaya Arab, tapi syariat. Hukum-hukum had juga bukan produk Arab, tapi syariat. Menghindari berbagai hal berbau syirik seperti sesajen, menyembah kuburan, dan percaya pada makhluk-makhluk penunggu itu bukan budaya Arab, tapi murni inti ajaran tauhid.

Budaya Arab sendiri tidak mengenal jilbab penutup aurat. Saat ayat jilbab turun, para shahabiyah segera bergegas mencari kain guna menutupi auratnya yang terbuka. Budaya Arab juga tidak mengenal hukum had, mereka hanya kenal balas dendam antar suku. Menghindari berbagai hal syirik justru sangat bertengangan dengan budaya Arab saat itu yang kental dengan sajen dan persembahan kepada selain Allah.

Jadi aneh rasanya ketika seorang muslim berpikir, Islam selama ini terlalu didonminasi budaya Arab dan harus diakulturasi dengan budaya lokal. Lalu muncullah fenomena aneh seperti di atas; shalat dua bahasa, tilawah langgam jawa dan shalawat koplo.

Islam Nusantara lebih ramah?

Ada asumsi bahwa Islam yang kearab-araban cenderung keras, ekstrim dan tidak lemah lembut. Islam memang bukan agama yang hanya mengajarkan perdamaian mutlak. Dipukul pipi kiri, berikan pipi kanan. Hanya menggunakan nasihat lembut dan anti terhadap segala bentuk kekerasan. Islam mengajarkan agar kita mengedepankan kelemahlembutan tapi juga siap menggunakan ketegasan dan kekerasan, saat diperlukan dan adanya tuntutan.

Perang adalah puncak kekerasan; pembunuhan masal, pengusiran, penguasaan dan pencabutan paksa kekuasaan milik orang lain. Tapi perang merupakan bagian dari Islam. Islam mengajarkan umatnya agar tak segan berperang, yang itu berarti tak segan membunuh dan mengusir musuh. Sirah nabi Muhammad, selama 11 tahun di Madinah penuh dengan catatan asiyar wal magahzi, ekspedisi militr dan perang. Islam juga mengajarkan etika berperang dan tehnik perang dalam ajaran jihadnya. Bahkan Islam mengecam seorang muslim yang ketika kewajiban berperang tiba, ia malah duduk dirumahnya padahal mampu berperang.

Apakah semua ini akan dibuang dan diganti dengan Islam nusantara yang diklaim lebih lembut. Apakah semua ini akan dibuang karena semua ini bukan dari Islam tapi hanya produk budaya dan politik Arab pada saat itu saja? Apakah ayat-ayat jihad, seluruhnya akan diberhentikan maknanya pada jihad melawan nafsu?

Segala bentuk kebijaksanaan dan kelembutan ada dalam Islam dan ajaran Rasulullah. Apa yang masih kurang?

Mana yang budaya Arab mana yang original dari wahyu?

Apa parameter yang membedakan ajaran islam yang ini berasal dari Arab dan yang itu original dari Allah? Ini bisa menjadi pertanyaan sulit, atau sangat mudah. Sulit jika dijawab dengan jujur, mudah jika dijawab menurut parameter orang-orang liberal. Mudah, karena acuannya adalah hawa nafsu. Shalat dengan bahasa Arab itu produk budaya, lokalnya shalat dengan bahasa Jawa. Cara baca Quran itu budaya Arab, langgam Jawa gaya lokalnya. Shalawat dengan nada Arab itu budaya, dangdut koplo itulah rasa lokalnya.

Tak pernah puas dan selalu berusaha mengusik ketenangan hati umat Islam. Mirip para artis yang selalu saja bikin sensasi. Tapi konon, memang itulah tugas yang harus diemban orang-orang liberal sebagai konsekuensi dari dana Amerika yang mereka terima. Mereka tidak akan berhenti sampai umat islam kehilangan Islamnya.

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya.” (At-Taubah: 32)

Kreatif?

Islam tidak melarang kreatifitas, bahkan menganjurkan. Rasulullah mengapresiasi tehnik perang kreasi Salman al Farisi yang terinspirasi dari gaya perang Persia berupa benteng bumi yang disebut Khandaq (parit). Benteng parit itu murah, mudah, efisien dan bisa ‘didaur ulang’ lagi setelah tidak terpakai. Tidak seperti benteng tembok. Beliau SAW juga merestui kreatifitas penduduk Madinah dalam tehnik pengawinan bunga kurma untuk meningkatkan kuantitas panen.

