Menolong Rohingya, Bukti Kita Manusia

Dalam perbincangan via telefon dengan presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Aung San Su Kyi, pemimpin de facto Myanmar, menyatakan berita yang menyebar tentang krisis kemanusiaan di Rakhine diwarnai dengan banyaknya foto palsu yang merupakan puncak gunung es dari misinformasi.

Memang ada banyak berita dan foto palsu seputar krisis kemanusian yang melanda warga Rohingya. Pada 5 September 2017, ada sekira 1,2 juta tweet yang berbicara soal krisis Rohingya. Kebanyakan memuat gambar yang sekilas memperlihatkan tingkat kekerasan di wilayah itu.

Adanya foto-foto hoax seputar tragedi kemanusiaan memang membuat masalah semakin runyam dan sulit diklarifikasi, namun bukan berarti meniadakan tragedi tersebut dan membuat kita tutup mata.

AH Mahmood Ali, menlu Bangladesh yang menampung ribuan pengungsi dari menyatakan Rohingya menuding Myanmar sedang menjalankan kampanye propaganda jahat dengan menyebut Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan kelompok militan di Rakhine sebagai teroris Bengali.

Zeid Ra’ad al-Hussein Komisioner Tinggi PBB untuk HAM mengatakan bahwa operasi militer yang terjadi di Rakhine sekarang sangat berlebihan. Ia telah menerima berbagai laporan dan gambar satelit yang menunjukkan pasukan keamanan dan milisi setempat membakari desa-desa Rohingya, dan pengakuan-pengakuan yang konsisten tentang pembunuhan ekstrajudisial, antara lain penembakan terhadap warga sipil.

 

Perang Narasi Berita Rohingya

Jonathan Head, Wartawan BBC untuk Asia Tenggara, punya kisah menarik saat diizinkan meliput tragedi kemanusiaan di Rohingya. Sebab, wilayah ini memang tertutup dari akses wartawan luar. Sementara, berita di koran lokal Myanmar selalu berisi pembelaan terhadap negara.

Ia berkisah, Pertama kami dibawa ke sekolah kecil di Maungdaw, yang penuh sesak dengan keluarga Hindu yang mengungsi. Mereka semua memiliki cerita yang sama untuk diceritakan yaitu serangan orang-orang Muslim, atau melarikan diri dari ketakutan.

Anehnya, orang-orang Hindu yang melarikan diri ke Bangladesh semuanya mengatakan bahwa mereka diserang oleh umat Buddha Rakhine setempat, karena mereka mirip orang Rohingya.

Di sekolah itu Seorang pria mulai menceritakan bagaimana tentara menembaki desanya, dan dia segera dikoreksi oleh tetangganya. Seorang perempuan dengan blus berenda oranye dan longyi (kain tradisional Burma) berwarna abu-abu dan ungu muda yang ketara, sangat bersemangat menceritakan kekerasan yang dilakukan orang-orang Muslim.

Baca Juga: Sakit Hati Sedunia Karena Rohingya

Kami kemudian dibawa ke sebuah kuil Buddha, tempat seorang biksu menggambarkan orang-orang Muslim membakar rumah mereka sendiri, di dekat tempat itu. Kami diberi foto-foto yang menggambarkan mereka tertangkap basah melakukan aksi itiu. Semuanya tampak aneh.

Di foto itu tampak sejumlah pria dengan topi haji putih berpose saat mereka membakar atap rumah yang terbuat dari rumbia. Beberapa perempuan mengenakan sesuatu yang tampak seperti taplak meja berenda di atas kepala mereka melambaikan pedang dan parang dengan melodramatis.

Kemudian saya mengetahui bahwa salah satu perempuan itu sebenarnya adalah perempuan Hindu dari sekolah tersebut yang tampak bersemangat, dan saya melihat bahwa salah satu dari pria yang tampak di foto itu juga hadir di antara orang-orang Hindu yang mengungsi.

Mereka membuat foto-foto palsu agar terlihat seolah-olah kelompok Muslimlah yang melakukan pembakaran.

