Kala Wanita Bosan Dengan Fithrahnya

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Suatu ketika ada seseorang yang menggiring sapi (sejenis kerbau) yang  di atas punggungnya membawa beban -dalam riwayat lain, “tiba-tiba laki-laki tersebut menaikinya dan memukulnya- Maka berkatalah sapi tersebut,”Sesungguhnya kami diciptakan bukan untuk keperluan ini, aku diciptakan untuk membajak sawah.” Maka orang-orang berkata,”Subhanallah, seekor sapi dapat berbicara.” Kemudian beliau bersabda,”sesungguhnya aku diberi amanah untuk ini, begitu juga Abu Bakar dan Umar…(HR Bukhari dan Muslim)

Demikianlah, Allah Ta’ala menghiasi makhluknya dengan kekuatan dan keistimewaan yang berbeda-beda, dan Allah memberikan piranti kepada makhluk sesuai dengan tujuan ia diciptakan. Kerbau tidak diciptakan untuk mengangkat beban dan dijadikan tunggangan, akan tetapi diciptakan untuk membajak sawah, maka mempergunakan kerbau sebagai kendaraan atau untuk mengangkat beban berarti menyalahi maksud diciptakannya kerbau dan tidak sesuai dengan keistimewaan yang telah diberikan Allah kepada kerbau.

Begitupun halnya dengan manusia. Allah menjadikan laki-laki dan perempuan serta memberikan kelebihan dan keistimewaan yang berbeda sesuai dengan tugas dan peranannya. Kita dapatkan perbedaan yang menyolok antara keduanya baik dalam sifat, susunan tubuh, gerak-geriknya, cara berjalan, duduk, berdiri, cara berbicara, kesenangan, kebiasaan dan juga perasaannya. Perbedaan tersebut sesuai dengan kekhususan fungsi dan peranannya sebagaimana yang dikehendaki Allah.

Menuntut persaman gender adalah sebuah tuntutan untuk memaksakan kesamaan dua hal yang seungguhnya berbeda. Menyeru persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan adalah bentuk “diskriminatif” terhadap fithrah yang telah Allah gariskan terhadap manusia. Kalau saja tugas dan peranan laki-laki sama dengan perempuan, lantas di manakah letak kebijakan Allah menciptakan manusia menjadi dua jenis? mengapa tidak cukup menciptakan dengan satu jenis kelamin saja jika memang sama tugas dan hak-haknya?  Allah berfirman:

“Tidaklah laki-laki itu seperti wanita..”

 

KEMBALI KEPADA FITHRAH ADALAH JALAN SELAMAT

Segala sesuatu akan menjadi baik jika berada di atas fitrahnya. Ikan akan tetap hidup jika ia tinggal di air, Burung akan terjaga kelestariannya jika mereka terbang di udara dan tinggal di pucuk-pucuk pohon dan cacing akan selamat jika ia tetap tinggal di dalam tanah. Bencana akan menimpa mereka ketika masing-masing telah jenuh dengan apa yang menjadi fitrahnya.

Demikian halnya dengan mnausia, dia akan tetap baik ketika nrimo dengan apa yang menjadi fitrahnya. Jika wanita sudah menjadi laki-laki, dan laki-laki memerankan wanita, maka kerusakanpun akan terjadi. Oleh karena itu Rasulullah melaknat wanita yang menyerupai (meniru) laki-laki dan laki-laki yang menyerupai (meniru) wanita.

Baca JugaMuslimah dalam Perjalanan Hijrah

Wanita ibarat pedang bermata dua, apabila dia baik, menunaikan tugas dan peranannya yang hakiki, serta berjalan diatas fitrah yang telah digariskan oleh Allah, maka ia ibarat batu bata yang baik bagi sebuah bangunan masyarakat ISlam yang komitmen dengan ketinggian akhlak dan cita-cita yang luhur. Akan tetapi, ketika mereka menyimpang dari tugas pokoknya dan menyerobot tugas yang bukan menjadi tanggung jawabnya serta latah mengikuti para budak hawa nafsu, maka dia menjadi musuh besar bagi manusia yang hendak meraih kejayan di dunia dan akherat.