Namun, jika yang dimaksud kreatif adalah berbuat sesukanya dan melanggar semua batasan; agama dan etika, itu bukan kreatifitas tapi kegilaan. Dan tak hanya agama, manusia pun mengharamkan kegilaan, kecuali manusia gila. (abrazen)

 

Daripada Zina di Sembarang Tempat, Lebih Baik Dibikinin Tempat

Berbeda dengan Walikota Surabaya yang menutup lokalisasi terbesar se-Indonesia, Gubernur Jakarta, Basuki Tjahya Purnama, justru berniat melegalkan prostitusi. Tak hanya itu, minuman keras golongan A yang pada April 2015 lalu resmi dilarang dijual di minimarket sesuai peraturan menteri perdagangan, juga ditentang. Alasannya, menurut Gubernur Jakarta yang biasa dipanggil ahok ini, prostitusi mustahil diberantas. Jadi, daripada dilakukan sembunyi-sembunyi, lebih baik dilegalkan dan dilokalisasi. Adapun miras golongan A, menurutnya tidaklah berbahaya karena selama ini tidak ada orang yang mati hanya gara-gara minum miras golongan alkohol rendah.

Sebuah pemikiran yang aneh, nyleneh dan tak bertanggungjawab. Kebijakan pemimpin seharusnya mengacu kepada kemashlahatan umum, meskipun sedikit sulit, daripada pragmatis tapi berdampak negatif. Prostitusi atau perzinaan, problemnya bukan pada cara melakukan dan di mana melakukan, tapi perbuatan itu sendiri merupakan suatu masalah. Jadi solusi yang dicari bukan sekadar melegalkan agar tidak sembunyi-sembunyi dan membatasi area perzinaan tapi memberantas perzinaan. Minimal mengurangi sampai titik maksimal. Legalisasi zina dan sentralisasi tempat perzinaan sama sekali tidak menyelesaikan persoalan apapun.

Dilihat dari banyak aspek, kebijakan ini jelas tidak layak disebut kebijakan karena tidak mengandung kebajikan:

Dari aspek agama. Wallahua’lam, kiranya tak satupun agama yang melegalkan zina, termasuk agama yang dianut Gubernur Jakarta. Entah kalau ternyata sebaliknya. Dari sudut pandang Islam, zina merupakan perbuatan haram yang dilaknat. Islam dan pemerintahan Islam mustahil melegalkan prostitusi. Meski demikian, zina memang tidak dapat dibasmi sama sekali karena ranahnya sangat privasi. Hanya saja, Islam memiliki mekanisme penanganan yang efektif.

Pertama, Islam mendidik umatnya agar memiliki rasa malu untuk melakukan maksiat. Rasa malu merupakan salah satu indikator iman dan batas sanksi yang akan Allah berikan. Apabila seseorang tak lagi malu melakukan maksiat dan melakukannya secara terang-terangan (mujaharah), peluang mendapat ampunan atas dosa tertutup. Mengapa? Karena melakukan maksiat terang-terangan mengindikasikan hilangnya malu, sombong dan penentangan terhadap Dzat yang melarang. Ini merupakan pembangunan moralitas secara intern-individual. Budaya malu untuk melakukan perbuatan buruk merupakan pangkal moralitas masyarakat.

Kedua, untuk menyalurkan kebutuhan biologis, Islam menyediakan nikah sebagai penyaluran yang legal dan beradab. Penyaluran kebutuhan biologis di sembarang tempat selesai dengan nikah. Lebih luas lagi, Islam mengijinkan poligami dengan syarat dan ketentuan berlaku. Pernikahan menjadi benteng masyarakat beradab untuk melindungi mereka dari perbuatan tak keji seperti zina.

Pun begitu, peluang zina masih terbuka karena meskipun sudah menikah, seseorang bisa saja tergoda melakukan zina. Oleh karenanya, Islam menerapkan tindakan kuratif; ancaman dosa yang besar, anjuran bertobat dan sanksi yang berat yaitu dipukul seratus kali atau dirajam jika sudah menikah. Sanksi yang ringan untuk maksiat yang begitu menggiurkan semacam zina sama sekali tidak akan efektif.