Ketika berkesempatan temu wicara dengan Kolonel Phone Tint, pejabat keamanan perbatasan setempat, jurnalis diberikan foto-foto yang seakan ‘menangkap’ orang-orang Muslim sedang membakar rumah mereka sendiri, namun BBC kemudian mengidentifikasi perempuan yang sama di sebuah desa Hindu.

Dalam perjalanan tersebut, ia menyaksikan sendiri beberapa pemuda Myanmar sedang membakar rumah-rumah penduduk Rohingya. Pembakaran itu terjadi di dekat sejumlah barak polisi yang besar. Tidak ada yang melakukan tindakan apa pun untuk menghentikan semua itu.

 

Siapakah Rohingya?

Tentu kita sudah banyak mendengar tentang siapa Rohingya. Mereka adalah kelompok minoritas yang banyak tinggal di wilayah utara Arakan. Awalnya, Arakan bukanlah bagian dari Myanmar maupun Bangladesh, ia adalah wilayah yang terpisah sampai terjadinya invasi yang dilakukan oleh raja Burma yang bernama Bowdawpaya pada tahun 1784. Dinasti terakhir di Arakan berkuasa dari abad ke 15 hingga 18, dan sangat dipengaruhi oleh kultur Islami.

Dasar keyakinan Islam, yaitu Kalima, tertulis di seluruh mata uang mereka. Muslim Rohingya adalah penduduk asli wilayah Myanmar yang disebutkan dalam Asiatic Researches volume ke-5 tahun 1799. Seluruh konstitusi dan undang-undang kewarganegaraan Myanmar memberikan status pribumi pada seluruh orang yang secara permanen tinggal di Arakan atau di Myanmar sebelum tahun 1825. Muslim Rohingya sebelum tahun 1825 dianggap sebagai ras pribumi yang sah di Myanmar. Namun, hari ini rezim militer Myanmar menuduh etnis Rohingya sebagai imigran gelap asal Bangladesh dan menyangkal status mereka sebagai warga negara Myanmar.

 

Menolong, Bukti Kita Manusia

Ketika mendengar, membaca, dan menyaksikan bagaimana kondisi manusia yang kesulitan, dan tak terbetik empati di hati, kita perlu mempertanyakan kemanusiaan kita. Bukankah sudah seharusnya ketika ada manusia lain yang menderita kita bantu meringankan bebannya.

Jika seseorang mengalami kesulitan dalam hal harta, atau kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya seperti makan, minum dan pakaian maka cara membantunya adalah dengan memenuhi kebutuhannya.  Bila jarak berjauhan, kita bisa mengirimkan donasi untuk mereka. Bila belum mampu juga, setidaknya doa kita ada bersama mereka.

Baca Juga: Menolong Di Dunia, Tertolong Di Akhirat

Ketika kita menolong mereka, sesungguhnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Sebab, Allah akan menolong hambanya ketika hamba tersebut menolong saudaranya.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).

Membantu saudara yang kesulitan tidak dibatasi oleh sekat nasab, kekerabatan, maupun sekat wilyayah dan negara. Karena orang-orang mukmin itu bersaudara. (Redaksi/Rohingya)

 

Di Dunia Menolong Di Akhirat Tertolong

Kesempitan, kesulitan, dan kesedihan betapapun manusia tidak menginginkan, namun sedikit banyak semua pernah mengalaminya. Dan semua manusia tentu cenderung untuk menjauhi kondisi yang tidak disukai. Pada saat terjadi, di antara masalah bisa diatasi secara spontan meski tanpa persiapan.

Namun, ada kesempitan dan kesedihan yang hanya bisa diatasi dengan modal yang telah disiapkan sebelumnya. Itulah kesulitan yang terjadi di akhirat. Kesulitan ini jauh lebih pelik dan lebih panjang dari apa yang terjadi di dunia.

Dari sempitnya kubur dan kegelapannya, kesulitan saat digiring ke makhsyar, kegundahan menunggu hari keputusan, kegelisahan saat pembagian kitab, ditimbangnya amal maupun penghitungannya di yaumul hisab, juga ketakutan dan kengerian saat melintas shirath, hingga aneka siksa dan derita yang dialami di neraka. Semua itu tak bisa di atasi secara spontan. Ia hanya bisa terhindari atau terlewati dengan aman ketika telah ada persiapan atau modal yang dimiliki sebelumnya.