Karenanya, Rasulullah menyuruh kita waspada terhadap bahaya besar yang ditimbulkan oleh wanita semacam ini. Beliau bersabda :

“Sesungguhnya dunia itu manis dan menggiurkan. Dan sesungguhnya Allah menyerahkan dunia kepada kalian. Kemudian hendak melihat apa yang kalian perbuat terhadapnya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita.”  Dalam riwayat lain ada tambahan “sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah karena wanita.” (HR Muslim)

Beliau juga bersabda :

“Aku tidak meninggalkan fitnah sepeningalku yang lebih berat bagi laki-laki dari fitnah wanita.” (HR Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Sa’id bin Musayyib berkata, “ketika setan merasa kewalahan menggoda manusia, maka ia bersembunyi di balik wanita (memperalatnya).” Benar, seringkali wanita mampu berbuat dengan sesuatu yang tidak dapat diperbuat oleh setan. Ia mampu menimbulkan kerusakan yang lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan oleh syetan. kapankah itu? yakni ketika ia bosan dengan apa yang telah digariskan oleh atasnya. Wanita semacam ini akan menjadi senjata pamungkas bagi syetan untuk menghadapi manusia.

Kenyataan itulah yang telah diketahui oeh syetan-syetan jin dan manusia. Maka mereka berupaya untuk menyimpangkan wanita dari tugasnya yang utama, agar ia mau berperang di pihaknya dan membela misinya.

 

DI MANAKAH FITRAH WANITA?

Setelah kita menyadari pentingnya kembali kepada fitrah, lantas bagaimana sesungguhnya fitrah wanita itu? Apakah fitrah itu sesuatu yang biasa dikerjakan manusia? ataukah suatu budaya yang telah berlangsung secara turun temurun?

Bukan, fitrah adalah ketetapan yang Allah gariskan bagi para makhluknya. Allah yang menciptakan hambaNya sehingga Allah yang paling mengetahui apa-apa yang baik bagi hamba-Nya dan apa yang buruk bagi hamba-Nya. Lalu Allah memberikan tugas kepada masing-masing makhluk serta memberikan perangkat dan alat sesuai dengan tugasnya di dunia. Ketika satu diantara mereka menyerobot tugas yng bukan menjadi tugasnya, mka akan da suatu pekerjaan yang tidak tertangani dan semakin banyak pekerjaan yang tumpang tindih dan semrawut akan semakin besar pula kekacauan yang timbul.

Allah menggariskan bagi kaum laki-laki untuk memimpin wanita karena memang Allah mengkaruniai suatu alat bagi laki-laki untuk memimpin yang tidak dikaruniakan kepada wanita. Demikian pula Allah mempercayakan seorang bayi kepada kaum wanita lantaran Allah telah memberikan piranti kepadanya sesuatu yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki.

Contoh lain, Allah menetapkan bagi wanita separuh dari bagian laki-laki dalam hak waris, karena Allah melebihkan suatu beban bagi kaum laki-laki dengan apa yang tidak dibebankan bagi kaum wanita, yakni memberikan nafkah bagi keluarga. Begitulah, Allah memberikan sarana kepada makhluknya dengan apa yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Jika demikian pantaskah kita sambut seruan “persamaan gender” dalam hak-hak secara keseluruhan?

Baca Juga: Hukum Wanita Karir

Jika kaum wanita hari ini menuntut persamaan hak mendapatkan jatah kursi, persamaan hak untuk mendapatkan jatah warisan dan barang murahan lainnya, maka lihatlah apa yang menjadi tuntutan para sahabiyat yang seharusnya menjadi teladan kita.

Suatu ketika Asma’ bin Yazid bin Sakan menghadap Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah utusan para wanita yang berada di belakangku, mereka sepakat dengan apa yang aku katakan dan sependapat dengan pendapatku..sesungguhnya Allah Ta’ala mengutus anda kepada laki-laki dan juga kepada para wanita. Kamipun beriman kepada anda dan mengikuti anda. Sedangkan kami para wanita terbatas gerak-geriknya, kami mengurus rumah tangga dan menjadi tempat menumpahkan syahwat bagi suami-suamikami, kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Namun Allah memberikan kutaman kepada kaum laki-laki dengan shalat jama’ah, mengantar jenazah dan berjihad. Jika mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga hartanya dan memelihara anak-anaknya, maka apakah kami medapatkah pahala sebagaimana yang mereka dapatkan?”

