Kabar Gembira Untuk Para Wanita

Setelah seorang wanita memiliki banyak anak, mungkin saja akan ada perasaan bosan dan ogah untuk hamil lagi. Kalau kondisinya tidak hamil, ya menyusui, tidak lama setelah menyusui juga hamil lagi dan melahirkan anak lagi. Sementara suami masih ngebet ingin kembali memiliki keturunan baru, apalagi bila belum punya anak laki-laki. Sehingga ada yang dengan nada bercanda berkata pada istrinya, “Umi, pilih tambah anak atau tambah istri?”. Tak mau kalah mungkin istri akan menjawab, ” Boleh dua-duanya asal gaji Abi berlipat dua kali.”

Semua masalah harus dikomunikasikan. Suami boleh meminta, tapi juga harus melihat kesehatan isteri secara fisik maupun psikis. Sedang bagi isteri, jika memang kondisi kesehatan memungkinkan, kiranya tak perlu banyak kekhawatiran. Lain itu ada banyak fadhilah -keutamaan- yang bisa diraih saat hamil, melahirkan dan memiliki banyak anak.

Baca Juga: Bila Wanita Melamar Pria

Seorang wanita akan terhibur ketika membaca hadits-hadits Nabi SAW yang menjelaskan besarnya pahala wanita yang bersabar ketika hamil atau melahirkan.

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْمَرْأَةُ فِيْ حَمْلِهَا إِلَى وَضْعِهَا إِلَى قَضَائِهَا كاَلْمَرَابِطِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَإِذَا مَاتَتْ فِيْمَا بَيْنَ ذَلِكَ فَلَهَا أَجْرُ شَهِيْدٍ

Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda, “Seorang wanita itu bila hamil sampai ia melahirkan dan sampai ia menemui kematiannya, seperti seorang yang ribath fi sabilillah. Bila ia meninggal dalam kondisi tersebut maka mendapatkan pahala syahid.” (HR. Thabrani)

Dalam hadits lain disebutkan, bahwa wanita pengasuh Ibrahim bin Muhammad saw berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah banyak memberitakan kabar gembira kepada kaum laki-laki, tapi tidak kepada para wanita.” Maka Nabi bersabda, “Apakah kalian tidak suka bila salah seorang dari kalian hamil dengan mendapatkan kecintaan dari suami, bahwa baginya pahala orang yang berjuang fi sabilillah dalam keadaan shaum? Dan bila ia merasakan sakit (ketika melahirkan), maka semua penghuni langit dan bumi akan memberitahukan apa yang tersembunyi dari sesuatu yang diinginkannya. Bila ia melahirkan, maka tidak keluar darinya setetes susu dan satu isapan air susu kecuali dari setiap tetesan dan isapan susu tersebut bernilai kebaikan. Bila ia terbangun di malam hari oleh anaknya, maka baginya pahala seperti orang yang telah memerdekakan tujuh puluh budak fi sabilillah.” (HR. Thabrani)

Walaupun hadits-hadits tentang masalah ini dipermasalahkan oleh sebagian ulama tentang keshahihannya, tapi tetap bisa dijadikan dalil, apalagi dalam masalah keutamaan beramal. (Fatwa Asy-Syabakah Al-Islamiyah: 4/1894).

Demikian pula hadts-hadits yang menjelaskan bahwa wanita hamil atau melahirkan yang meninggal, maka syahidah. Maknanya kondisi hamil adalah kondisi yang mulia, sebab ada semacam ‘asuransi’ yang diberikan jika ia gagal berupa kesyahidan.

Baca Juga: Hukum Wanita Yang Mengalami Keguguran 

Ketika mengomentari hadits syahidnya wanita yang meninggal ketika hamil, Ibnu Hajar berkata, “Yaitu wanita yang meninggal dan di dalam perutnya ada seorang bayi.” Imam An-Nawawi berkata, “Mereka yang mendapatkan pahala syahid karena pedih dan beratnya rasa sakit yang mereka rasakan.” Ibnu Ath-Thin berkata, “Mereka yang mendapatkan pahala syahid merupakan keutamaan yang telah Allah berikan, lalu menjadi pembersih dosa-dosa, dan menambah pahala mereka, sehingga mencapai derajat syahid.”