Di Dunia Menolong

Di antara modal yang bisa menyelamatkan dari kesulitan akhirat adalah membantu saudaranya muslim dari kesulitan dan kesempitan. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).

Ini sesuai dengan kaidah al-jaza’ min jinsil ‘amal, balasan itu sesuai dengan jenis amal yang dilakukan. Namun kesamaan di sini adalah dari sisi jenisnya, bukan dari kadar atau derajatnya. Karena dari sisi kadar maupun durasi waktunya, kesulitan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kesulitan akhirat.

Di Akhikrat Tertolong

Maka alangkah pemurahnya Allah, amal yang ringan, namun bisa menghindarkan dari kesulitan dan kesusahan akhirat yang begitu dahsyat. Di antaranya yang disabdakan Nabi shallallahu alaihi wasallam,

يَـجْمَعُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْأَوَّلِيْنَ… وَالْآخِرِيْنَ فِـيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ ، فَيُسْمِعُهُمُ الدَّاعِي ، وَيَنْفُذُهُمُ الْبَصَرُ ، وَتَدْنُو الشَّمْسُ مِنْهُمْ ، فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَالاَ يُطِيْقُوْنَ ، وَمَالاَ يَحْتَمِلُوْنَ. فَيَقُوْلُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ : أَلاَتَرَوْنَ مَا أَنْتُمْ فِيْهِ ؟ أَلاَتَرَوْنَ مَاقَدْ بَلَغَكُمْ ؟ أَلاَتَنْظُرُوْنَ مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ ؟

“Allah mengumpulkan manusia dari generasi pertama hingga generasi terakhir di satu tempat, kemudian penyeru memperdengarkan suara kepada mereka, penglihatannya dapat meliputi mereka seluruhnya, matahari mendekat ke mereka, dan manusia menanggung kegelisahan dan kesempitan yang tak tertahankan. Sebagian manusia berkata kepada sebagian yang lain, ‘Tidakkah kalian lihat apa yang terjadi atas kalian? Tidak adakah yang bisa meminta syafa’at untuk kalian kepada Rabb kalian…” (HR. Bukhari).

Begitu beratnya kesusahan dan ketakutan pada hari itu, hingga mereka tak memikirkan apa-apa selain terlepas dari kegundahan. Aisyah Radhiyallahu anhuma menuturkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

تُحْشَرُوْنَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا. قَالَتْ : فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ ؟ قَالَ : اَلْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكَ

“Kalian akan dikumpulkan (pada hari Kiamat) dalam keadaan telanjang kaki, telanjang (tidak berpakaian) dan tidak berkhitan.” Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimana jika kaum laki-laki dan perempuan saling melihat (aurat)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Masalah yang mereka hadapi terlampau dahsyat daripada apa yang mereka inginkan.” (HR Muslim).

Itu baru kesulitan di makhsyar, belum lagi pada perjalanan akhirat berikutnya yang lebih panjang dan bahayanya lebih besar bagi orang yang tidak memiliki bekal dan persiapan. Terlebih bagi orang kafir, akhirat menjadi hari-hari sulit yang tak berujung bagi mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا

“Dan itulah hari yang sulit bagi orang-orang kafir.” (QS al-Furqan: 26).

Oleh karenanya, tidakkah kita ingin terhindar dari semua kesulitan di akhirat?

Syariat telah menjelaskan caranya, yakni dengan melapangkan kesempitan atau kesusahan (al-kurbah) sesama muslim di dunia. Semakian banyak kita melakukannya, semakin banyak pula rintangan teratasi ketika di akhirat.

Ibnu Rajab al-Hambali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam menjelaskan maksud dari al-Kurbah atau kesempitan ialah beban berat yang mengakibatkan seseorang sangat menderita dan sedih. Sedangkan maksud meringankan di sini adalah usaha untuk meringankan beban tersebut dari penderita. Sedangkan at-tafriij adalah usaha untuk menghilangkan beban penderitaan dari penderita sehingga kesedihan dan kesusahannya sirna. Balasan bagi yang meringankan beban orang lain ialah Allah akan meringankan kesulitannya. Dan balasan menghilangkan kesulitan adalah Allah akan menghilangkan kesulitannya.