Mendengar tuntutan Asma’ tersebut, Nabi menoleh kepada para sahabat seraya bersabda,”Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agamanya yang lebih bagus dari pertanyan ini?” Kemudian beliau bersabda, “Pergilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita di belakangmu bahwa perlakuan baik kalian terhadap suami dan upaya kalian mendapat ridha darinya serta ketaatan kalian kepadanya pahalanya sama dengan apa yang engkau sebutkan tentang pahala laki-laki.”

Maka perhatikanlah, adakah sama tuntutan hak para sahabiyat dengan kebanykan muslimah hari ini?

 

Oleh: Redaksi/Wanita

Hukum Wanita Karir

Pendahaluan.

Perkembangan teknologi dan perubahan sosial dunia modern telah mempengaruhi gaya hidup manusia, tidak terkecuali wanita. Hidup sukses dengan harta yang melimpah, hidup mandiri dan dihormati masyarakat merupakan impian wanita masa kini. Mereka mengejar impian itu melalui jalur pendidikan tinggi, agar setelahnya bisa mendapatkan pekerjaan yang prestise dengan gaji yang melimpah. Selain itu, wanita yang bekerja kadang didorong kebutuhan yang mendesak, karena penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Padahal wanita tidak bisa lepas dari predikat Ibu Rumah Tangga (IRT), yang mengharuskannya menyisihkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk melayanai keperluan suami dan pendidikan anak-anaknya. Tidak sedikit dari wanita karir yang belum bisa membagi waktunya untuk dua kewajiban tersebut, sehingga menyisakan banyak problematika keluarga, dan berdampak kepada perselisihan suami istri, dan tidak sedikit yang berakhir pada perceraian. 

Oleh karenanya, perlu penjelasan yang utuh tentang hukum wanita yang bekerja di luar rumah, atau yang lebih dikenal dengan wanita karir.

Pengertian Wanita Karir

Wanita Karir sebagaimana di dalam translate.com dan dictionary.cambridge adalah seseorang wanita yang menjadikan pekerjaan atau karirnya sebagai prioritas utama dibandingkan hal-hal lainnya. Sebagian wanita karir menghabiskan waktu dan kegiatannya dengan pekerjaannya, Penampilan dan fashion merupakan salah satu hal yang penting oleh seorang wanita, selain memberikan sebuah identitas, fashion juga menunjang untuk memikat daya tarik lawan jenis.

Hukum Wanita Karir

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berprofesi menjadi  wanita  karir :

Pendapat Pertama,

Seorang wanita tidak boleh berprofesi menjadi wanita karir. Ini berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :

  • Pertama : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

 Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. (Qs. al-Baqarah: 233)

Ayat diatas menunjukkan bahwa suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak. Maka, istri tidak perlu bahkan tidak boleh keluar rumah untuk mencari nafkah karena segala kebutuhan sudah dipenuhi oleh suami.

  • Kedua : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.“ (Qs. al-Ahzab: 33)

Ayat di atas menunjukkan bahwa wanita seharusnya di rumah mengurusi keperluan suami dan mendidik anak-anak, dan tidak  boleh keluar rumah untuk bekerja. Tabbaruj Jahiliyah menurut Mujahid dan Qatadah adalah seorang wanita dengan perhiasan dan dandanannya berjalan lenggak-lenggok di depan para laki-laki. ( Tafsir Ibnu Katsir: 6/410)   

  • Ketiga : Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتهِ : الإمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، والرَّجُلُ رَاعٍ في أهْلِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالمَرْأةُ رَاعِيَةٌ في بيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالخَادِمُ رَاعٍ في مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pimpinan negara adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanya tentang keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya, dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah yang bertanggung jawab tentang harta tuannya dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Maka masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menunjukkan bahwa istri bertanggung jawab untuk mengurusi kebutuhan suami dan keluarga, serta mendidik anak-anak di rumah. Jika dia keluar setiap hari untuk mencari nafkah, maka keperluan suami dan pendidikan anak akan terbengkalai. Maka tidak boleh menjadikan pekerjaan di luar rumah sebagai perhatian utamanya.

  • Keempat : Hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

المرأةُ عورة ، فَإِذا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشيطانُ    

“Wanita itu aurat, apabila ia keluar (dari rumahnya) setan senantiasa mengintainya.” (HR. Tirmidzi. Berkata Syuaib al-Arnauth dalam Tahqiq Ibnu Hibban (12/ 413): Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim) .