Selanjutnya dari aspek moralitas. Legalisasi prostitusi dan miras jelas akan menjadi virus perusak moral masyarakat. Masyarakat yang tak memegang teguh agama dan hanya takut pada hukum negara akan menganggap zina sebagai perbuatan yang sah asal dilakukan di lokalisasi yang berijin. Moralitas akan menurun dan terbentuklah individu-indivu yang permisif terhadap segala hal terkait zina dan dkeadensi moral; pakaian mini, acara-acara maksiat, pacaran disembarang tempat dan lain-lain. Perbuatan zina mereka mungkin terlokalisir, hanya di tempat prostitusi saja tapi mental pezina mereka akan muncul saat mereka bermasyarakat. Dan ini berbahaya.

Dari aspek sosial. Lokalisasi ibarat tempat pembuangan sampah yang akan menjadi polusi di masyarakat sekitarnya. Kecuali, pak Gubernur menempatkan lokalisasi di lepas pantai, jauh dari masyarakat. Bau busuk prostitusi akan merusak pikiran dan moral masyarakat sekitar bahkan anak-anak. Konon, Walikota Surabaya ‘nekat’ menutup lokalisasi Dolly karena mendengar kabar ada anak kecil yang berzina dengan pelacur berusia lanjut. Kata orang, kejahatan tidak terjadi karena niat tapi juga karena adanya kesempatan. Nah, keberadaan prostitusi akan membangkitkan niat dan membuka kesempatan itu. Namanya maksiat pasti akan menarik maksiat lain. Protitusi akan menjadi sarang preman, narkoba, miras,perdagangan manusia dan lain-lain.

Dari aspek kesehatan. Lokalisasi akan menjadi ‘peternakan’ berbagai macam virus dan penyakit seksual. Alat kontrasepsi tidak bisa 100 % mencegah penularan dan penyebaran. Jadi, pezina masih berpeluang menyalurkan penyakitnya kepada isteri bahkan anak turunnya. Belum lagi, siapa yang bisa memastikan dan memaksa para pelanggan zina untuk selalu memakai alat kontrasepsi?

Kalau saja penyakit seksual hanyalah penyakit ringan yang bisa sembuh dengan sekali suntik, aspek kesehatan ini boleh saja diabaikan. Masalahnya, penyakit seksual, apalagi AIDS, adalah penyakit yang sampai saat ini masih menjadi siluman pembunuh yang sangat sulit bahkan hampir mustahil disembuhkan.

Wallahulmusta’an, entah apa yang ada dalam pikiran pak Gubernur sampai berniat melegalkan prostitusi bahkan memberikan sertifikat bagi pelacur. Belum lagi soal dampak negatif penjualan miras di minimarker yang pernah ditentangnya. Semoga Allah tidak memperbanyak pemimpin yang pro terhadap maksiat dan segera mengakhiri kepemimpinan pemimpin semacam itu. Aamiin. (aviv)[]

 

Doa Nurbuat yang Super Hebat

Mungkin di antara kita sering mendengar istilah Doa Nurbuat. Doa ini dipercaya sebagian orang memiliki khasiat yang super hebat. Tergantung tujuan yang dikehendaki, doa ini sering diramu dengan berbagai ritual. Baik dengan puasanya, tahajudnya, atau begadang malam tanpa tidur dan cara-cara yang semisalnya. Untuk satu tujuan ada ritual tambahan tersendiri. Seperti obat yang manjur, untuk mendapat kesembuhan penyakit yang dimaksud, maka diramu dengan unsur-unsur yang lain.

Di antara keampuhan yang diklaim adalah, dapat bertemu dengan Jin, bisa merubah rupa. Konan dengan membacanya saat keluar rumah jugabakal ditakuti oleh musuh. Dieprcaya pula dapat menjadi penjaga rumah dari gangguan jin, sihir, santet dan bahaya lainnya, jika ditulis lalu disimpan di dalam rumah. Dapat memperlihatkan hal-hal yang indah, jika dibaca 100 kali pada malam Sabtu. Bisa awet muda jika dibaca setiap malam Minggu, menjadikan wajah tampak lebih tampan/cantik jika dibaca setiap malam Kamis dan khasiat lain yang Bombastis.

Apa Doa Nurbuat Itu?
Mungkin do’a ini dinamakan dengan “Doa Nurbuat” karena berasal dari kata bahasa Arab Nurun Nubuwwah atau cahaya kenabian. Sebagian orang menyatakan bahwa doa ini berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diajarkan oleh Malaikat Jibril alaihissalam.