 

Diampuni Segala Kesalahannya

Disebutkan dalam al-Qur’an bahwa wanita yang mengandung itu menanggung yang sangat berat. Beban di atas beban. Sedang dalam sebuah hadits dijelaskan, kesusahan yang menimpa setiap mukmin akan menjadi kafarat atau tebusan baginya atas dosa-dosanya. Rasulullah bersabda,

 

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ

Tidaklah seorang mukmin ditimpa sakit, atau siksaan, atau cobaan, atau kesedihan, sampai sebuah kesusahan yang dialaminya, kecuali akan diampuni kesalahan-kesalahannya.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil. Karena dalam beberapa hadits yang serupa, kafarah dosa dari beberapa amal adalah untuk dosa-dosa kecil. Sedang dosa-dosa besar akan diampuni dengan taubat atau hukuman (had).

 

Pilih Tambah Anak

Kalau demikian besarnya pahala wanita yang hamil, tentu seorang wanita akan lebih mantap memilih tambah anak, bukan karena takut dimadu tapi karena keinginannya yang besar untuk mendapatkan semua pahala yang sudah dijanjikan oleh Nabi SAW. Nabi SAW pun teramat bangga kepada umatnya yang memiliki keturunan yang banyak.

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Nikahilah wanita yang penuh cinta dan (mampu) memiliki banyak keturunan, karena aku akan membanggakan jumlah kalian di antara nabi-nabi pada hari Kiamat. ” (HR. Abu Daud)

Jadi, sudah menjadi sebuah kemestian bagi sebuah keluarga muslim adanya keinginan besar memiliki banyak keturunan, itu semua lebih karena didasari oleh adanya kesadaran untuk mengikuti anjuran Nabi SAW. Asalkan dengan niat yang lurus, insyaallah akan dimudahkan rezeki dan urusannya. Wallahu A’lam Bisshawab

 

Oleh: Redaksi/Wanita 

 

Bahagianya Menyambut Kelahiran Si Buah Hati

 

Bagi para orang tua, terutama ibu, menunggu detik-detik kelahiran sang bayi merupakan momen yang sangat mendebarkan. Campur-baur perasaan antara bahagia, cemas dan harapan agar bisa melahirkan dengan selamat, menjadikan saat-saat itu begitu mengesankan. Bagi seorang ibu muslimah, di samping usaha-usaha lahiriah, doa kepasrahan kepada Allah Ta’ala dan selalu memohon pertolongan-Nya menjadi hiasan hati yang tak pernah ‘mati’, menjadi senjata ampuh yang tak pernah rapuh.

 

Perbanyak Dzikir dan Doa

Ukhti muslimah, ada sebuah buku menarik yang membahas tentang doa dan dzikir bagi ibu hamil, yang sangat penting untuk Anda miliki. Yakni yang ditulis oleh Naurah binti Abdurrahman dengan judul Al-Ifadah fi Ma Ja’a fi Wirdil Wiladah, dan diapresiasi positif oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin dalam kata pengantarnya. Edisi terjemahan buku itu telah beredar luas di pasar buku Islam, antara lain diterbitkan Pustaka Arafah, Solo, dengan judul Wirid Ibu Hamil. 

Di antara doa yang bisa diamalkan oleh para ibu hamil adalah :

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ

“Wahai Yang Maha Hidup, Wahai Yang Terus Mengurusi Makhluk, dengan rahmat-Mu, aku memohon pertolongan.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani di dalam Shahihut Targhib, I : 278, 657)

Dianjurkan juga untuk memperbanyak doa :

بِسْمِ اللهِ، بِسْمِ اللهِ، بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً، وَ إِنْ تَشَأْ تَجْعَلُ الْحَزْنَ سَهْلاً

“Bismillah (dengan nama Allah) -dibaca tiga kali-. Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa-apa yang Engkau menjadikannya mudah; dan jika Engkau menghendaki, Engkau mampu menjadikan kesulitan menjadi mudah.” (HR. Ibnu Hibban, dan Syu’aib Al-Arnauth mengatakan, “Isnadnya shahih”)

Serta dzikir-dzikir dan doa-doa mu’awwidzat lainnya yang hendaknya dibaca para ibu untuk memohon keselamatan dan kemudahan dalam menjalani proses melahirkan. Wallahul musta’an. 