Seorang Muslim hendaknya berupaya untuk membantu meringankan atau menghilagkan kesulitan muslim lainnya. Banyak jenis kesulitan yang dialami manusia, maka banyak pula cara untuk menolongnya.

Jika seseorang kesulitan untuk memahami ilmu syar’i, maka cara membantunya adalah dengan mengajarkan ilmu syar’i kepadanya. Atau menunjukkan tempat, memberikan fasilitas dan sarana yang diperlukan sementara dia masih kesulitan. Dengan cara itu semoga Allah menolongnya di akhirat sehingga tidak tersesat jalan ketika di akhirat dengan sebab membantu orang lain menunjukkan jalan hidayah.

Jika seseorang mengalami kesulitan dalam hal harta, atau kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya seperti makan, minum dan pakaian maka cara menghilangkan kesusahannya adalah dengan memenuhi kebutuhannya. Ketika kita menolong mereka, sesungguhnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Di akhirat, alangkah butuhnya kita akan pertolongan Allah agar terlepas dari kehausan, kelaparan maupun panasnya terik yang menyengat badan. Bukankah tak ada lagi harta dunia kita yang bisa dibawa untuk memenuhi kebutuhan di akhirat, selain harta yang telah kita sedekahkan? Kemana lagi kita akan mencari makan, mendapatkan minuman, menikmati buah-buahan, pakaian dan tempat tinggal? Tak ada lagi yang bisa memberi pinjaman atau mengirimkan bantuan selain Allah. Pertolongan Allah itu akan datang jika di dunia kita sudi membantu saudara kita yang kesulitan. Rasulullah bersabda:

وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Dan Allah senantiasa menolong hamban-Nya selagi hamba itu sudi menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Membantu saudara yang kesulitan tidak dibatasi oleh sekat nasab, dikenal atau belum, maupun sekat wilyayah dan negara. Karena orang-orang mukmin itu bersaudara.

Para salaf dahulu, karena rasa takutnya terhadap derita akhirat dan karena besarnya pengharapkan mereka untuk bisa selamat di akhirat, mereka berusaha menolong orang-orang yang dalam kesulitan meski tanpa sepengetahuan orang yang ditolongnya.

Disebutkan dalam Hilyatul Auliya bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu sering mendatangi seorang  janda tua dan mengambilkan air untuknya menjelang malam. Pada suatu malam Thalhah Radhiyallahu anhu memergoki beliau sedang masuk ke rumah janda tersbut. Kemudian Thalhah Radhiyallahu anhu masuk ke rumah janda tersebut di siang harinya. Ternyata wanita itu sudah sangat tua, buta, dan lumpuh. Thalhah Radhiyallahu anhu bertanya, “Apa yang diperbuat laki-laki yang datang kemari tadi malam?” Wanita itu menjawab, “Sudah lama orang itu datang kepadaku dengan membawa sesuatu yang bermanfaat bagiku dan mengeluarkanku dari kesulitan.”

Anas Radhiyallahu anhu juga pernah mengisahkan, “Suatu hari kami bersama Rasulullah di perjalanan. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak. Di hari yang panas kami berhenti di suatu tempat. Orang yang paling terlindung dari panas adalah pemilik pakaian dan ada di antara kami yang melindungi dirinya dari terik matahari dengan tangannya. Orang-orang yang berpuasa pun jatuh, sedang orang-orang yang tidak berpuasa tetap kokoh. Mereka memasang kemah dan memberi minum kepada para pengendara kemudian Rasulullah bersabda, “Pada hari ini, orang-orang yang tidak berpuasa pergi dengan membawa pahala.” (HR Bukhari)

baca juga:

Ingatlah Allah NIscahya Kesedihan Akan Sirna

Mereka Saling Menolong atau Saling Melawan

 

Semoga Allah hindarkan kita dari kesulitan di dunia dan akhirat. Aaamiin (Abu Umar Abdillah)

# di dunia menolong # di dunia menolong # di dunia menolong # di dunia menolong