Tapi anehnya, doa yang konon memiliki seabrek fadhilah ini tidak disebutkan dalam satu pun kitab-kitab Induk Hadits. Jika ada, sekarang relatif mudah untuk melacaknya dengan mesin pencari hadits. Inilah bunyi Doa Nurbuat yang banyak tersebar di buku-buku,

اَللّٰهُمَّ ذِى السُّلْطَانِ الْعَظِيْمِ ، وَذِى الْمَنِّ الْقَدِيْمِ ، وَذِي الْوَجْهِ الْكَرِيْمِ ، وَوَلِيِّ الْكَلِمَاتِ التَّآمَّاتِ ، وَالدَّعَوَاتِ الْمُسْتَجَابَةِ ، عَاقِلِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ مِنْ اَنْفُسِ الْحَقِّ ، عَيْنِ الْقُدْرَةِ والنَّاظِرِيْنَ ، وَعَيْنِ الْاِنْسِ وَالْجِنِّ ، وَاِنْ يَّكَادُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَيُزْ لِقُوْنَكَ بِاَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُوْلُوْنَ اِنَّهُ لَمَجْنُوْنَ ، وَمَا هُوَ اِلاَّ ذِكْرٌ لِلْعَالَمِيْنَ ، وَمُسْتَجَابُ لُقْمَانَ الْحَكِيْمِ ، وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ الْوَدُوْدُ ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ ، طَوِّلْ عُمْرِيْ ، وَصَحِّحْ اَجْسَادِيْ ، وَاقْضِ حَاجَتِيْ ، وَاَكْثِرْ اَمْوَالِيْ وَاَوْلَادِيْ ، وَحَبِّبْ لِلنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ ، وَتَبَاعَدِ الْعَدَاوَةَ كُلَّهَا مِنْ بَنِيْ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ ، مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَي الْكَافِرِيْنَ ، وَقُلْ جَآءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ، اِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا ، وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ ، وَلَايَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ، وَسَلَامٌ عَلَي الْمُرْسَلِيْنَ ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Ya Allah, Zat Yang memiliki kekuasaan yang agung, yang memiliki anugerah yang terdahulu, memiliki wajah yang mulia, menguasai kalimat-kalimat yang sempurna, dan doa-doa yang mustajab, penanggung Hasan dan Husain dari jiwa-jiwa yang haq, dari pandangan mata yang memandang, dari pandangan mata manusia dan jin.

Dan sesungguhnya orang-orang kafir benar-benar akan menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, ketika mereka mendengar Al-Quran dan mereka berkata, “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila, dan Tiadalah itu semua melainkan sebagai peringatan bagi seluruh alam. Allah yang mengabulkan do’a Luqmanul Hakim dan mewariskan Sulaiman bin Daud alaihissalam. Allah adalah Zat Yang Maha Pengasih lagi memiliki singgasana yang Mulia, panjangkanlah umurku, sehatlah jasad tubuhku, kabulkan hajatku, perbanyakkanlah harta bendaku dan anakku, cintakanlah semua manusia, dan jauhkanlah permusuhan dari anak cucu Nabi Adam A.S., orang-orang yang masih hidup dan semoga tetap ancaman siksa bagi orang-orang kafir. Dan katakanlah: “Yang haq telah datang dan yang batil telah musnah, sesungguhnya perkara yang batil itu pasti musnah”.

Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Quran tidak akan menambah kepada orang-orang yang berbuat aniaya melainkan hanya kerugian. Maha Suci Allah Tuhanmu Tuhan Yang Maha Mulia dari sifat-sifat yang di berikan oleh orang-orang kafir.Dan semoga keselamatan bagi para Rasul.Dan segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.”

Apakah Doa Ini Berasal dari Nabi?
Seseorang boleh berdoa dengan doa yang dikehendaki, baik dengan bahasa Arab maupun bahasa yang dipahami. Akan tetapi, tidak boleh menyandarkan suatu doa atau riwayat sebagai ucapan Nabi tanpa ada bukti yang shahih.
Sebagian, mendasarkan pengamalan doa tersebut dengan sebuah riwayat dari Ibnu Asakir,

“Dari Ali bin Abi Thalib bahwa malaikat Jibril datang pada Nabi yang sedang tampak sedih. Jibril bertanya: Wahai Muhammad, kenapa wajahmu tampak sedih? Nabi menjawab: Hasan dan Husain sedang sakit mata. Jibril berkata: sembuhkan matanya karena mata punya hak. Apakah kamu tidak mendoakan keduanya dengan kalimat-kalimat itu? Nabi bertanya: Kalimat apa? Jibril menjawab, “Bacakanlah