Hadits di atas menunjukkan bahwa wanita adalah aurat, sehingga tidak boleh keluar rumah, kecuali dalam keadaan darurat.

Pendapat Kedua :

Wanita boleh bekerja di luar rumah jika hal itu diperlukan dan masih dalam koridor syariah.

Diantara dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :

  • Pertama, Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23)

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. (QS. al-Qashash: 23)

Ayat di atas menunjukkan bolehnya seorang wanita bekerja di luar rumah, jika hal itu diperlukan, seperti jika orangtuanya sudah udzur atau sakit, sebagaimana dalam kisah dua wanita anak nabi Syu’aib di atas.

  • Kedua, hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata :

   كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَغْزُو بِأُمِّ سُلَيْمٍ ، وَنِسْوَةٍ مِنَ الأَنْصَارِ مَعَهُ ، إِذَا غَزَا ، فَيَسْقِينَ الْمَاءَ ، وَيُدَاوِينَ الْجَرْحَى

“Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang bersama Ummu Sulaim dan beberapa wanita Anshar, maka mereka memberi minum dan mengobati orang yang terluka. (HR. Muslim)

Hadits diatas menunjukkan wanita pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut juga berperang dengan tugas mengobati orang-orang yang sakit dan memberi minum yang haus.

  • Ketiga, hadits  Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘laihi wa sallam bersabda:

لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

 “Janganlah kamu mencegah perempuan-perempuan untuk pergi ke Masjid, sedangkan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka”.(HR. Abu Daud. Berkata Hakim: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim.”)

Hadits diatas menunjukkan bahwa wanita diperbolehkan keluar rumah untuk pergi ke masjid, demikian juga untuk pergi ke tempat kerja jika memang diperlukan.

  • Keempat, hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha,

إذا خفضت فأشمي ولَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ

”Apabila engkau mengkhitan wanita potonglah sedikit, dan janganlah berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.”(HR. Abu Daud dan Baihaqi.Berkata Abu Daud: “Hadits ini dhoif.”)

Hadits diatas menunjukkan bahwa sebagian wanita pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berprofesi sebagai dokter khitan wanita. Ini berarti mereka juga bekerja di luar rumah

  • Kelima, sejarah menjelaskan bahwa Khadijah radhiyallahu ‘anha, juga bekerja sebagai saudagar. Ini menunjukkan kebolehan wanita bekerja selama dalam koridor syariah.   

 

Kesimpulan :

 Dari dua pendapat ulama di atas, bisa disimpulkan bahwa pendapat yang  lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan wanita boleh bekerja di luar rumah dengan syarat-syarat tertentu, diantaranya adalah :

Pertama: Ada izin dari orang tua jika masih belum menikah, atau dari suami jika sudah menikah.

Kedua: Tidak ikhthilat (bercampur baur) dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

Ketiga: Tidak berkhalwat (berduaan) dengan laki-laki yang bukan mahramnya, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لايخلون بامرأة رجل فإن ثالثهما الشيطان

“ Janganlah sekali kali seorang laki – laki berkhalwat (berduan) dengan wanita, karena yang ketiganya adalah syaithan”. (HR. Tirmidzi)

Keempat: Tidak menampakkan auratnya di depan laki-laki yang bukan mahramnya.

Kelima: Tidak menggunakan parfum yang bisa menggoda laki-laki lain. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كل عين زانية والمرأة إذا استعطرت فمرت بالمجلس فهى زانية

“Setiap mata adalah penzina dan bahwa wanita apabila mengenakan wewangian kemudian dia berlalu melewati majlis, maka dia adalah penzina”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Keenam: Pekerjaan tersebut sangat dibutuhkan.

Ketujuh: Pekerjaan tersebut sesuai dengan kodrat wanita.

Kedelapan: Pekerjaan tersebut tidak menyebabkan terbengkalainya kewajibannya sebagai istri dalam melayani kebutuhan suami dan mendidik anak-anak.  Wallahu A’lam

 

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

Pondok Melati,  4 Jumadal Ula 1438/1 Februari 2017

Kesetaraan Gender

Mungkin kita bertanya-tanyatatkala menjelang tengah malam melewati suatu ruas jalan di luar kotakok macet. Setelah berhasil melewati kemacetan itu, barulah tahu ternyata disebabkan ribuan manusia yang keluar dari sebuah pabrik garment, ribuan yang lain masuk, agaknya sedang terjadi pergantian shift kerja. Sebagian besar wanita.