 

Sunnah Nabi SAW Saat Melahirkan

Ukhti muslimah, begitu si mungil lahir, iringilah kelahiran anak Anda dengan seperangkat tuntunan dari sunnah Nabi SAW tatkala menyambut kelahiran sang bayi. Hal itu dilakukan sebagai langkah awal untuk mendidik anak-anak kita berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Dan, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Di antara sunnah Nabi SAW dalam pengasuhan bayi adalah sebagai berikut :

     Pertama, mentahnik bayi. Tahnik maksudnya adalah mengunyah buah kurma dan menggosokkannya di langit-langit mulut bayi. Juga, meletakkannya di bagian mulut bayi, kemudian menggerakkannya ke kanan dan ke kiri dengan gerakan yang halus, sehingga seluruh bagian mulut bayi terolesi dengan kurma yang telah dikunyah itu. Jika kurma sulit didapatkan, maka tahnik bisa dilakukan dengan bahan apa saja yang manis (misalnya madu), sebagai realisasi terhadap ajaran sunnah dan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Baca Juga: Saat-saat Berharga Bersama Anak

Telah diriwayatkan hadits Abu Burdah, dari Abu Musa RDL, ia berkata, “Telah lahir anakku, dan aku membawanya mendatangi Nabi n, maka beliau menamainya Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma. –Bukhari menambahkan– Dan beliau mendoakannya dengan keberkahan dan menyerahkannya kembali kepadaku. Dia adalah anak Abu Musa yang paling besar.” (Muttafaq ‘alaih)

     Kedua, mencukur rambut kepala bayi. Nabi SAW bersabda, “Laksanakan aqiqah untuk anak, maka tumpahkanlah darah karenanya dan hilangkanlah penyakit darinya.” (HR. Bukhari). Yang dimaksud menghilangkan penyakit dalam hadits tersebut adalah mencukur rambut kepala bayi. Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwaththa’ dari Ja‘far bin Muhammad dari ayahnya, ia berkata, “Fathimah RDH menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, kemudian ia bershadaqah dengan perak seberat timbangan rambut itu.”

Di samping bersedekah atasnya, sesudah mencukur rambut bayi, disunnahkan untuk mengusap kepala bayi dengan wewangian. Buraidah RDL berkata, “Di masa jahiliyah jika lahir salah seorang anak kami, kami menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing tersebut. Ketika telah datang Islam, (jika anak kami lahir) kami menyembelih kambing dan mencukur rambut bayi, serta melumuri kepalanya dengan minyak za‘faran.” (HR. Abu Dawud)

     Ketiga, melaksanakan aqiqah. Hal ini merupakan sunnah yang sangat dianjurkan. Untuk itu, Imam Ahmad merasa senang kepada seseorang yang berhutang (karena tidak mampu), agar dapat melaksanakan aqiqah. Ia berkata, “Dia telah menghidupkan sunnah, dan saya berharap semoga Allah akan memberi ganti atasnya.”

Aqiqah adalah menyembelih kambing disebabkan kelahiran bayi, dan dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Untuk anak laki-laki disembelihkan dua kambing, dan untuk anak perempuan satu kambing. Nabi SAW bersabda, “Semua anak digadaikan dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan (kambing) pada hari ketujuh dan ia diberi nama.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah)

     Keempat, memberi nama anak yang baik. Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad shahih, dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan menggunakan nama-nama kalian dan dengan nama-nama bapak kalian, maka baguskanlah nama-nama kalian.”

     Kelima, melaksanakan khitan. Telah diriwayatkan banyak hadits tentang khitan, antara lain hadits Abu Hurairah a, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian itu ada lima, yakni khitan, mencukur rambut di sekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun waktu pelaksanaan khitan, menurut Ibnul Mundzir, tidak ada dalil yang menetapkan kepastian pelaksanaannya. Sehingga, khitan bisa dilaksanakan kapan saja disesuaikan dengan kondisi anak dan orang tua. Namun, lebih utama bagi orang tua untuk melaksanakan khitan di hari-hari awal dari kelahiran anak.

     Keenam, memohonkan perlindungan untuk anak. Nabi SAW pernah memohonkan perlindungan bagi Hasan dan Husain dengan berdoa:

أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَ هَامَّةٍ وَ مِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

“Aku memohonkan perlindungan untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap gangguan setan, binatang yang berbisa, dan dari setiap pandangan mata yang jahat.” (HR. Bukhari)

     Ketujuh, menyusui bayi sampai dua tahun, dan kemudian menyapihnya. Allah Ta’ala berfirman, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh. Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf…” (Al-Baqarah: 233)

Ukhti muslimah, semoga si mungil yang menggemaskan itu tumbuh berkembang menjadi anak shalih-shalihah dalam belaian pengasuhan Anda, dengan menjadikan sunnah Nabi SAW sebagai rambu-rambu pengasuhan sang bayi. Wallahu a’lam. (Redaksi/Arrisalah)

 

Tema Terkait: Parenting, Keluarga, Pasutri