اللَّهُمَّ ذَا السُّلْطاَنِ اْلعَظِيْمِ ذَا الْمَنِّ الْقَدِيْمِ ، ذاَ اْلوَجْهِ الْكَرِيْمِ ، وَلِيَّ الْكَلِمَاتِ التَّامَّاتِ وَالدَّعَوَاتِ الْمُسْتَجاَباَتِ ، عَافِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ مِنْ أَنْفَسِ الْجِنِّ وَأَعْيُنِ اْلإِنْسِ

Kemudian Nabi mengucapkan doa tersebut maka Hasan dan Husain langsung dapat berdiri dan bermain di sekitar Nabi. Nabi bersabda, mintalah perlindungan untuk dirimu, istrimu dan anak-anakmu dengan doa ini. [Tarikh Dimasyq no. 9434]
Ternyata, teks doa dalam riwayat tersebut berbeda dengan teks doa nurbuat yang beredar di masyarakat. Sehingga tidak benar jika ada yang berkata doa nurbuat ini berasal dari Nabi dengan dalil riwayat ini. Pun Riwayat ini pun perlu diteliti kembali karena adanya perawi yang bernama Al-Harits Al-A’war dia dinyatakan dha’if oleh para Ulama bahkan dinyatakan tertuduh berdusta, selain itu tertuduh juga sebagai penganut syi’ah Rafidhah.

Secara bahasa, ada kejanggalan pada doa nurbuat yang banyak beredar. Misalnya
[اللَّهُمَّ ذِى السُّلْطَانِ]. Seharusnya, dibaca [ذَا] bukan [ذِى] dengan huruf ya’. Karena Munada Mudhaf harusnya mansub bukan majrur. Susunan kalimatnya juga tidak sistematis dan tidak memiliki kaitan. Di bagian awal doa, isinya memuji Allah, kemudian tiba-tiba dikutip beberapa ayat dari al-Qur’an.

وَإِن يَكَادُ الذِّينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبصَارِهِم…

“Hampir saja orang-orang kafir hendak menjatuhkanmu dengan pandangan mata mereka.”
Ditambah lagi, ketika doa tersebut dibumbui dengan ritual khusus yang diyakini memiliki keutamaan khusus tanpa didasari dalil yang khusus. Wabillahit taufiq. (Abu Umar Abdillah)

Anda Bukan Ummu Sulaim Dan Mereka Bukan Abu Thalhah

Belum lama, media dihebohkan oleh kabar seorang artis yang murtad karena mengikuti agama suaminya. Betapa masyarakat tercengang, karena artis itu biasa memerankan sosok muslimah berjilbab nan anggun dalam sinetron-sinetron religi. Sebenarnya pada awalnya, pernikahan dilakukan dengan cara Islam, di mana mempelai laki-laki menyatakan masuk Islam dan bersedia mengucapkan syahadatain.

Modus Pemurtadan
Tapi apa lacur, tak selang lama muncul kabar tentang si suami yang kembali kepada agama semula. Waktu bergulir hingga kemudian tersiar kabar sang wanita juga tampak berdoa di gereja alias murtad.
Ini hanyalah fenomena gunung es, sebenarnya kasus yang tak tersiar sangat banyak. Hanya saja posisi seorang artis menyebabkan berita terdengar heboh. Hal ini menyadarkan kita betapa hari ini harga akidah begitu murah. Seseorang dengan mudah melepas keislamannya karena sesuatu yang dianggapnya lebih penting. Dan adakah yang lebih penting dari Islam yang mampu menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat?

Telah tiba zaman yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia” (HR. Muslim).

Pada sisi yang lain, fenomena di atas dinilai oleh banyak tokoh muslim sebagai modus pemurtadan dengan kedok pernikahan. Ketua Tim Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA), Abu Deedat, menyatakan bahwa kasus ini adalah salah satu bentuk Kristenisasi.
“Ini adalah strategi nyata dari Kristenisasi lewat perkawinan. Modusnya sang lelaki pura-pura masuk Islam agar bisa menikahi muslimah.”

Menurutnya, wanita rentan menjadi korban, karena resiko mempertahankan keimanan dalam pernikahan beda agama bagi seorang muslimah adalah diceraikan.
“Ketika sudah menikah, pria Kristen yang pura-pura masuk Islam akan kembali ke ajaran Kristennya, sang muslimah akan dihadapkan pada dua pilihan berat, ikut pindah agama bersama suaminya atau diceraikan. Berat bagi muslimah yang lemah imannya jika harus menyandang status janda, apalagi kalau sudah mengandung,” jelasnya.
Menurut Abu Deedat, dalam masa-masa awal pernikahan itu, biasanya sang muslimah akan dicuci otaknya dengan doktrin yang menjelek-jelekkan Islam. Terutama menggunakan isu seperti poligami, Islam tidak penyayang, dan mengangkat citra buruk umat muslim lainnya.