Kesetaraan Gender dalam Bantuan dan Investasi Asing

Masuknya investasi asing  ke negara-negara berkembang merupakan langkah lanjut liberalisasi dalam bidang ekonomi. Paham liberalisme, meniscayakan mereka yang dengan bakat dan keahliannya di bidang ekonomi untuk memiliki modal dan terus memperbesar modalnya tanpa batas.

Para pemilik modal itu, baik di-personifikasi-kan oleh goverment, atau semi-goverment seperti IMF, World Bank,  maupun pihak swasta, mereka pasti punya kepentingan. Apakah kepentingan itu murni ekonomi, atau kepentingan lain jangka panjang yang disembunyikan, yang pasti bukan demi menolong negara dan penduduknya yang sedang mereka pinjami, meskipun mereka menamakannya bantuan, atau bahkan ‘hibah’ sekalipun.

Mereka tidak melakukan investasi modal tanpa syarat, ‘tidak ada makan siang gratis’. Syarat-syarat itu diantaranya : demokratisasi di bidang politik, menghilangkan hambatan biaya masuk dalam bidang perdagangan dan kesetaraan gender. Yang dimaksud persyaratan kesetaraan gender, bahwa bantuan atau investasi yang dikucurkan harus memberi konsesi ruang keterlibatan wanita dalam proyek yang dimaksud. Jika dalam bentuk pembukaan pabrik, maka pabrik itu harus memperkerjakan sekian persen tenaga kerja wanita. Jika bantuan kepada goverment, maka pemerintah tersebut harus punya political will untuk keterlibatan lebih luas bagi wanita dalam berbagai ruang publik.

Mengapa? Semua produk barat dalam seluruh aspeknya, tumbuh dari spirit liberalisme, penjebolan terhadap norma-norma agama dan pemberontakan sistem politik monarchi. Maka seluruh turunan produknya, secara otomatis pasti mengandung nafas dan detak jantung kehidupan paham liberal, baik transparan maupun hidden agenda, agenda terselubung.

Sikap Kebanyakan Goverment terhadap Bantuan dan Investasi Asing

Pemerintahan di negara-negara berkembang, mayoritas bersikap inferior. Mereka selalu berharap agar negaranya menjadi tujuan menarik investasi modal asing. Agar menjadi negara yang eksotik sebagai tujuan investasi, mereka berusaha mati-matian mencitrakan diri sebagai negara dengan pemerintahan yang stabil jauh dari gonjang-ganjing politik, kondisi keamanan mantap tidak ada gangguan aksi terorisme dan kemudahan regulasi peraturan yang membuat investor merasa nyaman.

Di sisi lain, para politisi yang memerintah itu, mengambil keuntungan dari hidupnya perputaran ekonomi, berkurangnya jumlah pengangguran karena terserap oleh perusahaan yang ber-investasi tersebut,… dan yang terpenting, jika pemerintahannya stabil,pertumbuhan ekonomi positif, hal itu (juga) merupakan investasibagi para politisi itu untuk masuk bursa pencalonan lagi periode selanjutnya.

Jadi, ilustrasi yang digambarkan pada awal tulisan ini, sejatinya bukan sesuatu yang terjadi secara kebetulan tetapi by design, setidaknya bagi para investor. Mereka sadar betul bahwa uang yang mereka miliki adalah kekuatan.Uang merupakan alat penjajahan baru yang efektif. Disatu sisi mereka dapat menekan para peminjam dengan menggunakan modal yang dimiliki, disisi lain negara terjajah tidak begitu sadar bahwa sejatinya mereka berada dalam penjajahan bentuk baru yang lebih halus.

Begitu halusnya, sehingga dapat meminimalkan perlawanan penduduk terjajah, karena mereka tidak merasa terjajah, bahkan merasa dibantu. Meskipun dalam jangka panjang mereka merasakan akibatya;mereka tergantung kepada asing, posisi tawar mereka rendah di hadapan pemberi hutang, kekayaan alam mereka terkuras habis, antara biaya hidup dan pendapatan makin jauh jaraknya, sementara hutang negara terus terakumulasi.

Kerusakan Institusi Keluarga Akibat Kesetaraan Gender Kaum Liberal

Salah satu prinsip yang diusung oleh negara-negara penganut paham kebebasan adalah kesamaan derajat antara kaum laki-laki dan wanita. Konsep kebebasan yang mereka anut pun, bukan konsep berbagi tugas sesuai dengan fitrah dan bersekutu pahala seperti dalam Islam. Kebebasan yang mereka tuntut adalah kebebasan dalam nuansa pemberontakan seperti pada awal kelahiran liberalisme di akhir abad 18 masehi.

Mereka menginginkan kesamaan hak penuh antara laki-laki dan perempuan, berebut kesempatan yang sama dimana kaum laki-laki berkiprah. Mereka menuntut bebas keluar rumah, bebas bekerja, bebas mengelola hasil kekayaan mereka sendiri, bebas menentukan pasangan hidup, bebas menentukan untuk tidak terikat dengan ikatan pernikahan, bebas ber-ekspresi tanpa terikat oleh norma-norma agama yang dalam pandangan mereka membelenggu. Juga hak di dalam bidang politik.

Sebagian yang mereka tuntut, pada dasarnya hak itu diakui oleh Islam, seperti mengelola dan men-tashorruf-kan (mendistribusikan) hartanya sendiri (hasil usahanya, hibah dari orang lain maupun warisan). Islam tidak menghalangi mereka untuk membelanjakannya dalam perkara-perkara yang ma’ruf. Tetapi banyak tuntutan lain yang sejatinya keluar dari fitrahnya dan merusakkan sendi-sendi kehidupan masyarakat muslim dalam jangka panjang.

Tuntutan kaum wanita atas nama emansipasi seperti kampanye kaum liberal yang mengaku Islam, kesetaraan gender, atau apapun, ketika keluar dari fitrahnya, akan meruntuhkan sendi-sendi masyarakat Islam. Kebebasan itu ber-implikasi langsung tidak terurusnya anak-anak dan suami mereka, rumah tangga mereka menurun kualitas dan intensitas komunikasinya, kasih sayang mengering, akhirnya ikatan keluarga terburai. Terampasnya ruang kaum lelaki untuk bekerja, akibat terisinya peluang kerja tersebut oleh kaum wanita, apalagi sering kali bayaran yang dikeluarkan untuk mereka lebih kecil dibandingkan jika memperkerjakan laki-laki.

Keluarnya mereka juga berakibat terjadinya ikhtilath, bercampurnya kaum laki dan kaum wanita dalam pekerjaan dan interaksi intensif antara laki-laki dan wanita dalam durasi yang panjang dan frekuensi yang terus terulang, menimbulkan masalah baru seringnya terjadi pelanggaran moral dan agama. Disisi lain, intensitas dan kualitas hubungan mereka dengan suami dan anak-anaknya semakin menurun. Hal ini meniscayakan kemerosotan kualitas institusi keluarga sebagai basis pengkaderan generasi dan efeknya pasti akan  terasa dalam jangka panjang. Pendirian pabrik-pabrik, selalu diikuti dengan menjamurnya mess-mess pekerja di sekitar pabrik untuk menampung buruh yang tempat tinggalnya jauh. Interaksi sosial sesama mereka dan kebutuhan-kebutuhan biologis mereka, disertai rendahnya tingkat pendidikan dan kehidupan keber-agama-an mereka, sering berimplikasi merosotnya kualitas moral dan terjadinya pelanggaran etika.Apalagi, atas nama efisiensi, banyak pabrik yang membagi shift kerja hingga tiga daur dalam 24 jam, dan tidak mengecualikan pekerja wanita dalam daur shift tersebut. Masih atas nama kesetaraan gender tadi.Sulit sekali untuk memandang masalah ini sebagai suatu kebetulan, mengingat latar belakang ideologi yang dianutnya, sejarah pertumbuhannya dan segala aspek yang melingkupi.

Barat sendiri menyadari keruntuhan moral dalam kehidupan masyarakat mereka. Tetapi nyatanya mereka tetap meng-eksport cara hidup itu dengan berbagai bentuk kekuatan dan tekanan agar dapat diterima. Tampaknya barat tidak mau tercebur jurang sendirian. Sedihnya, para penguasa di negara-negara berkembang yang mayoritas Islam itu tidak menyadari bahaya tersebut. Semua disebabkan karena mata hati mereka tertutup oleh tujuan-tujuan politis yang membutakan itu,wal-’iyaadzu billah.