Islam Sebagai Mahar
Di antara faktor yang menyebabkan muslimah mau dinikahi orang kafir adalah karena ada pengharapan calon suami masuk Islam. Sehingga tatkala ada kesediaan calon suami untuk masuk Islam, muslimah itu mengiyakan. Barangkali mereka ingin mengikuti jejak Ummu Sulaim yang mau dinikahi oleh Abu Thalhah dengan mahar keislamannya.

Mereka lupa bahwa dirinya tidak sekokoh Ummu Sulaim, para lelaki itu juga tidak setegas Abu Thalhah yang memang tidak ada indikasi mencla-mencle. Saksi keislaman Abu Thalhah pun langsung Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Sebagai gambaran, ketika Ummu Sulaim mengetahui terbunuhnya suaminya, Abu Thalhah yang saat itu masih musyrik mendengar tentang kabar tersebut sehingga menjadikan hatinya cenderung cinta dan takjub. Kemudian dia beranikan diri untuk melamar Ummu Sulaim serta menyediakan baginya mahar yang tinggi. Akan tetapi tiba-tiba saja pikirannya menjadi kacau dan lisannya menjadi kelu tatkala Ummu Sulaim menolak dengan wibawa dan penuh percaya diri dengan berkata, ”Sungguh tidak pantas bagiku menikah dengan orang musyrik. Ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa tuhan-tuhan kalian adalah hasil pahatan orang dari keluarga fulan, dan sesungguhnya seandainya kalian mau membakarnya maka akan terbakarlah tuhan kalian.”

Bandingkanlah dengan muslimah yang hendak dilamar oleh calon muslim, adakah ia memiliki ketegasan serupa dengan Ummu Sulaim?
Ummu Sulaim adalah seorang da’iyah yang cerdik yang tatkala melihat dunia menari-nari di hadapannya berupa harta, kedudukan dan laki-laki yang masih muda dia merasakan bahwa keterikatan hatinya dengan islam lebih kuat daripada seluruh kenikmatan dunia. Beliau berkata dengan sopan, ”Orang seperti Anda memang tidak pantas ditolak wahai Abu Thalhah, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan saya seorang muslimah sehingga tidak boleh bagiku menerima lamaranmu.”

Dalam riwayat an-Nasa’i dikatakan bahwa Ummu Sulaim berkata,”Demi Allah orang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu.” (Riwayat an-Nasa’i)

Abu Thalhah bertanya, “Kepada siapa saya harus datang untuk masuk islam?” tanya Abu Thalhah. Beliau berkata,”Datanglah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk itu!” Maka pergilah Abu Thalhah untuk menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang tatkala itu beliau sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Demi melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

جَاءَكُمْ أَبُو طَلْحَةَ، غُرَّةُ الْإِسْلَامِ بَيْنَ عَيْنَيْهِ

“Telah datang kepada kalian Abu Thalhah sedangkan sudah tampak cahaya islam di kedua matanya.” (HR Abu Dawud)

Dari sini kita tahu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mengetahui ketulusan niat Abu Thalhah sebelum ia mengikrarkan keislamannya. Adapun sekarang, siapa yang memberi jaminan bahwa orang yang hendak melamar muslimah itu betul-betul ingin menjadi muslim yang baik? Memang kita hanya boleh menghukumi orang secara zhahir, jika ia mengucapkan syahadatain dan menyatakan keislamannya maka kita menghukuminya sebagai seorang muslim. Hanya saja, ini ada sesuatu yang dipertaruhkan, sehingga kita butuh jaminan lebih. Apalagi setelah kita tahu bahwa memang cara itu dijadikan sebagai modus pemurtadan, hal yang kita tidak bisa berspekulasi. Karena posisi seorang wanita itu lemah ketika berhadapan dengan suaminya.

Dan seperti yang telah banyak dikisahkan tentang beliau, akhirnya Abu Thalhah masuk Islam dan sangat bagus keislamannya, radhiyallahu ‘anhu.

Maka jangan jadikan Ummu Sulaim sebagai bamper untuk bermudah-mudah menerima lamaran orang kafir yang bersedia menikah dengan cara Islam. Wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)